Berkunjung

167 27 0
                                    

Saat ini, Alian tengah berada di dalam kereta kuda bersama dengan Lili. Keduanya dalam perjalanan untuk berkunjung langsung ke tempat di mana bencana alam sering terjadi.

Lili nampak antusias melihat pohon-pohon yang dilewatinya melalui kaca. Hal itu sontak saja membuat kekehan kecil dari Alian.

"Ini pertama kalinya Lili pergi ke wilayah Utara. Terimakasih sudah mengajak Lili untuk menemani tuan, Lili amat senang", ujar Lili yang kemudian tersenyum ke arah Alian.

"Tidak masalah, lagian tujuan kita ke sana adalah untuk melihat keadaan warga di sana dan sebisa mungkin membantu mereka. Jika kesehatanku memburuk, tolong ya Lili", pinta Alian. Lili mengangguk semangat, ia sudah berjanji untuk menjaga pangerannya pada sang ratu sebelum berangkat, mana mungkin ia ingkar janjinya.

"Pasti, Tuan! Lili akan berusaha semampu Lili untuk menjaga kesehatan tuan", balas Lili. Alian tersenyum kecil, ia bersyukur karena dapat dipertemukan kembali dengan orang-orang yang disayanginya.

💀💀💀💀💀

"Akhirnya sampai juga", batin Alian. Setelah berjam-jam lamanya, ia akhirnya sudah sampai di tempat tujuan. Begitu sampai, ia langsung disambut dengan seorang wanita yang berlari ke arahnya, meminta bantuannya.

"Tuan muda, tolong anak saya! kumohon tolong anak saya", sosok wanita itu dihalangi oleh beberapa prajurit karena hendak mengarah pada pangeran mereka.

Alian terdiam, baru saja ia sampai, sudah membuatnya paham dengan keadaan. Ia sudah menduga ini sebelumnya, tapi tetap saja hatinya sakit. Melihat tubuh ringkih wanita itu, membuatnya mengingat dirinya sendiri selama 2 tahun di penjara.

Tidak ada yang peduli jika dia sakit. Hanya Lili yang senantiasa berkunjung, bahkan menidurkannya. Namun tetap saja, ia masih menderita.

"Hentikan! Nyonya, bisa kau tunjukkan jalan menuju tempat di mana anakmu berada?", tanya Alian yang memutuskan untuk menolong.

"Ya! mari tuan", wanita itu seketika seperti mendapatkan cahaya hidupnya kembali. Ia akan membayar berapapun asal buah hatinya sehat kembali. Meski ekonominya juga tidak cukup memadai. Bila perlu, ia akan bekerja lebih keras lagi.

"Kalian tunggu di sini. Aku tidak ingin terjadi keributan, Lili bawakan aku persediaan obat yang dibawa", ujar Alian. Lili tertegun, ia belum pernah melihat mimik wajah serius dari pangerannya.

"Baik!"

💀💀💀💀💀

"Silahkan masuk, maaf rumahnya kecil", ujar sosok wanita tersebut. Alian mengangguk kemudian masuk ke dalam rumah yang terkesan sederhana itu. Bahkan dindingnya hanya terbuat dari kayu yang sepertinya sudah hancur tapi diperbaiki kembali. Terbukti dari beberapa tambalan kayu yang ada.

"Ibu sudah pulang", Alian terkejut begitu melihat sosok yang amat dikenalnya kini berdiri di depannya.

"Siapa dia, Bu?", tanya sosok itu pada ibunya.

"Dia adalah tuan baik yang bersedia untuk menolong adikmu. Kau habis berlatih?", tanya sang ibu saat melihat peluh yang membasahi tubuh putranya.

Alian masih diam di tempatnya. Ia tidak akan menyangka akan bertemu dengan orang itu dalam kondisi yang berbeda.

Oliver Sykes Evora, seorang kepala kesatria yang mendukung pemberontakan terhadap pemerintahan Alian. Mereka pernah bertemu sekali, tapi itu saja sudah mendapatkan tatapan kebencian dari Oliver. Yang dia tidak tahu apa sebabnya, tapi sekarang ia tahu mengapa.

"Ah, Tuan! ayo masuk! ini kamar putriku", ucap wanita itu. Alian segera tersadar kembali, ia kemudian mengangguk dan berjalan menuju kamar anak dari wanita itu.

Sesaat setelah ia masuk, ia tertegun melihat seorang anak kecil yang terbaring tak berdaya di atas kasur. Tubuhnya nampak kurus, rambutnya juga nampak kusut. Alian seperti melihat bayangan tubuhnya sendiri.

"Ibu, sakit bu. Perutku sakit, hiks Ibu.. sakit", ucap seorang anak yang berbaring tadi. Ia nampak menggeliat kesakitan sembari memegangi perutnya.

"Iya sayang, tahan sebentar ya. Kau pasti akan sembuh", balas sang ibu.

"Apa aku boleh memeriksa keadaan putrimu?", tanya Alian meminta izin.

"Ah, tentu! silahkan", Alian segera duduk di bangku yang berada di samping kasur. Ia nampak menanyakan beberapa hal pada anak itu, sebelum memeriksakan lebih lanjut.

Alian bersyukur karena ia sempat belajar ilmu kedokteran dulu. Jika tidak, mungkin ia tidak tahu apa yang akan terjadi nanti.

"Maaf, apa sebelumnya dia pernah meminum air sungai?", tanya Alian pada wanita yang berdiri di sampingnya.

"Ya, aku terpaksa karena tidak ada sumber air yang ada selain dari sungai", jawab wanita itu yang merasa bersalah kepada putrinya.

"Huh.. anak ibu keracunan. Itu mungkin terjadi karena ia meminum air sungai yang kotor karena bekas banjir", ucap Alian yang membuat rasa bersalah wanita itu pada putrinya kian bertambah.

"Ini semua salahku", wanita itu nampak murung. Jadi selama ini putrinya menderita karena dia? kenapa ia begitu bodoh.

"Ini bukan salahmu sepenuhnya. Aku akan berusaha menyembuhkan putrimu sekuat tenagaku", ucap Alian. Ia membantu wanita itu berdiri kembali, karena sang wanita yang sempat terduduk di lantai mendengar berita itu.

"Terimakasih! aku akan membayarmu berapapun asal tolong sembuhkan putriku", pinta wanita tersebut.

"Tidak perlu dibayar. Aku ikhlas untuk menyembuhkan nya", balas Alian. Ia kemudian mengeluarkan sesuatu dari tas yang dia bawa.

"Minumkan ini pada putrimu. Dia akan lekas sembuh, tenang saja", ujar Alian sembari menyerahkan sebuah kain yang membungkus obat untuk menyembuhkan anak itu.

Sang wanita segera mengambilnya kemudian membuka. Ia melihat sebuah pil berwarna oranye dan segeralah ia menghampiri putrinya. Alian kemudian mengambil botol minum yang ia bawa, karena merasa itu akan dibutuhkan.

"Ini", Alian menyerahkan botol itu kepada sang anak kecil. Sosok anak kecil itu segera meminum obatnya dengan tenang, tidak seperti anak kecil pada umumnya, meski sembari tangan satunya memegang perut yang terasa sakit.

"Istirahatlah. Butuh waktu agak lama untuk obat itu bekerja", ucap Alian yang kemudian membantu anak itu untuk berbaring. Alian merapalkan sebuah mantra agar anak itu bisa tertidur.

"Tenang saja, dia hanya akan tertidur pulas untuk sementara. Aku harus pergi, rombonganku menungguku", ujar Alian yang kemudian mengemasi barang-barangnya kembali.

"Terimakasih! aku benar-benar tertolong olehmu. Kau pemuda yang baik hati, setidaknya terimalah ini untuk makananmu dan rombongan mu itu", ucap sang wanita yang kemudian menyodorkan sekeranjang buah dan sayuran yang nampak sudah agak layu.

"Tidak perlu, kau dan putramu juga butuh ini untuk makan. Kondisi ekonomi di desa ini sedang tidak baik,  jadi lebih baik menyimpan ini untuk lauk makan ya! tidak perlu memberiku apa-apa", ujar Alian yang kemudian menyerahkan keranjang itu kembali.

"Kau sungguh pemuda yang baik. Nak, antarkan dia tiba di rombongannya kembali", titah sang ibu pada anaknya.

"Ya", Alian segera berpamitan dan pergi dengan putra dari wanita itu yang berada di sampingnya.

.
.
.
.
.

💀💀💀💀💀

️To be continued

Avoiding the Tragic Ending Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang