Akademi

90 19 2
                                    

Alian memandang ke luar jendela yang memperlihatkan pemandangan ibukota yang ramai. Ia ditemani oleh Lily, sedang dalam perjalanan menuju akademi. Yah, masa berlibur baginya sudah berakhir, karena usianya sudah lah cukup, ia harus memasuki akademi tahun ini.

"Pangeran. Kita sudah hampir sampai. Apa yang sedang pangeran pikirkan sekarang?", seru Lily menutup buku bacaannya hingga membuat Alian segera tersadar kembali.

"Lian hanya berpikir cara untuk menghindari akhir tragis yang akan Lian alami. Upss..", Alian tidak sengaja mengutarakan isi pikirannya hingga membuat Lily memandangnya dengan penuh kebingungan.

"Ah bukan apa-apa! omong-omong Lily, apa wilayah Utara sudah ada perkembangan dari terakhir kali aku berkunjung?", tanya Alian penasaran.

"Dengar-dengar sih wilayah itu sudah lumayan berubah sejak sebulan lalu di mana tuan berkunjung. Warga di sana sudah mulai bekerja kembali untuk menghasilkan pangannya sehari-hari. Kenapa tuan menanyakan ini?", Lily menatap tuannya penuh selidik.

"Hanya penasaran", balas Alian tidak peduli dengan pandangan penuh selidik Lily padanya.

..................

"Akhirnya aku bisa berbaring", ucap Alian setelah tubuhnya menyentuh kasur yang lembut.

Setelah sampai di akademi, Alian kembali berpamitan dengan Lily pelayannya. Sekarang ia berada di dalam kamar asramanya setelah sebelumnya membereskan barang-barang bawaannya sendiri. Saat selesai, barulah Alian merasakan kasur empuk di akademi yang akan menemaninya selama ada di akademi.

Entah karena faktor kasur yang empuk atau karena kelelahan setelah seharian di perjalanan, Alian langsung tertidur setelah beberapa menit berada di atas kasur.

Wajahnya nampak tenang dengan bibir yang sedikit terbuka itu. Matahari senja menyinari wajah Alian dari jendela yang berada di kamar asramanya itu. Meskipun begitu, Alian tetap tertidur damai tanpa adanya ingatan-ingatan masa lalu yang sejak Alian kembali selalu bermunculan.

...................

Sebuah ruangan besar tempat di mana para murid akademi untuk mengisi perutnya, nampak senyap tatkala Alian masuk ke dalamnya. Tanpa menoleh pun, dia sudah tau jika orang-orang sedang memperhatikan dirinya. Namun dia tetap tenang dan berjalan santai untuk mencari meja yang masih kosong.

Saat dia menemukan meja yang kosong, dia segera duduk di salah satu kursi meja itu. Sama sekali tidak memperdulikan tatapan orang-orang yang menatapnya sedari masuk tadi. Nampaknya, dia akan sangat sulit untuk mencari teman nantinya.

"Pe.. permisi Yang Mulia Pangeran, apa yang anda ingin makan?", tanya pelayan di sana dengan gugup. Pasalnya dia mendengar rumor jika Alian orangnya tempramen dan sering kali berbuat kasar jika seseorang melakukan kesalahan di depannya. Bahkan tidak segan-segan untuk menghukum orang itu.

"Coronation chicken dan battenberg cake. Minumnya coklat panas saja", ujar Alian. Si pelayan lekas menunduk mengerti sebelum pergi untuk menyampaikan pesanan.

Alian menunggu dengan hanya diam. Dia nampak tidak terganggu sama sekali dengan tatapan yang terus mengarah padanya. Mungkin karena dia sudah terlalu terbiasa.

Meski diam-diam, tangannya terkepal saat tidak sengaja mendengar pembicaraan orang-orang dari meja sebelah yang nampak menggunjing nya secara terang-terangan.

Dia memang berniat untuk merubah akhir tragisnya, namun dia sepertinya tidak dapat dengan mudah mengubah sifatnya yang gampang marah. Untuk kali ini, doakan dia supaya tidak terlanjur emosi dan membuat keributan di akademi.

"Dasar para rendahan itu! awas aja kalian!", batin Alian sengit sembari diam-diam melirik orang-orang itu dengan pandangan penuh dendam. Jika tidak dapat membalas dengan kekerasan, maka balas lah dengan otak.

"Yang Mulia, i.. ini pesanan anda", seru pelayan tadi sembari menaruh beberapa makanan pesanan pangeran mereka dan menuangkan segelas coklat panas dari teko untuk Alian. Setelah selesai, dia buru-buru pergi untuk menghindari bersitatap dengan Alian karena dia takut.

"Aku juga manusia. Mengapa mereka seperti melihat monster saja", keluh Alian dalam pikirannya. Tiba-tiba saja dia terdiam, yah, itu memang salahnya sendiri.

Baru satu suap dia menyantap makanannya, namun, orang-orang yang tadi membicarakannya semakin gencar bicara. Bukan membicarakan tentang kebaikan Alian, malah mereka membicarakan keburukan Alian di depan umum dan seperti berniat untuk membuat seluruh murid yang ada di kantin mendengar pembicaraan mereka.

Dia tidak bergerak dan membiarkan orang-orang itu membicarakan dirinya. Setelah makanannya habis, barulah dia akan bergerak untuk membalas orang-orang itu.

"Apa kalian tidak punya martabat? berbicara ketika makan dan membicarakan keburukan seseorang sesuka hati kalian. Sungguh orang-orang payah", ujarnya sebelum melangkah pergi meninggalkan murid-murid di kantin yang menatapnya tak percaya.

Mungkin citranya akan semakin memburuk, tapi dia tidak peduli karena moodnya sedang tidak baik. Lebih baik dia cepat-cepat melangkah ke kelasnya daripada berhadapan dengan mereka kembali.

..................

"Permisi, apa saya boleh duduk di sini?".

Ia menoleh sesaat. Namun saat dia melihat seseorang yang meminta izin untuk duduk di sampingnya, membuat dia sontak saja terkejut, itu dapat dilihat dengan jelas dari ekspresi wajahnya.

"Aaron?".

"Lama tidak bertemu ya, Alian. Kamu semakin cantik saja", ujar orang tersebut.

Aaron Carter Alexander, itulah nama pemuda tersebut. Dia adalah sahabat masa kecil Alian yang selalu menemani Alian semasa kecil dulu. Selain itu, Aaron juga seorang pangeran sepertinya, namun dia merupakan sosok pangeran kedua dari kerajaan sebelah.

Di kehidupan nya yang sebelumnya, dia memang berjumpa kembali dengan Aaron. Namun dikala itu, dia berjumpa dengannya saat berada dalam penjara. Kala itu, dia dapat melihat Aaron yang sudah besar, berdiri menatapnya tajam.

"Kau tau Alian. Aku sangat-sangat merindukanmu, ingin sekali ku memelukmu. Namun, kini kau sudah tak lagi berguna, nikmati hidupmu di dalam sini, Alian".

Ucapan yang dilayangkan Aaron kala itu masih membekas jelas diingatannya. Kegembiraan yang membuncah tadi, kini menghilang berganti dengan perasaan benci. Dia harus menjauh dari Aaron.

"Kau kenapa?", tanya Aaron pada saat melihat Alian sibuk dengan pikirannya.

"Tidak. Tidak apa-apa. Jika ingin duduk, duduklah", balas Alian mencoba menyembunyikan perasaan bencinya di hadapan Aaron.

Jika Aaron di kehidupannya yang dulu berhasil memanfaatkan nya untuk kepentingan pribadi nya, kali ini, dia tidak akan tertipu kembali. Karena kini dia sudah tau, jika Aaron salah satu orang yang menyebabkan kehancuran pada kerajaannya. Mana mungkin baginya untuk memaafkan Aaron dengan mudah.

Dia akan menghindarinya. Ya! sebisa mungkin dia tidak akan berdekatan dengan Aaron apapun yang terjadi. Dia terlalu optimis jika rencananya akan berhasil.





..................

To be continued

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Avoiding the Tragic Ending Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang