Saat sadar pertama kali, tangis haru Jiyeu menyapa pendengaran Jeanne. Gadis dengan pakaian rumah sakit yang berbaring lemas di bed pasien itu tersenyum tipis.
Dia ingat, semuanya. Alasannya berbaring dengan alat bantu pernafasan dan infus. Kecelakaan itu terjadi karena kecerobohannya. Jeannette memang tidak lebih dari anak kecil yang butuh diperhatikan.
“Ma...”
“Jea... I miss you, my little angel.” Liu Jiyeu mengusap lembut rambut pirang putri bungsunya. Sorot matanya tampak khawatir penuh dengan kasih sayang. “I miss you so much,” ulangnya sembari mengecupi pipi Jeanne.
Anaknya tampak berbeda dari biasanya. Pipinya tidak lagi memiliki rona kemerahan, pucat dan tampak sedikit tirus. Tidak ada senyuman secerah mentari, Jeanne benar-benar kehilangan tenaganya.
“Mama mengkhawatirkan kamu, mama takut... Oh, Jea... Jangan kembali seperti ini lagi...” bisik Jiyeu menatapi wajah manis Jeanne dengan sayu.
Kehilangan salah satu anaknya adalah neraka baginya. Jiyeu tidak ingin merasakannya lagi, dia tidak akan sanggup. Tidak akan pernah siap. Tidak akan pernah sama sekali.
“Aku juga... tidak suka disini.”
Janvier meremas lembut tangan Jeanne. Mencoba memberi sedikit kehangatan pada anaknya yang terbaring tak berdaya.
Dokter bilang seseorang membawa Jeannette dari rumah sakit di pinggir kota ke rumah sakit besar ini. Karena adanya kendala peralatan penunjang kehidupan Jeanne disana. Kondisi Jeanne jauh dari kata buruk, namun juga tidak baik-baik saja.
Setelah memberi beberapa hadiah pada orang itu, Janvier segera memindahkan Jeanne ke ruang Inap VVIP. Dengan tujuan kenyamanan dan keamanan Jeanne. Terlebih dari awak media yang mencoba untuk mencari-cari informasi untuk disebar luaskan pada orang luas.
Terlebih lagi Jeremy tampak memiliki dendam tersumbat pada mereka.
“Pa...” rengekkan itu membuat Janvier tersenyum dan mengusap pipi Jeanne penuh kehati-hatian. “Jeremy... marahi...”
Oh tentu saja, Jeannette Riviere tidak akan lupa kekesalannya pada kakak keduanya itu. Dia tidak akan melepaskan Jeremy semudah itu.
Janvier mengangguk sembari terkekeh, antara merasa geli atau gemas dengan tingkah manis Jeanne. Putrinya masih sama, tidak berubah sama sekali. Dia bersyukur untuk itu.
Itu berarti hal yang dia dan kedua anak lelaki khawatirkan tidak terjadi. Jeanne tidak diculik, tidak mengalami hal buruk yang menyebabkan kerusakan mental dan menimbulkan trauma. Hanya kecelakaan karena kelalaian anak perempuannya. Untungnya juga luka fisik Jeanne tidak terlalu buruk.
***
“Well, cukup banyak setidaknya. Lumayan untuk membeli camilan,” gumam Emmanuelle sembari membuka amplop pemberian Janvier Riviere. Tidak terlalu banyak memang, namun dengan 10 juta euro itu tidak dapat disepelekan.
Di dalam jet pribadi yang megah, suasana terasa tenang namun elegan. Dinding-dindingnya dilapisi dengan panel kayu gelap yang mengkilap. Emmanuelle dan Dominico duduk di salah satu sisi jet, dengan perhatian mereka terfokus pada percakapan mereka, sementara kursi-kursi lainnya di kabin kosong, memberikan kesan eksklusif dan privat.
“3,5 juta untukmu.” Dokter bedah itu memberikan setumpuk uang pada Dominico yang tampak memejamkan matanya dengan santai. “Lalu sisanya untukku.”
Emmanuelle tersenyum licik, Dominico tentu tidak akan protes. Pria itu cukup penurut, tidak terlalu banyak menuntut. Ajudan Enrique yang satu ini tidak terlalu peduli pada uang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enrinette
RomanceJeanne tak lebih hanyalah seorang gadis polos nan naif dengan segala pikiran sederhananya. Bermimpi mempunyai pasangan seorang mafia dan hidup bahagia jelas sangat tidak mungkin. Hingga seorang pria bernama Enrique D'Angelo, orang yang menabraknya h...