Aleta duduk dengan gelisah, kantor agensi ini lumayan nyaman. Tidak, bahkan terbilang sangat nyaman. Ruang tunggu yang luas, dekorasi interior yang terlihat klasik namun mewah, juga seorang atasan yang enak dipandang ... akan membuat siapapun betah bekerja di sana.
Akan tetapi .. entah mengapa Aleta justru merasa tidak nyaman, ruangan ini lebih seperti ruang sidang kantor kepolisian untuknya. Ale ingin cepat-cepat pergi, namun Vian masih asik berbincang-bincang dengan sekretaris Gara, mereka sedang membahas mengenai pemilihan lokasi pemotretan untuk besok.
Ngomong-ngomong tentang pemotretan, kalau kalian ingin tahu, pemotretan tadi pagi cukup kacau, Aleta beberapa kali melakukan kesalahan hingga membuat Gara mengomel, atau sebetulnya pria itu hanya berpura-pura mengomel? Entahlah, Aleta tidak benar-benar ingin memikirkannya karena sejak bertahun-tahun lalu pun Gara memang sangat sulit dipahami.
"Mr. Estan berpesan kalau pemotretan untuk besok dilakukan pada sore hari. Lokasi sudah disepakati, benar kan Mr. Claire?"
Vian mengangguk, "Lalu waktunya?"
"Sekitar pukul 5 sore untuk momen romantis," jelas si pirang Kate pada Vian.
Ugh ... Aleta kembali menghela napas cukup kasar. Ia tidak bisa membayangkan betapa beruntungnya si pirang itu bisa satu ruangan dengan Gar— "Oh, damn, apa yang baru saja kupikirkan!" decaknya seraya menggelengkan kepala.
Tubuh Aleta memberikan reaksi kejut saat ponsel hitamnya bergetar. Satu pesan masuk dari nomor tak dikenal.
From : 020-788-552-94
See ya tomorrow, love.
Yours.
Aleta hampir saja melempar ponselnya setelah membaca pesan itu. Ekspresi yang sangat khas setiap kali mendapat sesuatu yang mengejutkan dari lelaki itu— siapa lagi kalau bukan Gara yang entah bagaimana caranya ia mengubah namanya menjadi Alexander Estanbelt.
Lagi, ponselnya kembali bergetar.
From : 020-788-552-94
Jangan menatap ponselmu dengan wajah seperti itu, kau tahu kenapa? Karena Wajahmu jadi terlihat menggemaskan, dan aku jadi ingin bernostalgia.
'Sial! Dari mana dia tahu nomor ponselku?' Aleta membatin, iris cokelatnya mengedar ke seluruh ruangan, ia curiga bahwa ada ruang di dalam ruangan —kalian tahu maksudnya kan? Semacam ruangan rahasia.
Tapi itu tidak masuk akal, karena sejauh matanya memandang, ia tidak menemukan apapun, tidak juga dengan pintu yang mungkin menjadi penghubung ke ruang rahasia yang ia maksud.
Lagi, satu pesan masuk dari nomor yang sama dengan pesan sebelumnya.
From : 020-788-552-94
Kau tidak perlu terkejut, aku mendapatkannya secara legal. Tanyakan saja pada calon suamimu, kalau kau tidak percaya.
Aleta mendengus kesal. Beberapa saat lalu Si pirang itu bilang bahwa bosnya sedang pergi untuk bertemu dengan klien lainnya, namun apa ini? Bahkan si brengsek Gara tahu apa yang sedang ia kerjakan, dia tahu bagaimana raut wajah kesal maupun kebingungan dirinya saat ini.
Atau jangan-jangan ... Gara yang sekarang mempunyai kemampuan membaca pikiran seperti Eron?
Aleta menggeleng. Tidak, itu sangat tidak mungkin.
"Vian, apa kau memberikan kontak-ku pada agensi ini?" tanya Aleta pada akhirnya.
Calon suaminya itu mengangguk. "Aku sengaja meninggalkan kontakmu agar mereka lebih mudah menghubungi saat hasil fotonya sudah jadi. Kau tidak keberatan kan?"
Aleta tersenyum, "Ya, tidak masalah." ungkapnya. Setelah itu ia merasa ingin mengumpat dirinya sendiri.
Apanya yang tidak apa-apa huh? Andai saja Vian tahu siapa sosok Alexander Estanbelt yang sebenarnya.
°
°
°
Berendam, hanya satu hal itu yang perlu Aleta lakukan untuk menjernihkan pikirannya dari semua kejadian gila hari ini.
"Brengsek! Sialan!" umpat Aleta seraya memukul permukaan air dengan sekuat tenaga.
Dari banyak situasi maupun kondisi, tidak pernah terlintas di pikirannya bahwa ia akan bertemu dengan Gara dalam situasi seperti saat ini.
7 tahun, bisa kalian bayangkan selama apa itu? Ya, sangat-sangat lah lama, bukan? Dan kenapa baru sekarang? Kenapa pria itu tidak muncul dari dua tahun lalu? Tidak, kalau saja dia muncul dua bulan lalu, ia rasa itu sudah cukup, tepat sebelum Vian melamarnya.
"Kalau saja aku tahu kau yang akan menyewa agensiku, mungkin tak akan kupungut biaya, love."
Aleta mengutuk mulut manis itu ketika berbicara. Dan sialnya, dari sekian banyak agensi prewed di negara ini, kenapa bisa agensi milik Gara?
Gara, dengan identitas baru yang disandangnya, penampilan yang semakin memukau dari terakhir kali mereka berpisah. Entah bagaimana bisa Ale memiliki hasrat tersendiri untuk merasakan kelembutan surai hitam pria itu —helaian yang dulu sering diusapnya hanya untuk membuatnya tidur atau sekedar menenangkan emosinya yang meledak-ledak.
Gara yang temperamen, Gara yang dingin, Gara yang bermulut tajam, Gara yang kesepian, Gara yang mengidap Post Traumatic Stress Disorder, dan Gara yang ia cintai.
Setelah berendam cukup lama dan mendapat gedoran dari Vian, Aleta memutuskan untuk beranjak dari bathtub.
"Lama sekali? Aku khawatir kau ketiduran di dalam." sindir Vian dengan kekehannya.
Ale tersenyum kecut, "Maafkan aku, kamar mandinya terlalu nyaman sampai aku ingin tidur di sana hingga pagi kembali datang."
"Dan membiarkanku tidak mandi semalaman? Kau tega sekali." rajuk Vian.
Aleta terkekeh, ia kemudian mendorong tubuh Vian ke dalam kamar mandi. "Mandilah, kau sangat bau, Vian."
Sepeninggalan Vian, Aleta mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Matanya terpejam dan seketika pikirannya kembali melayang.
Vian, pria itu sudah menemani harinya selama kurang lebih 2 tahun. Sedangkan Gara? Aleta bahkan baru menyadari eksistensi pemuda itu ketika memasuki semester kedua di tahun terakhirnya menuntut ilmu di SMA, hanya beberapa bulan.
Mungkin lain halnya dengan Gara yang memperhatikannya jauh lebih lama, dari tahun ke dua, saat dia mulai menggantikan posisi Eron di sekolah. Dan entah bagaimana caranya pemuda itu masuk begitu saja ke dalam kehidupannya, mengisi harinya dengan berbagai macam hal luar biasa yang tak pernah ia pikirkan.
Aleta tidak pernah mengira jika rasa yang ia kira sudah memadam sejak bertahun-tahun lalu lamanya, kini mulai berkobar kembali dengan pertemuan singkat itu, belaian lembut itu, dan senyum sinis yang menyesakkan itu.
Begini, pengambilan gambar yang kacau balau tadi pagi ... demi Tuhan itu bukan sepenuhnya kesalahannya, ada andil dari kelakuan gila Gara!
Si labil itu sengaja sekali menggodanya saat mengambil gambar dengan cara menyentuh bagian tubuhnya yang biasa ia peluk dulu—sebut saja pinggang. Meremas bahu terbukanya saat membetulkan posisi hingga membuatnya hilang fokus. Bahkan dia berani mengecup belakang telinganya saat membisikkan perintah pergantian pose.
Sialnya sikap abnormal Gara tersebut sama sekali tak diketahui oleh Vian, kalau saja pria itu tahu, mungkin sebuah perkelahian sengit tidak akan bisa dihindari.
Kalau sudah begini ... apa yang harus Aleta lakukan agar semuanya tetap terkendali dan berjalan sebagaimana mestinya? Apa yang harus ia lakukan untuk mematikan api yang mulai terpercik di dadanya? Apa yang harus ia lakukan untuk menyingkirkan Gara dari benaknya?
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Days Affair
RomanceWARNING! [Mengandung unsur 21+] Bijaklah dalam memilih bacaan. Aleta tidak pernah mengerti dengan jalan hidupnya. Disaat ia memilih untuk membuka hati dan memutuskan untuk menikah dengan orang lain, sosok itu kembali hadir. Tubuh tegap dengan bahu...