Bab 3

89 1 2
                                    

Bab 3

Merebahkan kepala lalu tidur, satu-satunya hal yang paling baikㅡbagiku. Menyenangkan. Lagi malas-malasnya pagi ini. Datang kesekolah paling cepat, namun mataku mengantuk. Jadi kuputuskan tidur.

Suara burung bersiul-siul di udara, menciptakan suatu irama yang merdu. Tidak kecuali angin pagi yang sejuk, menyejukkan badan.

Derap langkah kaki terdengar memasuki ruangan. Nampak seorang pria dengan kacamata yang agak kebesaran yang dikenakannya. Sambil menenteng jaket ditangannya.

Laki-laki itu sedikit menunduk, entah apa yang akan dilakukannya. Terdengar ia bergumam.

Geli. Telingaku sangat geli, entah apa yang menggangguku. Mungkin hanya mimpi, jadi aku tetap tertidur. Geli, lagi-lagi telingaku geli. Sepertinya memang ada yang membuat geli. Haduh! Siapa sih? Ganggu orang tidur aja! Kutepis dengan tanganku berkali-kali hingga tanganku menggenggam tangan seseorang. Halus.

Tubuhku menggeliat kecil. Mataku kupaksa untuk membuka, melihat siapa yang melakukan itu. Awas saja ya!

Dan, mataku menangkap sesosok orang. Sangat jelas, dia adalah...

"CLARENCE?!" teriakku. Dia membuatku terkejut. Sial kamu!

"Ya? Kenapa kamu teriak-teriak?" tanyanya dengan muka bingung. Tangannya menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.

"Ya, kenapa kamu menggangguku? Aku mau tidur," jawabku cepat.

Tubuhnya menunduk, matanya menatapku tajam. Oh tidak, kurasakan wajahku mulai memanas. Aduh, ada apa denganku? Jantungku berdetak kencang. Jaraknya sangat dekat!

"Kenapa mukamu merah? Jangan-jangan kamu masih sakit ya? Maaf aku mengganggumu. Aku mau lewat."

Wajahku merah? Kugeleng-gelengkan kepalaku, tidak-tidak mungkin.

"Ada apa? Kok geleng-geleng?"

"Ti-tidak." Aku cepat-cepat berdiri, mempersilahkan dia masuk. Maksudku duduk.

Ia langsung melangkah masuk dan duduk ditempatnya. Dia mengeluarkan headphonenya, sepertinya dia mendengarkan musik. Ah, aku jadi tidak bisa tidur. Kalau dipaksakan, juga sulit. Lebih baik aku mengeluarkan komik!

Another. Nama komik tersebut. Yah, walaupun aku tahu komik itu sudah beredar di toko sejak lama, tapi aku tak henti-hentinya membaca. Bahkan filmnya pun sudah ku lihat. Ah, Misaki mei keren. Matanya ternyata berwarna hijau dan merah. Salah satunya ditutup. Saat kouichi bertemu dengannya di lorong rumah sakit, misaki mei membawa boneka.

Aku membacanya semakin larut. Tak terasa, siswa dan siswi sudah mulai berdatangan. Kursipun sudah terisi penuh.

"Hei, clare, aku pinjam bukumu dong! Fisika," kata George yang duduk tepat di depan Clarence. Ia kenal dekat dengan Clarence, jadi ya begitulah.

Clarence mendongakkan wajahnya. Melepas headphonenya. Sepertinya ia tidak kedengaran, "Apa? Tadi kamu bilang apa?" Dan ya, tepat dugaanku, ia tidak kedengaran.

"Aku pinjam buku fisika. Aku belum kerja pr."

"Oh," jawabnya. Ia segera membuka tasnya, mengambil buku yang dimaksud. "Ini," katanya seraya menyodorkan bukunya kepada George. George langsung menerimanya. Sedangkan Clarence menyimpan headphonenya didalam tas. Sahabat yang baik.

"Apa?" tanyanya datar. Ia menolehkan wajahnya kehadapanku.

"Eh-oh, tidak," jawabku gugup. Kenapa harus gugup?

Dia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Dan tepat saat itu, bel berbunyi. Pelajaran sudah dimulai.

*

Je t'aimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang