PWM || Kesalahan

393 50 7
                                    

"Aku akan pulang ke rumah orang tuaku, Phi tidak perlu menjemputku," ucap pemuda manis, menundukkan kepalanya saat berbicara, pada pria di samping kanannya.

"Tidak! Aku tidak mengizinkanmu pulang!" kata pria tersebut, ia terus melajukan kendaraannya hingga kampus. Tempat di mana pemuda manis itu menimba ilmu.

Dirinya keluar mobil, tanpa mengatakan sepatah kata pun, ia berjalan dengan kepala yang tertunduk lesu. Membuat pria di dalam mobil, merutuki dirinya sendiri.

"Phayu! Kenapa kau melampiaskan kekesalan itu, sial!" dia memukul kemudi di hadapannya. "Aku harus bersungguh-sungguh, meminta maaf padanya," ucapnya, lalu pergi meninggalkan kampus menuju kantor.

Pemuda manis yang sedari tadi hanya menatap kosong pada papan tulis, kini mengangkat tangan kanannya. "Pak," panggilnya, dosen tersebut mendongak ketika membuka buku, dari halaman yang hendak dibahas.

"Ya, Varain. Katakan," kata dosen, memberinya arahan.

"Pak, maaf, saya tidak bisa mengikuti kelas hari ini. Kepala saya terlalu pusing, begitu juga dengan perut, yang terasa sakit bersamaan. Saya merasa, tidak sanggup," jelas Rain, menurunkan tangan kanannya.

Ia mendapati tatapan heran dari teman di sampingnya, sejak Rain masuk kelas.

"Jika kondisinya memang benar seperti itu, saya mengizinkan, pergi ke ruang kesehatan terlebih dahulu sebelum pulang," jawab dosen, "baiklah, mari lanjutkan pelajaran tempo hari," ucap dosen pada mahasiswa dan mahasiswi di kelasnya.

Rain tidak mengatakan apa-apa lagi, sekarang hanya terdengar suara dosennya yang mengajar, serta resleting saat membuka dan menutup tas.

Teman yang tadi di sampingnya, memegangi lengan kiri Rain, ketika dirinya bangkit dari kursi.

"Apakah itu sangat sakit? Haruskah aku ikut menemanimu, ke ruang kesehatan?" tanya temannya, terlihat khawatir.

Rain melepaskan pegangan itu dari tangannya. "Tidak perlu dan terima kasih, Sky." Rain melangkahkan kakinya, keluar kelas.

Ia berjalan dari kampus, hingga trotoar jalan raya, Rain berdiri di dekat tempat penyebrangan, menunggu taksi.

Waktu terasa lebih lambat dari biasanya, bagi pria yang sejak pagi melirik arloji di tangan kirinya, serta ponsel. Dia maju-mundur untuk melakukan panggilan di jam istirahat makan siang, tetapi pada akhirnya ia mengurungkan hal tersebut dan ingin langsung menemui pemuda manis yang sudah dibentaknya.

Namun, ketika di sana, dirinya tidak mendapati hasil, bahkan hingga kampus hampir sepi, di sore hari. Sampai dirinya, bertemu dengan Sky dan menanyakan keberadaan Rain.

Sky menjelaskan apa yang terjadi pada Rain pagi tadi dan itu semakin membuat hatinya sakit, karena rasa bersalah.

Ia mendatangi tempat nyaman keduanya, sejak bersama dengan Rain. Dirinya mengetuk pintu, sebanyak tiga kali. Masing-masing dari ketukannya tidak mendapat jawaban dan pada percobaan keempat, seorang wanita paruh baya keluar dari dalam rumah.

Senyum yang sering ia lihat di bibirnya, kini tak tampak. Phayu mengikutinya dari belakang, suasana di dalam rumah pun terasa berbeda.

"Duduklah, aku akan membawakanmu minum." Begitu berbalik, Phayu memegangi tangan kanan ibunya Rain.

"Ma," lirih Phayu. Ia bersimpuh di lantai, dengan memegangi tangan ibunya Rain. "Maafkan, Phayu. Aku tidak bermaksud bersikap kasar padanya, karena kesalahan orang lain di masa lalu ku," jelasnya.

Ibunya Rain berbalik, menepuk pundak Phayu, dan menuntunnya untuk duduk di sofa. Tetapi, saat di sana, Phayu kembali bersimpuh di hadapan ibunya Rain.

"Ma, tolong maafkan aku." Phayu memohon berkali-kali, sambil mengenggam kedua tangan ibunya Rain.

PLAYING WITH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang