Hujan turun begitu deras di kota kecil, mengguyur jalanan dan membuat suasana semakin suram.
Seorang pemuda menjulurkan tangan kanannya ke tetesan air hujan di balik payung hitamnya. "Aku yakin, kamu pasti kembali padaku."
Hari-harinya tak menjadi lebih baik dari kabar terakhir yang didapat, bahwa misi berjalan lancar. Sebab, pria yang ia cintai tak kunjung pulang ke pelukannya.
Pria itu telah pergi selama tiga bulan, untuk menjalankan tugas kemiliteran di wilayah konflik. Hal ini, selalu memberinya perasaan cemas dengan berbagai harapan.
Menunggu dan berdoa, adalah hal yang ia lakukan setiap hari, dengan harapan kekasihnya pulang dengan selamat.
Bahkan, pesan-pesan yang selalu menyelipkan janji untuk pulang padanya, ia jadikan sebagai obat yang membantunya menguatkan diri dan membuatnya berpikir, bahwa dia akan pulang seperti janjinya.
Namun, dua hari lalu, pesan-pesan yang biasa ia terima tiba-tiba terhenti, hingga kekhawatiran kembali menguasai hatinya. Sampai akhirnya, kabar tak menyenangkan datang padanya.
Phayu, pria dengan senyum hangat yang selalu membuat ia merasa aman, dilaporkan hilang dalam sebuah serangan mendadak. Mereka tidak menemukan jasadnya, hanya serpihan dari kendaraan yang ditumpangi.
Kabar itu membuat dunianya runtuh, janji Phayu untuk pulang seakan lenyap bersama gemuruh perang di kejauhan.
"Hujan mempertemukan kita, dan aku yakin kita akan bertemu lagi, aku percaya padamu."
Rain, pemuda yang hidupnya berubah drastis dari kesendirian, menjadi memiliki seseorang di sisinya.
Hidupnya tak lagi menyedihkan sejak ia bertemu dengan Phayu, pria itu selalu memberikan apa pun yang dibutuhkannya, terutama kasih sayang.
Ia tak lagi mendapatkan itu, setelah kematian kedua orang tuanya akibat kecelakaan beruntun. Di hujan yang sama derasnya seperti sekarang, mereka secara kebetulan bertemu di toko bunga milik ibunya, yang ia lanjutkan untuk dikelola dan di pemakaman tahun lalu saat peringatan kematian kedua orang tuanya.
Rupanya, kedua orang tua Phayu juga korban dari kecelakaan tersebut. Takdir seakan memberi jalan kepada mereka semenjak hari itu, hingga pada akhirnya mereka bersama.
"Aku membawa bunga kita pada mereka, mereka pasti akan lebih senang jika melihat kita bersama saat ini."
Setetes air matanya jatuh, mengalir di pipinya yang terlihat tirus. Ia segera menyeka dan tersenyum pilu, menyingkirkan perasaan tak menyenangkan di hatinya.
Kemudian, ia berjalan mundur beberapa langkah dan berbalik, meninggalkan pemakaman dengan perasaan yang campur aduk.
Sama seperti hari-hari sebelumnya, ia akan duduk di dekat jendela tiap kali pulang ke rumah, pandangannya selalu menerawang keluar jendela dengan sebuah harapan. Akan tetapi, harapan itu terasa hampa.
Tetesan hujan berjatuhan deras, menciptakan irama yang menenangkan sekaligus menyakitkan. Ketika dirinya hendak beranjak dari sofa, jantungnya berdebar kencang dan matanya membulat tak percaya akan yang dilihatnya—sosok yang sangat familier perlahan mendekat dari kejauhan dan semakin terlihat jelas.
Phayu, dalam seragam militernya yang basah kuyup, berdiri di depan rumah dengan senyum yang sama seperti yang selalu ia berikan. Rain segera berlari keluar, tanpa peduli pada dinginnya hujan yang meresap ke dalam pakaian.
"Phayu! Kamu pulang! Kamu benar-benar pulang!" suaranya gemetar dalam teriakannya.
Senyum dari Phayu begitu lembut dan suaranya tenang, "Aku berjanji akan pulang, kan?"
Rain memeluk Phayu dengan sangat erat, seolah-olah mencegahnya pergi, ia merasakan tubuh kekasihnya yang terasa lebih dingin dari biasanya. Tetapi, ia mengesampingkan hal tersebut, karena menurutnya rasa dingin itu disebabkan oleh hujan.
Selain itu, yang terpenting saat ini Phayu ada di sini, bersamanya. Mereka berdua berdiri dalam pelukan, membiarkan hujan membasahi mereka sepenuhnya.
"Aku sangat takut ... takut kalau aku tidak akan pernah melihatmu lagi," ujarnya penuh kelegaan.
"Aku selalu kembali padamu, tidak ada yang bisa menghentikanku untuk pulang." Phayu menyentuh wajah Rain dengan lembut, menghapus air mata yang bercampur dengan tetesan hujan.
Di saat Rain mencoba lebih merapatkan pelukannya, ia merasakan sesuatu yang aneh. Tubuh Phayu semakin dingin, dan perlahan-lahan mulai terasa seolah melebur dengan udara di sekitarnya. Rain memandang Phayu dengan rasa takut dan cemas yang mulai muncul.
"Phayu, apa yang terjadi? Jangan pergi lagi, kumohon ...." Rain berkata dengan panik dan matanya memerah, karena ia menahan untuk tidak mengedipkan mata.
Ia takut jika matanya yang tertutup, menjadi alasan dirinya tak lagi melihat kekasihnya.
"Aku sudah memenuhi janjiku, Rain. Sekarang ... aku harus pergi." Phayu tersenyum.
Senyum hangat yang selalu terpancar untuk kekasihnya, kini terdapat kesedihan. Mengisyaratkan, bahwa ini adalah akhir dari kisah mereka.
Rain merasakan tangannya mulai kehilangan genggaman pada tubuh Phayu yang semakin kabur, seolah sedang memeluk udara. Air mata kembali mengalir di pipinya, tercampur dengan hujan yang semakin deras.
"Meskipun aku tidak ada di sini, cinta kita tidak akan pernah mati, dan aku selalu bersamamu," suaranya semakin jauh, namun penuh kelembutan, "aku mencintaimu, Rain."
Sebelum Rain bisa mengucapkan—aku juga mencintamu—sebagai balasan, sosok Phayu sudah lebih dulu menghilang perlahan dalam kabut hujan. Rain jatuh berlutut di atas jalan yang dingin dan air matanya terus mengalir tanpa henti.
Hujan mengguyur tubuhnya, tapi ia tak lagi merasakannya. Sebab, hanya ada rasa kehilangan yang begitu dalam dan menyakitkan. Namun, di balik itu ada rasa syukur bahwa Phayu telah kembali padanya, meski hanya sesaat.
Rain bangkit perlahan, dan dengan langkah gontai, ia kembali ke rumah.
Di hatinya, janji Phayu tetap hidup—janji bahwa cinta mereka abadi, meski maut telah memisahkan mereka.
Hujan di malam ini menjadi saksi pertemuan terakhir mereka, dan juga perpisahan yang penuh dengan cinta dan kerinduan.
"Aku akan terus mengingatmu, izinkan aku terus berada di dalam kenangan indah kita." Rain mengusap foto Phayu yang memakaikan cincin padanya, cincin dari janji hidup bersama.
Foto kebahagiaan mereka terbingkai rapi, dengan hiasan bunga. Ia mencium foto Phayu dan mendekapnya, lalu melihat ke cincin yang tersemat di jari manisnya.
"Jika kita tidak bersama di kehidupan ini, maka akan kupastikan di kehidupan selanjutnya kita akan terus bersama. Aku akan mencarimu dan menemukanmu agar kita bersama, kekasihku."
Rain tahu, meskipun Phayu telah pergi, cintanya akan selalu ada, seperti bayang-bayang hujan yang tak pernah benar-benar hilang.
🌪🌧
☆Jangan jadi silent reader's, tinggalkan jejak dengan vote ★🐻 : NGETIK SAMBIL NANGIS TUH, GAK ENAKK ╥﹏╥
Siapa yang rindu dengan lapak ini? Terakhir kali, aku mau up one-shot, tapi jadinya cerita sambung yang sekarang lagi berlangsung.
Aku mau ucapin terima kasih banyak untuk kalian yang nunggu ceritaku sampai akhir nanti, sayang kalian💝
KAMU SEDANG MEMBACA
PLAYING WITH ME
FanfictionLapak cerita BoLa ❃ One-shot / two-shot BossNoeul. Untuk para pembaca tolong jangan salah lapak, cerita bisa di skip jika tidak sesuai dengan yang kalian cari. you_xyzz, 2024 | Playing With Me 2024 🎖️🏅 #1 - bonoh || 04 Juli 2024 #11 - bossnoeul...