Chapter 6 : Adult Man

119 34 3
                                    

Terbangun di pagi hari, Serena telah berbaring di ranjang besar di tengah kamar yang sama dengan semalam. Dia mendadak tertidur sangat nyenyak hingga tak sadar telah dipindahkan. Serena hanya gugup sebentar dan mengecek pakaiannya, menemukan mereka lengkap baru membuatnya bernapas lega.

Serena melihat sekeliling ruangan dan tidak bisa menemukan jejak keberadaan Michael. Dia bangkit dan mencari pria itu ke kamar mandi namun hanya menghadapi ruang kosong.

Serena mengambil ponselnya untuk menelpon Michael, tapi tersadar belum bertukar kontak dengan calon suaminya.

Serena mengeluh diam-diam. Sebenarnya pasangan macam apa mereka.

Serena memberanikan diri untuk mencari Michael di rumah besar itu dengan kemampuannya sendiri. Walau usahanya berlangsung selama lebih dari sepuluh menit, Michael belum menunjukkan batang hidungnya.

"Memang ke mana dia bisa pergi di rumah ini?!" Serena menendang sebuah pintu tak bersalah.

"Apa lagi? Tentu saja aku memasak sarapan untukmu." Suara rendah datang dari belakang Serena menyebabkan gadis itu terkejut dan menoleh.

"Tidak mungkin! Aku baru saja dari dapur dan tidak menemukanmu!"

Michael tersenyum samar. "Aku tidak masak di dapur semalam."

"? Lalu di mana kau pergi memasak?" Serena bahkan tidak tahu terdapat dapur lain di rumah ini. Omong-omong, mengapa rumah sebesar ini tidak mempunyai satu atau lebih pekerja? Jujur saja, Serena merasa rumah itu sedikit suram dan angker. Terlalu hening dan menyendiri.

"Ada dapur kecil di sisi kolam renang. Aku memasak sehabis berenang saat fajar." Michael menarik Serena ke perpustakaan kecil di sudut ruangan.

Rak buku tidak begitu lebar dirapatkan ke dinding membentuk sudut, dengan ketinggian menyentuh langit-langit seperti jendela prancis yang menjepit keberadaan perpustakaan kecil itu. Tepat di hadapan sudut rak buku, diletakkan sepasang meja kopi dan sofa tunggal untuk membaca buku.

Sebenarnya, tempat itu terbilang tenang dan nyaman. Akan tetapi, di rumah seluas ini tanpa kehadiran orang lain membuat Serena merinding membayangkan Michael duduk bersantai di sana seorang diri di sana.

Apa pria itu sosiopat?

Sedikit aneh.

Untuk apa rumah megah bila tidak mampu membuat pemiliknya nyaman.

Tepat usai keluhan tiba di hati Serena, gadis itu mencubit dirinya sendiri. Itu dia! Pertentangan yang dirasakan mereka usai meraih cita-citanya, mengetahui bahwa tidak segala impian membawa kegembiraan.

Tetapi Serena menolak untuk menjadi seperti itu! Dia akan bersyukur dan menikmati berkah rumah mewah ini dengan bijaksana!

Michael menaruh piring berisi roti bakar dan salad, makanan yang terasa hambar bahkan sebelum ditelan, di atas meja kopi. "Habiskan sarapanmu. Ambil susu segar dari kulkas kecil di sisi rak buku."

Serena bukan pemilih makanan, tapi dia sedikit khawatir karena harus hidup bersama pria itu di masa depan. "Apa kau vegetarian?"

Michael mengangkat alisnya, tapi memahami maksud Serena. "Tidak. Ada rebusan dada ayam dan telur di dalam salad."

Serena berhenti mengeluh walau bibirnya masih cemberut. Hatinya berkata, dia akan menjalani hidup bebas pengawet dan gula berlebih di masa depan. Secara sederhana, pola hidup sehat! Seperti yang diharapkan dari seorang dokter!

Serena duduk di sofa tunggal dengan taat. Baru menyadari bahwa tidak ada tempat untuk Michael duduk di sisinya.

"Apa kau akan pergi?" Serena mengambil sebotol susu yang diberikan Michael.

"Ya." Michael mengusap kepala Serena. "Aku akan ke klinik dan kembali sebelum makan siang. Bermain di rumah dengan taat. Aku akan menjemputmu nanti."

Hati Serena tergerak menerima kasih sayang Michael yang dengan lembut menggaruk sisi manjanya. Akan tetapi, dia hanya berani mengangguk tanpa suara untuk sekarang.

"Bagus. Kita akan mendaftarkan pernikahan lalu makan siang." Michael tersenyum kemudian memberi ciuman di kepala Serena.

Tidak adil, pikir Serena.

Gadis itu melihat kepergian Michael dengan tidak yakin. Ada sedikit perasaan rindu dan bahagia.

Michael, dia seorang pria dewasa bertubuh tegap. Fisiknya sama sekali tidak dapat digambarkan dengan narasi ketampanan remaja. Dia matang dan mapan, seluruh tubuhnya memancarkan aura bangsawan yang terdidik tegas. Dengan sepasang mata abu dihiasi ketenangan dan belas kasih tiap menatap Serena. Bahkan aroma maskulin dan jam tangan di pergelangan tangannya yang kokoh membuat Serena tidak bisa lupa akan perbedaan usia mereka.

Tuhan tahu dia merindukan ayahnya. Keberadaan sosok pria yang selalu dia andalkan, tempat dia bersandar dan berlindung. Serena merindukan pria dewasa yang rela melakukan apa saja demi menghadiahkan dunia untuknya.

Lalu selayaknya hadiah paling mewah dari Tuhan kepadanya, Serena diberi seorang pria dewasa yang ingin diandalkan wanita mana pun menjadi suaminya.

Dengan fisik dan kepribadian Michael, bahkan jika Serena ragu dan takut, mustahil dia mampu menolak Michael.

Serena mengunyah sarapannya perlahan. Salad yang dibuat Michael untuknya ternyata tidak begitu hambar. Cukup lezat dan cenderung hangat di hati Serena.

"Tidak buruk." Sepertinya pola hidup sehat bukan masalah besar. Serena menyentuh puncak kepalanya, mencari bekas kehangatan dari sentuhan tangan besar itu.

Usai menghabiskan sarapan sederhananya, Serena kembali menjelajahi rumah itu untuk mencari kolam renang yang disebut Michael. Dia berputar dari lantai tiga sampai ke dasar lalu kembali ke tempat semula.

Keluhan dan air mata tampaknya menggenang di kedua matanya. "Aku tersesat di rumahku sendiri? Apa itu masuk akal?!"

Serena hampir membanting piring kotor di tangannya. Dia menahan diri tapi masih menghentakkan kakinya setiap melangkah.

"Sejak awal, aku tidak pernah melihat tanda-tanda kolam renang di rumah ini! Semua jendela begitu gelap dan tersembunyi, siapa yang akan tahu di mana kolam itu berada?! Apa dia mempermainkanku? Apa menyenangkan membuatku menyalakan musik karena rumah ini terlalu sepi?! Bukankah orang kaya senang mengoleksi banyak pekerja? Sebenarnya ada apa dengan pria itu!!" Serena terus mengomel dengan wajah sedih.

Dia naik ke lantai empat dan berniat kembali ke kamar sebelumnya. Seperti itu satu-satunya ruangan yang dia kenali dan membuatnya nyaman. Tapi suara air mengalir datang dari arah berlawanan.

Semua jejak lelah dan keluhan Serena sirna dalam sekejap. Matanya berbinar dan berbalik dari ambang pintu kamar menuju ujung koridor.

"Mengapa aku tidak mendengar apa pun semalam?" Serena bertanya-tanya lalu mendorong pintu kaca yang sedikit terbuka.

Kemudian jantungnya berdebar dengan penuh semangat melihat pemandangan di depannya.

Bukankah itu terlalu indah! Sebenarnya ada beberapa pancuran di sisi kolam renang panjang. Kedalaman kolam juga terbagi tiga, dengan penerangan yang cukup sehingga tidak menakutkan bagi Serena.

Serena melihat jendela kaca penuh yang dimanfaatkan sebagai dinding bagi ruangan itu. Pantas saja orang luar tidak akan menyangka di sini terdapat kolam.

Serena diam-diam puas dengan lantai empat ini. Mungkin akan menjadi area kesukaannya di masa depan.

Serena sedang berjalan menuju dapur kecil ketika ponselnya berdering. Dia dengan suasana hati cerah menerima telepon tanpa melihat nama kontak pemanggil dahulu.

"Halo?"

[Di mana kau sekarang?!]

Ibunya meraung di seberang sana.

16 Mei 2024

The French ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang