𝐒𝐞𝐦𝐮𝐚 𝐜𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐚𝐲𝐚 𝐭𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐝𝐢 𝐬𝐢𝐧𝐢 𝐡𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐟𝐢𝐤𝐬𝐢, 𝟏𝟎𝟎% 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐩𝐢𝐤𝐢𝐫𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐲𝐚 𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐝𝐢𝐭𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐝𝐢𝐛𝐚𝐜𝐚.
𝐒𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚𝐭 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚-♡!
•
•
•"Siapa bilang orang miskin tidak dapat menuntut ilmu di luar negeri? Siapa bilang pelajar dengan nilai terendah di kelas tidak dapat meraih kesuksesan? Siapa bilang seseorang yang tidak menempuh pendidikan tinggi tidak dapat menjadi kaya? Siapa bilang bahwa seseorang dengan kekurangan fisik tidak layak mendapatkan penghargaan? Siapa yang berpendapat demikian? Apakah ini hanya anggapan yang tidak masuk akal dari seseorang yang tidak bertanggung jawab?"
****
Cahaya matahari pagi menyelinap masuk, menari-nari di atas lantai ruangan kelas yang kosong. Debu berkilauan seperti butiran-butiran ajaib yang terbangun dari tidurnya, berputar dalam sinar yang hangat dan lembut. Bangku-bangku yang biasanya dipenuhi dengan suara dan gerakan siswa, kini terdiam, seolah menunggu sebuah mantra untuk membangkitkan mereka dari kesunyian.
Di luar, upacara berlangsung dengan khidmat. Suara lagu kebangsaan menggema, mengisi udara pagi dengan semangat dan kebanggaan. Siswa-siswi berbaris dengan rapi, mata tertuju ke depan. Namun, ruangan kelas tetap sunyi, seakan terpisah dari dunia luar, sebuah dunia yang hanya bisa diakses melalui pintu kayu jati yang sekarang tertutup rapat.
Tiba-tiba, suara pembubaran barisan memecah kesunyian. Pemimpin upacara, dengan suara yang tegas memberikan isyarat bagi siswa untuk kembali ke kelas mereka. "SELURUHNYA! TANPA PENGHORMATAN, BUBAR BARISAN JALAN!"
Namun, sebelum langkah pertama sempat diambil, seorang guru guru laki laki tua yang rambutnya sudah seluruhnya beruban, dengan wibawa yang tidak terbantahkan, mengambil alih mikrofon. "Siswa kelas 12," ujarnya, "Tolong tetap di tempat. Ada pengumuman penting yang harus kalian dengar."
Protes dan keluhan terdengar, alih alih berbaris dengan rapi, mereka malah berhamburan tidak jelas namun masih di dalam lapangan. Panas matahari semakin terasa, membuat kening berkerut dan pakaian seragam menempel di kulit.
Pak Harun tetap tenang, matanya menyapu lautan wajah muda yang menatapnya dengan kombinasi rasa penasaran dan kegelisahan. Di antara kerumunan, beberapa siswa nakal memanfaatkan kekacauan untuk melarikan diri, menyelinap pergi ke kantin.
Pak Harun, seorang wakil kepala sekolah bagian kesiswaan, berdiri di depan seluruh siswa kelas dua belas dengan raut wajah serius. "Perhatian, anak-anak," ujarnya dengan suara yang menenggelamkan keramaian.
"Minggu depan, kita akan mengumumkan nama-nama siswa yang terpilih menjadi siswa eligible. Ini adalah kesempatan emas bagi kalian untuk masuk ke perguruan tinggi impian kalian."
Beberapa siswa saling pandang, ada yang antusias, ada pula yang tampak cemas. Raut wajah mereka berubah, seakan-akan beban masa depan tiba-tiba mendarat di pundak mereka.
"Siswa eligible?" gumam Abel, salah satu cewek yang dikenal julit dan centil itu mulai cemberut. "Pak, kalau gak kepilih jadi siswa eligible gimana?"
Pak Harun menoleh ke arah Abel, "Siswa eligible adalah mereka yang akan mendapatkan rekomendasi khusus dari sekolah untuk melanjutkan pendidikan di universitas tanpa tes. Ini bukan hanya tentang nilai akademis, tapi juga tentang sikap, prestasi, dan kontribusi kalian di sekolah, jadi ya, sadar diri saja kalau tidak terpilih."
KAMU SEDANG MEMBACA
365 Day's with 365 Drama's
Teen Fiction"Sebenarnya gue mau ceritain kisah cinta gue dengan Rendra, tapi setelah gue pikir-pikir emangnya hidup isinya cinta doang? Kalian harus tau cerita gue yang lain!" -Wirviola Hannah. Satu hari satu drama, berarti seratus hari seratus drama. "Okay! 3...