𝐒𝐞𝐦𝐮𝐚 𝐜𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐚𝐲𝐚 𝐭𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐝𝐢 𝐬𝐢𝐧𝐢 𝐡𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐟𝐢𝐤𝐬𝐢, 𝟏𝟎𝟎% 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐩𝐢𝐤𝐢𝐫𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐲𝐚 𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐝𝐢𝐭𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐝𝐢𝐛𝐚𝐜𝐚.
𝐒𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚𝐭 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚-♡!
•
•
•Di tengah terik matahari sore, halaman rumah Viola bergetar dengan kegelisahan. Ibunya Fella dan Azriel duduk di kursi kayu depan rumah Viola, menunggu mobil travel yang akan membawa mereka pergi.
Koper mereka penuh dengan pakaian, pikiran mereka penuh dengan kekacauan, hati mereka penuh dengan rasa sakit.
Tadi pagi, kejadian yang mengerikan telah mengguncang rumah itu. Membuat rasa traumah yang sangat mendalam, dan rasa sakit yang tak terkira.
Nenek Fella, yang tinggal di desa Babulu, menjadi tujuan mereka. Di sana, di tempat yang jauh dari kota Samarinda, Ibunya Fella berharap mereka bisa menemukan kedamaian.
Fella tidak ikut pergi, dia masih akan tetap berada di Samarinda, di rumah Viola. Alasan Fella tidak ikut pergi bukan karena ibunya tak peduli, tapi Fella masih harus melanjutkan sekolah di sini.
Fella dan aku menyaksikan semuanya. Ibu Fella, dengan mata lebam dan luka di wajahnya, menggandeng tangan Azriel yang matanya terkunci menatap jalanan.
Mobil travel akhirnya datang, bergetar di jalanan aspal yang bersih. Ibunya Fella dan Azriel berdiri, mengangkat kopernya, dan melangkah menuju kendaraan itu. Di balik pintu mobil, mereka melambaikan salam perpisahan untuk Fella yang sudah menangis.
Mobil mulai berjalan dan meninggalkan dua gadis yang tetap berdiri di titik yang sama.
Tak lama terdengar suara motor, Viola menatap dua motor Kawasaki Ninja H2 yang berhenti di halaman rumahnya, dan dia baru teringat sesuatu, "Rendra!"
Viola panik saat melihat Rendra dan Liam, dia tadi berpura-pura sakit hingga membuat Rendra dan Liam datang menjenguknya.
"Hai Visa, apa kabar?" Rendra tersenyum, matanya menunjukkan kepedulian. Kemudian secara tiba-tiba, Rendra mengangkat punggung tangannya dan menempelkan ke dahi Viola, "Loh, udah sembuh?"
Viola terkejut dengan gerakan tiba-tiba itu, dia secara otomatis mundur dan membuang muka karena pipinya memerah, "U-udahh.."
Liam menyipitkan matanya, merasa bingung, "Visa? Nama dia Viola kan?"
Rendra tertawa kecil, "Visa is Viola Sa-" Rendra sengaja tidak melanjutkan kata-katanya.
Viola berusaha terlihat biasa-biasa saja meskipun jantungnya berdegup kencang, perasaannya campur aduk karena Rendra dan Liam datang di waktu yang tidak tepat.
Liam dari tadi memperhatikan Fella yang menunduk dan menutup wajahnya dengan sapu tangan, berusaha memastikan Fella sedang menangis atau tidak.
Viola yang menyadarinya tatapan Liam ke Fella langsung berusaha mengalihkan perhatian, "Emmm, kalian mau es jeruk gak?" tawar Viola.
Rendra tersenyum manis lalu mengangguk, Liam juga ikut mengangguk lalu mereka duduk di sofa.
Viola segera berjalan ke dapur, membuat Fella yang berusaha menutupi tangisannya menjadi panik dan mengikuti Viola. Gerak-gerik kedua gadis ini cukup membuat dua laki-laki di teras menjadi penasaran.
"Mereka kenapa?" bisik Liam.
"Gak tahu." jawab Rendra.
Beberapa menit kemudian, Viola kembali ke ruang tamu sendiri, membawa nampan dengan 4 gelas es jeruk ke meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
365 Day's with 365 Drama's
Teen Fiction"Sebenarnya gue mau ceritain kisah cinta gue dengan Rendra, tapi setelah gue pikir-pikir emangnya hidup isinya cinta doang? Kalian harus tau cerita gue yang lain!" -Wirviola Hannah. Satu hari satu drama, berarti seratus hari seratus drama. "Okay! 3...