4

111 11 6
                                    

Pekan olahraga tinggal beberapa hari lagi, dan peserta lomba dari klub sepak bola terlihat sibuk belakang ini. Termasuk Khaotung yang termasuk anggota inti.

Laki-laki itu terlihat sibuk. Seperti setelah jam pelajaran berakhir, Khao akan langsung pamit menuju ruang klubnya. Mungkin juga dalam waktu dekat ini, dia akan melakukan latihan intensif mengingat sekolah ini cukup dikenal karena sering menyabet juara sepak bola setiap tahunnya.

Book tahu kalau temannya ini cukup hebat dibidang nya kalau sudah terlanjur niat. Tak heran bila pelatih  sangat mengandalkan temannya ini.

Dia akan merasakan apa yang Khaotung rasakan sebelum nya. Disaat ia akan sangat iri karena sang sahabat tak akan mengikuti mata pelajaran.

Book mendarat kan wajahnya pada meja, rasa malas mulai menerpa. Tak tahu apa yang harus ia lakukan di sela jam istirahat pertama ini. Istirahat pertama hanya berlangsung 15 menit. Sekedar untuk menyegarkan  otak sebentar sebelum kembali lanjut ke pelajaran berikut nya.

Dan ya, sahabat nya itu ke ruang klub nya lagi. Meski Book merasa bahwa itu hal percuma karena waktu istirahat ini sangat terbatas. Tidak tahu apa yang harus dilakukan, ingin jajan dikantin pun rasanya sangat malas.

Jujur saja, dia tidak mempunyai teman dekat selain Khaotung. Tidak seperti Khaotung yang mudah bergaul, Book tidak bisa melakukan nya semudah yang temannya lakukan. Dan juga, inisiatif diri sendiri yang merasa bahwa para murid sengaja memberi jarak padanya.

Tidak begitu mengerti alasannya, namun kata Khaotung, teman-teman sekolah cukup takut dengan nya. Walaupun hanya beberapa.

Book bisa saja bersikap sok kenal atau mungkin sok dekat, tapi entah kenapa ia merasa lebih baik tidak melakukan nya. Karena itu, bisa diduga bagaimana keadaan nya bila temannya yang berisik itu tidak pernah ada disekitar nya.

Tapi, bisa saja. Tanpa temannya ia bisa belajar lebih serius. Dia sempat diomeli ibunya karena tidak pernah belajar dan terus-terusan bermain basket. Ibunya bahkan sudah menemukan hasil ujian nya kemarin entah bagaimana caranya.

Padahal dia dan ayahnya sudah sepakat untuk tidak memberitahu ibu.

Ya, meski nilai nya pas-pasan. Tidak seburuk yang dikira, namun ibunya tidak ingin menerima nya. Dia bilang dirinya masih bisa mendapatkan nilai lebih baik lagi kalau dia bersungguh-sungguh.

Sedangkan ayahnya sendiri tidak masalah bila ia dapat nilai buruk, karena ia yakin dengan potensi nya. Sebenarnya, bila dia mau ia bisa untuk mengikuti pelajaran.

Tapi rasa malasnya terlalu besar,dia tidak dapat berbuat banyak.

"Hey! Hey! Bukannya itu Force ya?"

Suara sayup-sayup dari beberapa orang yang tengah berkerumun, cukup dekat dengan bangkunya, terdengar oleh telinga nya. Hanya mengandalkan netra tajamnya, mencoba ikut melirik tanpa banyak tingkah. Tanpa ada seorang pun yang sadar.

Dan benar saja. Pria itu melangkah menyusuri lorong sembari berbincang dengan salah satu temannya. Hanya sebentar, dan tak terlihat lagi, karena telah berlalu. Menjauh dari kelas yang ditempatinya ini.

Meski hanya sebentar, tapi Book mensyukuri nya. Senyum pria itu layaknya serotonin baginya.

"Aaa~ ketua OSIS itu benar-benar tampan!" Ujar salah satu dari kerumunan tersebut.

Tanpa sadar, Book mengangguk pelan. Mengiyakan ucapan tersebut.

"Udah ganteng, baik, pinter lagi! Paket komplit!" Tambah yang lainnya, menimpali.

Lagi-lagi Book mengangguk setuju. Dagunya dibuat bergesek pelan pada meja.

"Lu bener, laki yang ideal gak sih? Sempurna banget!!"

Ketos? [ForceBook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang