PROLOG

721 60 10
                                    

Dear Readers, Happy Reading 💕

Hal pertama yang aku sadari adalah bahwa aku sedang dalam keadaan di antara alam sadar dan tidak sadar. Aku dapat mendengar bunyi bip... bip... bip... yang konstan dan terus-menerus, seperti bunyi air menetes dari keran yang tidak ditutup rapat. Bunyi itulah yang membangunkanku.

Kucoba berkata-kata dan meminta seseorang agar mengencangkan keran itu, tetapi lidahku terasa berat dan kelu. Aku mencoba membuka mataku, usaha yang juga tidak membuahkan hasil.

Kutenangkan diriku dan berusaha membuka mataku sekali lagi. Kali ini aku berhasil membukanya sedikit, tetapi aku harus segera menutupnya kembali karena ada sinar terang yang tiba-tiba membutakan penglihatanku.

Ketika mataku tertutup lagi, aku baru sadar bahwa ada sesuatu yang menempel pada hidungku dan membuatku sulit bernapas.

Sekali lagi kubuka mataku, tetapi kini lebih perlahan. Awalnya semuanya terlihat buram, namun lama-kelamaan aku dapat menangkap warna dinding di hadapanku. Putih keabu-abuan, ucapku dalam hati. Bunyi bip... bip... bip... yang tadi aku dengar menjadi semakin keras.

Bunyi itu ternyata berasal dari sebuah mesin di sebelah kiriku. Garis hijau pada layarnya melonjak-lonjak setiap detik, menunjukkan
aku masih hidup. Aku ada di mana ini?! tanyaku pada diri sendiri. Jelas-jelas ini bukan di apartemenku.

Aku sadar, aku terbaring di atas tempat tidur yang biasanya ada di rumah sakit. Rumah sakit?! Aku di rumah sakit?! Otakku berteriak, tetapi aku tidak mendengar ada suara yang keluar dari mulutku.

Kok aku bisa ada di sini?

Aku mendengar suara air dituang ke gelas. Tiba-tiba aku jadi merasa sangat haus. Aku mencoba menelan ludah dan membasahi kerongkonganku, tetapi mulutku terasa bagai ada pasirnya sehingga aku harus bersusah payah untuk menghasilkan air liur.

Ketika mulutku sudah terasa sedikit basah, kugerakkan lidahku untuk membasahi bibirku. Samar-samar aku bisa mendengar suara orang
bercakap-cakap, tetapi aku tidak bisa mendengar dengan jelas topik percakapannya.

Kualihkan perhatianku untuk mengenali sekelilingku. Ada jendela besar di sebelah kananku, dan rangkaian mawar putih, bunga favoritku, di atas satu-satunya meja
yang bisa aku lihat.

Aku tidak bisa memastikan waktu yang tepat pada saat itu. Sinar matahari yang masuk dari sela-sela kerai vertikal berwarna putih menunjukkan hari masih siang atau sore, yang jelas bukan malam.

Pelan-pelan kuangkat tangan kiriku dan terasa
ada jarum menusuk pergelangan tanganku. Selain itu, ada selang yang menghubungkan pergelangan tanganku itu dengan sebuah kantong cairan bening yang digantung pada tiang besi di samping tempat tidurku.

Aduhhh, pakai ada jarum pula di tanganku!
Ketika aku sedang menggerakkan tangan kananku untuk mencabut jarum itu
dari pergelangan tangan kiriku, tiba-tiba aku mendengar suara orang berbisik,

"She's awake."

Kualihkan tatapanku dari lenganku ke arah seorang wanita bule, yang dari pakaiannya jelas-jelas seorang suster. Tiba-tiba kulihat wajah Jisung, adikku yang terlihat cemas. Kemudian dia tersenyum lebar karena melihatku sudah sadar dan buru-buru berjalan menghampiriku.

Suster itu kemudian berdiri di sebelah kiriku, dan menggenggam pergelangan tanganku.

"How are you feeling?" tanyanya kepadaku, masih dengan suara berbisik.

Aku sebetulnya ingin berteriak kepadanya agar mencabut jarum yang menusuk-nusuk lenganku, tetapi yang keluar dari mulutku justru,

"Wah... teh." Kata yang ingin aku ucapkan adalah water, tetapi lidahku tidak bisa bekerja sama.

BLIND DATE || JENSOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang