12 - Jen's Family I

188 29 0
                                    

Dear Readers, Happy Reading 💕

Ketika makanan kami tiba, aku menyempatkan diri memperhatikan sekelilingku. Kulihat wajah semua anggota keluarga Jen jauh di atas rata-rata, bahkan bisa dibilang wajah Jen paling biasa saja dibandingkan mereka semua.

Untungnya mereka sedang sibuk dengan percakapan atau makanan masing-masing sehingga memberikanku waktu beberapa menit untuk bernapas.

"Bagaimana kabarmu? Maksudku sejak terakhir kali aku bertemu kamu," tanya Jen pelan.

"Saya baik-baik saja," jawabku pendek, sambil memasukkan sebagian california roll ke dalam mulutku.

"Apakah Mario masih suka mengganggu kamu setelah malam itu?" lanjut Jen, masih dengan suara pelan.

Mau tidak mau aku tersenyum mendengar pertanyaannya. Ternyata dia masih betul-betul ingat kepadaku.

"Nggak, dia sudah nggak pernah mengganggu saya lagi," jawabku.

"Baguslah. Aku agak khawatir soal itu," lanjutnya, kemudian kembali pada makan siangnya, meninggalkanku dengan mulut agak menganga dan hati berbunga-bunga.

Dia mengkhawatirkanku? Aku ada di pikirannya?

"Any more flat tires?" tanya Jen lagi, setelah beberapa detik.

"Nggak." Aku mencoba menyembunyikan ekspresi wajahku yang bisa memperlihatkan bahwa aku merasa ge-er dengan perhatiannya.

"Hidung kamu bagaimana?" lanjutku.

Jen menyentuh hidungnya sedikit, dan berkata, "Baik-baik saja," sambil kemudian tersenyum lebar.

"Kamu kenal kakak saya di mana?" tanya Vernon tiba-tiba, yang diikuti dengan teriakan,

"Oowww, that hurts dude!" Kulihat Jen sedang menghunjamkan tatapan tajam ke arah Vernon, yang sedang meringis kesakitan.

"Bagaimana kalau kita biarkan mereka makan dulu sebelum kamu interogasi." Ibu Jen menolongku. Aku memandangnya dengan tatapan penuh terima kasih.

"Bagaimana pihak rumah sakit memperlakukan kamu?!" teriak Alex dari ujung meja kepada Vernon.

"Seperti sampah, that's all I could say," balas Vernon.

"Saya kasih tahu saja, ya. Kalau kamu memutuskan untuk kuliah, jangan pernah mau masuk kedokteran," lanjutnya. Ia menatap Jisung, yang mengerlingkan matanya kepadaku dengan bingung.

Aku harus menahan tawa. Jisung memang berwajah dan bergaya masih seperti anak SMA. Dengan mukanya yang agak bulat dan tubuhnya yang kecil, aku tidak bisa menyalahkan orang yang menyangka dia baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-16.

"Kamu tahun keberapa sih?" tanya Vernon lagi kepada Jisung

"Tahun keempat," balas Jisung sopan.

Kulihat ibu Reilley menggeleng-geleng melihat kelakuan anaknya, yang seakan-akan tidak menghiraukan kata-katanya untuk membiarkan kami makan dulu sebelum bertanya-tanya.

"A senior. Kamu sekolah di mana?" kata Vernon, semakin antusias.

"George Washington."

Kulihat Vernon mengerutkan keningnya. "Itu bukan di Winston, ya? Aku nggak pernah mendengar ada George Washington High School di sini."

"It's in Washington D.C." Aku bisa merasakan Jisung mulai terhibur dengan main tebak-tebakan ini.

"D.C.?!" teriak Vernon terkejut.

"Dia sudah kuliah, blo'on. George Washington University, paham?" Kudengar Somi mengomentari dengan nada sarkasme.

"Aku nggak tahu deh bagaimana kamu bisa diterima kuliah kedokteran kalau kamu se-blo'on ini," lanjutnya.

BLIND DATE || JENSOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang