DUA

25 10 0
                                    

Weekend adalah hari favorit semua orang, salah satu orang itu adalah Kara. Sungguh jika ada orang yang tidak menyukai weekend, berikan tiga alasan yang bisa di terima oleh akal mengapa orang tersebut bisa membenci weekend.

Perpustakaan yang terletak di tengah-tengah kota. Kara baru mengetahui bahwa ada perpustakaan sebesar itu di kotanya.

Di temani oleh motor matic Scoopy miliknya, gadis itu menerobos jalan raya menuju salah satu tempat yang beberapa waktu ini menjadi tempat paling sering ia kunjungi.

Tiba di halaman parkir perpustakaan, gadis itu berlenggak masuk. Ia melihat sekitar, seperti biasa perpustakaan selalu ramai saat hari libur.

Gadis itu melihat jam di tangan, masih menunjukkan pukul 10 pagi. Ia kemudian berjalan menuju rak-rak buku yang tingginya menyaingi tubuh nya sendiri.

Setelah memilih buku apa yang cocok untuk ia baca hari ini, ia mencari tempat duduk.
Salah satu destinasi paling nyaman di perpustakaan ini adalah kursi paling pojok, jauh dari jangkauan mata orang-orang.

Gadis itu berdehem, lalu menaruh buku yang di ambil barusan dan meletakkannya di atas meja. Buku itu tak ia buka, hanya gadis itu perhatikan sembari sesekali menatap sekitar dengan senyuman merekah. Tak lupa ia berkali-kali menatap jam di tangan nya, entah apa alasan ia melakukan hal itu.

Cukup lama menunggu, manik Kara akhirnya berbinar. Ia membuka buku di atas meja, lalu berpura-pura membacanya.

Manik nya yang nakal bergerak menatap ke depan, tepat ke arah sosok laki-laki yang sedang berjalan pelan menyusuri rak-rak buku.

Setiap langkah dan pergerakan yang di lakukan orang di depannya tak luput dari perhatian gadis itu. Cukup lama menyusuri rak-rak buku, laki-laki yang sedang Kara perhatikan akhirnya duduk. Sungguh beruntung karena tempat duduk yang laki-laki itu pilih berada lumayan jauh dari tempat duduk Kara, sehingga gadis itu bebas menatap nya tanpa takut ketahuan seperti tempo hari.

Di sela-sela memperhatikan keindahan ciptaan tuhan, ponsel Kara berdering. Gadis itu terburu-buru meraih ponselnya. Kegaduhan kecil tercipta hanya karena ponsel yang berdering. Orang-orang yang berada di sekitar seperti nya merasa terganggu, hingga membuat Kara buru-buru mengangkat panggilan yang masuk. Karena malu dan tentunya takut ketahuan, ia merunduk masuk ke dalam kolong meja.

"Hallo?"ucap Kara berbisik,

"Kara, Lo jadi ke rumah ga sih!"

Empu di seberang telepon berteriak, hingga membuat gadis itu menjauhkan ponsel dari telinga nya.

"Gak usah teriak nyet! Gue gak budek ya"sahut Kara,

"Jadi ke rumah gak?" Tanya Haikal di seberang telepon.

"Gue sibuk"

"Sibuk ngapain Lo? Sibuk ngitungin uang peninggalan orang tua Lo?"

Kara berdecak, tangan kanannya bergerak meninju angin, berharap bahwa Haikal berada di depannya dan menerima tinjuan itu.

"Gue gak bisa dateng hari ini. Bilang aja sama bokap Lo kalau gue gak mau nikah muda. Males banget di kenalin sama om-om" kata Kara masih dengan suara yang berbisik.

"Cuma beda enam tahun doang, dia gak tua-tua amat kok. Ganteng loh orangnya"

"Emang seganteng apa sih!"

"Ganteng kayak-"

Belum sempat menuntaskan ucapan nya, Kara lebih dulu mematikan sambungan telepon tersebut. Ia berdecak di bawah kolong meja, merutuki Haikal juga karena menelepon di waktu yang tidak tepat.
Setelah menyelesaikan rutukan nya, Kara keluar dari kolong meja. Untung orang-orang kembali sibuk membaca, sehingga tidak ada yang terlalu memperhatikan keberadaannya.

GEMA MEMUDARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang