Chapter 1 | Found Out

494 362 53
                                    

𝑲𝒂𝒓𝒚𝒂 𝒊𝒏𝒊 𝒅𝒊𝒍𝒊𝒏𝒅𝒖𝒏𝒈𝒊 𝒐𝒍𝒆𝒉 𝒖𝒏𝒅𝒂𝒏𝒈-𝒖𝒏𝒅𝒂𝒏𝒈 𝒉𝒂𝒌 𝒄𝒊𝒑𝒕𝒂. 𝑫𝒊𝒍𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒈𝒂𝒏𝒅𝒂𝒌𝒂𝒏, 𝒎𝒆𝒎𝒑𝒓𝒐𝒅𝒖𝒌𝒔𝒊 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒆𝒃𝒂𝒓𝒌𝒂𝒏 𝒂𝒕𝒂𝒔 𝒏𝒂𝒎𝒂 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒕𝒂𝒏𝒑𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒔𝒆𝒕𝒖𝒋𝒖𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒌𝒖 𝒑𝒆𝒎𝒊𝒍𝒊𝒌.

•••
◆Disarankan memutar musik sebelum membaca untuk mendapatkan pengalaman lebih baik.

Angel Numbers by Chris Brown

•••

11 Januari, 2022.

Westminster School, London.

"Zyon!" Tatapan yang semula menghadap tulisan diatas kertas putih terangkat mengarah pada pintu masuk kelas. Lelaki pucat dengan napas tersendat-sendat itu mendekat gontai, belum menanggapi sorot penuh tanya dari iris biru terang sang pemilik nama. "Kau disuruh pergi ke ruangan kepala sekolah," ucapnya setelah beberapa saat.

Dengan kepala bertanya-tanya dia bangkit tanpa kata, langsung meninggalkan meja penuh buku yang tersusun hampir setinggi menara jam Big Ben. meninggalkan suasana kelas yang kembali kacau oleh perbincangan anak-anak. Sepanjang perjalanan dia tenggelam mencoba menggali segala perilakunya akhir-akhir ini yang bisa saja menjadi alasan sekarang dia menuju ruang kepala sekolah.

"Hey, Zy!" Fokusnya terpecah dan berbalik mendengar suara familiar itu. "Kau mau kemana? Apa tugasku sudah selesai?" Lelaki berambut gondrong itu merangkulnya akrab.

"Tersisa sedikit lagi." Dia menjawab sembari menatap lantai ubin kasar dibawah sepatu hitamnya. Berusaha mencoba tenang.

"Lalu kau ingin ke mana?" Tubuhnya tersentak mendapati bisikan dingin yang menjadi peringatan keamanan baginya. Dengan melihat berbagai tatapan acuh murid yang berlalu di koridor, dia bergetar di tempat.

"Kepala sekolah menyuruhku datang ke ruangan." Dia yakin, suaranya bahkan tak lebih bagus dari tikus terjepit. Dan dia benar-benar seperti tikus yang dijepit dalam cakar serigala kini.

"Mau apa orang tua itu?"

Rangkulan itu terlepas dan kini dia bisa melihat jelas perawakan lelaki itu. Seragam dengan jaket acak-acakan, kalung besi putih berbentuk salib, tindikan di hidung. Dan ya, itulah Marco, biang dari segala yang menimpanya kini. Ketika mata gelap lelaki itu mengarah padanya, dia mendapati matanya refleks melirik ke tempat lain.

"Pergilah lalu kembali dengan cepat! Aku harus mengumpulkannya karena Mrs. Palmer sudah mendesak." Marco berucap kasar sembari menggaruk rambutnya frustasi.

"Baik." Dia lalu melangkah melewati Marco dengan tertunduk. Tak ada orang waras yang ingin mencari masalah dengan cucu kesayangan pendiri perusahaan Cocho yang terkenal sebagai perusahaan makanan dan minuman terkemuka yang berbasis di Italia. Jadi, sebagai orang biasa yang beruntung, dia akan tetap menunduk seperti keinginan naluriah mereka.

Mengetuk pintu, suara berat pria menginterupsi untuk masuk. "Kemari dan duduklah." Seorang paruh baya dengan setelan jas hitam rapi duduk dibalik meja kayu tengah ruangan. Selesai menutup pintu dia pun mendekat untuk duduk berhadapan dengan pria tua yang masih tampak gagah dan bugar tak termakan usia—kecuali rambutnya, tentu saja. Setelah meletakkan tubuh penuh perhatian diatas kursi tulang punggungnya langsung kaku menebak-nebak alasan keberadaannya disini. "Berhentilah berpikir."

RavennaphileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang