CHAPTER 11: CHANGE

393 156 774
                                    

Penglihatanku mulai memburam, napasku terasa sesak, kepalaku pusing, dan tubuhku mulai lemas. Akibatnya, tangan dan kakiku yang tak henti meronta mulai kehilangan tenaga. Jeritanku semakin pelan, sementara bunyi live music di kafe makin kencang. Suaraku yang parau tak akan terdengar keluar. Perlawananku sudah makin lemah. Apakah aku akan berakhir viral di media sosial sebagai cewek yang dianggap murahan? Atau lebih buruknya, aku tak akan bisa pulang sama sekali. Mungkin mereka akan membunuhku! Aku akan keluar dari ruangan ini dalam keadaan sudah tidak bernyawa. Seumur hidup tak bisa menatap Mama lagi untuk terakhir kalinya. Mama… kota kelahiranmu ini ternyata banyak membawa luka untuk anakmu ini.

Namun, ketika aku akhirnya pasrah, keajaiban terjadi! Tiba-tiba seseorang mendobrak pintu, membuat semua yang berada di ruangan tersentak kaget. Seseorang itu berdiri ngos-ngosan di depan pintu. Mungkin ini hanya imajinasiku, karena orang itu terlihat seperti… Patrick!

“Sofia!” teriak seseorang yang dari suaranya meyakinkanku bahwa sosok itu benar-benar Patrick. Matanya mengilatkan kemarahan begitu melihat kondisiku yang sangat menyedihkan.

Patrick berjalan cepat menuju ke arahku. “Bangsat!” teriak Patrick penuh amarah sambil meninju wajah Leon begitu keras sampai tubuh cowok itu terpental ke meja di belakangnya sampai kacanya agak retak. Leon kemudian terjatuh ke lantai dengan bunyi berdebam disusul teriakan Serena dan kedua sahabatnya.

Melihat itu, kedua teman Leon langsung menyerang Patrick bersamaan. Namun, Patrick terlalu gesit, sehingga serangan kedua cowok itu hanya mengenai udara. Cepat-cepat Patrick melakukan serangan balasan. Dia mendorong kepala salah satu cowok itu hingga menabrak kepala cowok yang lain, mereka seperti dua banteng yang saling bertubrukan. Keduanya langsung ambruk seketika.

Patrick mengalihkan tatapannya pada Serena dan kedua sahabatnya yang kini berdiri dengan tubuh gemetar. Mata mereka menyorotkan ketakutan. Patrick maju beberapa langkah, lalu merebut ponsel Serena dan Amara. Kedua benda itu dibantingnya sekuat tenaga sampai pecah berhamburan. Tak cukup sampai di sana, kaki Patrick menginjak kedua ponsel itu hingga rusak total. Dia lalu mengambil ponsel Denita, dan melakukan hal yang sama pada benda malang itu.

Ketiga cewek itu berurai air mata dengan tubuh membeku. Tak berani beranjak dari tempat mereka berdiri sedikit pun.

Detik berikutnya, Patrick membuka jaketnya, lalu memakaikannya kepadaku, membuatku tertegun sesaat. Dia lalu memegang tanganku dengan lembut, kemudian membimbingku keluar ruangan. Tangan itu begitu hangat dan kokoh, menawarkanku perlindungan. Ternyata beberapa orang pegawai kafe terpaku menatap kejadian tadi di depan pintu private room.

“Semua kerusakan ini, mereka yang tanggung!” tukas Patrick pada salah satu pegawai. “Lain kali, kalian harus lebih peka. Kalau ada orang teriak-teriak, cepat-cepat kalian cek. Jangan sampai kejadian seperti ini terulang lagi!” semprot Patrick, yang direspons anggukan mereka. Dia lalu memapahku berjalan melewati para pegawai kafe.

Aku memaksakan tubuhku yang lemas untuk bergerak meskipun sangat lambat. Aku masih terlalu syok dengan kejadian barusan. Lewat ujung mata, aku melihat Yelena membawakan tasku. Sahabatku itu berjalan mengekori kami tanpa bicara apa pun.

Begitu sampai di parkiran, Patrick mengajakku dan Yelena masuk ke mobilnya.

Yelena menggeleng. “Aku tadi bawa mobil, you guys just go,” katanya dengan ekspresi sedikit murung. Dia menyerahkan tas kepadaku, lalu memelukku erat-erat. “Kamu bareng Patrick aja ya,” bisiknya.

“Mobil kamu di mana, Ye?” tanya Patrick khawatir.

Setelah melepaskan pelukannya, telunjuk Yelena menunjuk mobil yang diparkir tak jauh dari sini. “That’s my car. Right there,” jawabnya.

Love Business / Unfinished Business (versi terbitan Elex Media Komputindo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang