5

2K 620 34
                                    

Bab 5

Tidak bisa dipercaya kalau hari ini aku bertemu dengan Nicole. Perempuan yang selalu disebut-sebut oleh teman-teman sesama pendaki jika kami berkumpul, terutama  Doni. Berawal dari pertemuan saat acara pembukaan café miliknya. Sejak kejadian itu semua mulai sibuk menjodoh-jodohkan.  Aku tidak terlalu antusias karena memang semakin lama semakin tidak berpikir lagi tentang pasangan. Lebih fokus pada perkembangan bengkel. Dan hasilnya bisa mulai kurasakan. Pelanggan bertambah, keuntungan semakin meningkat bahkan aku bisa memiliki tabungan kembali. 

Satu tahun ini kurasakan bagaimana nyamannya hidup sendiri. Kadang bisa pulang ke Medan saat long weekend. Atau jalan-jalan bersama teman-teman ke daerah terpencil. Merasa nyaman dengan kehidupan baru. Aku jadi mulai kembali menata rencana-rencana hidup yang pernah kukubur. Bukan egois, sebelum ini hidupku selalu dihabiskan untuk orang lain. Pertama mama lalu adikku, dan yang terakhir istriku. Sekarang aku hanya hidup untuk diri sendiri dan masa depan.

Pada awalnya aku banyak  merenung tentang penyebab perceraian yang sebenarnya. Menemukan kesalahan yang ternyata sebagian berasal dari diri sendiri. Misal, aku yang biasa bertemu Laura dalam keadaan wangi dan rapi, sejak punya bengkel jadi selalu pulang dalam keadaan bau oli dan kusut. Ditambah lagi dengan penghasilan yang tidak menentu. Apa lagi saat baru buka dulu, jauh bedalah dengan ketika masih jadi orang kantoran. Perbedaan dan kekecewaan kecil bertambah setiap hari. Sampai akhirnya Laura menemukan sosok yang sesuai dengan mimpinya. Pada akhirnya kuakui bahwa kami sama-sama salah.

Pagi tadi, aku menerima undangan dari Laura. Entah apa maksudnya mengundang mantan pada hari pernikahan. Gila saja! Sudah pasti aku tidak akan hadir. Untuk apa? Aku juga malas bila bertemu dengan keluarga besarnya. Undangan itu segera masuk ke tempat sampah. Jadinya seharian mood-ku  memburuk. Terbayang masa-masa indah kami dulu. Padahal semua sudah kukubur dalam-dalam.

Malas berada di bengkel, selesai mandi aku mengajak teman-teman  menghabiskan malam  main bilyar. Sudah ada tiga orang yang langsung setuju. Segera aku berganti pakaian. Rencana makan dulu sebelum ke sana. Daripada nanti kegiatan ngobrol terhenti karena perut lapar. Jujur aku kurang suka menu yang tersedia di café Doni. Semua kekinian, sementara seleraku sangat tradisional. Terakhir aku menyemprotkan parfum sebelum turun. Sesuatu yang sudah lama terlupakan. Daripada parfum expired?

Hampir pukul sembilan ketika satu persatu temanku muncul. Dan mereka semua menatap aneh padaku. Semua bertanya sama,

“Tumben lo wangi?”

“Masak, sih?” aku balik bertanya.  Baru sadar kalau tadi memang menyemprotkan parfum sebelum berangkat. Lalu di mana masalahnya? Aku jadi tertawa sendiri.

“Kenapa? Lagi jatuh cinta?” tanya Doni.

“Enggak, reflek aja tadi kebetulan ketemu dalam lemari.”

“Nggak mungkin setahun baru reflek. Ayo, siapa?” desaknya.

Aku hanya menggeleng. Kemudian meraih sekaleng bir. Mereka semua tidak beranjak, menunggu jawabanku selanjutnya. Aku jadi merasa kalau tatapan mereka berubah seperti sedang meneliti.

“Kalian kenapa?” tanyaku.

Semua menggeleng bersamaan dan akhirnya mengambil posisi masing-masing. Setelah itu obrolan segera beralih. Aku memang tidak ingin menceritakan apa pun tentang kehidupan pribadi. Biarlah semua menjadi milik sendiri. Lagian apa yang mereka pikirkan sama sekali tidak benar. Aku tidak sedang dekat atau mengejar siapa pun.

***

Jumat sore, aku bersiap. Rencana kami akan mendaki Merbabu. Mumpung besok tanggal merah, jadi bisa libur sedikit lebih lama. Seperti biasa kami berangkat dengan kereta api. Kali ini  berdelapan, ada tambahan dua orang pendaki perempuan. Selesai semua aku segera berangkat ke stasiun Senen. Nanti turun di stasiun Purwosari. Rencana pendakian akan lewat jalur Selo. Sesampai di Senen, teman yang menjadi pemimpin rombongan sudah menyiapkan semua termasuk tiket kereta. 

JANGAN PERNAH LEPASKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang