NARAYANA DI UJUNG HUTAN

33 17 2
                                    

 "Kastara, aku boleh nanya dikit nggak?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

 "Kastara, aku boleh nanya dikit nggak?"

**✿❀ ❀✿**

 "Jika dikau ingin bertanya lebih banyak pun tak apa." Kastara dengan ramah menjawab pertanyaan Nesca. Ia tahu kalau gadis di sampingnya memiliki banyak pertanyaan yang menyeruak dari dalam kepala, terlebih sesudah kejadian tadi.

 Gadis itu kembali terdiam sejenak. Walaupun sudah ada daftar pertanyaan ingin ia ucapkan, tetapi ia merasa ragu untuk mengeluarkannya. Jadi, ia biarkan saja beberapa pertanyaan itu terpendam beberapa saat dengan raga mereka yang terus berjalan.

 Para penghuni hutan nan indah masih dapat dijumpai oleh mereka dari jarak dekat. Jumlahnya memang sudah tak seramai tadi, karena kemunculan ular Nabau yang menggemparkan seisi huan itu. Tetapi masih bisa dinikmati di sepanjang perjalanan.

 "Kamu tadi keren banget!" puji Nesca secara tiba-tiba, lalu bertanya, "Tapi kamu kok bisa punya kekuatan kayak gitu?"

 Yang ditanya malah tertawa kecil. Ia hanya menunjuk ke arah liontin merah di tangan kirinya menggunakan obor. Pria itu lantas memalingkan netra, menyusuri sisi hutan di sebelah kanan tubuhnya.

 "Aku hanya meminjam sedikit kekuatan milik Rawi saja tadi. Jelas tidak mungkin aku memiliki kekuatan seperti itu," jelas Kastara yang terkekeh.

 Lalu Ia menjelaskan lebih runtut kepada Nesca kalau sebenarnya Rawi juga bukan asli peliharaannya. Burung garuda itu hanyalah salah satu dari beberapa titipan seseorang yang cukup dikenali nya saat kecil, tetapi orang itu tak kunjung pulang untuk menjemputnya. Gadis di sampingnya itu berusaha mendengarkan dengan saksama, entah dimengerti atau tidak. Pria itu seolah menjawab seluruh keheranan Nesca, bahkan sebelum diutarakan oleh gadis itu.

 Tanpa sadar, kini mereka berdua telah memasuki sebuah lorong luas yang terbuat dari rotan. Lorong itu dihiasi oleh bunga anggrek dan beberapa tanaman menjalar nan indah, dengan warna-warni yang berkilauan ketika didekatkan ke sumber cahaya. Serupa pula dengan keadaan tanah di bawah kaki mereka. Sekali lagi Nesca dibuat takjub karenanya.

 Sudah terlihat dari ujung lorong itu kerlipan cahaya dari permukiman penduduk, membuat mereka mempercepat langkah. Air muka Kastara terlihat lega ketika melihat pemandangan di bawah dataran tinggi yang mereka pijak.

 "Inilah kota Narayana, ibukota dari kerajaan terbesar di seluruh Dwipayana!" seru pria itu girang.

 Lantas Nesca melihat ke bawah. Tampak di sana terdapat permukiman padat yang melingkari sebuah danau dengan pulau melayang di atasnya. Pulau itu bahkan jauh lebih bersinar dari permukiman di bawahnya. Ini adalah kali pertamanya melihat pemandangan semacam itu dari atas ketinggian.

 Sebelumnya ia hanya mendengar beberapa cerita dari orang lain, tanpa mengetahui keadaan sebenarnya. Ternyata, ini memang seindah yang diceritakan—bahkan jauh lebih indah. Ketika sepasang matanya sedang sibuk mengagumi tempat itu, tiba-tiba saja ia teringat sesuatu yang cukup janggal diucapkan oleh Kastara tadi.

NESCATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang