🦋 my epilogue

32 13 1
                                    

“Aku tidak akan memarahi mu wahai adikku, karena aku tahu kamu begitu menyayangiku dan semua yang kamu lakukan adalah demi keyakinanmu untuk terus melindungiku, sama sepertiku yang amat menyayangimu.” Dengan wajah pucat, kak Xiumin mengulas senyum lemahnya. “Tetapi sekali ini saja, ku mohon, jangan lakukan itu adikku.”

Bahkan setelah sepuluh menit berlalu setelah kematiannya, kata-kata terakhir kak Xiumin terus terngiang dalam pikiranku.

Ahaha, aku tahu bahwa pada akhirnya adikku ini akan menghancurkan sumber penderitaannya selama ini dan membuat dirinya menang.” Sambil terbatuk-batuk, kak Xiumin melihat ke sana ke mari, pemandangan yang mengerikan itu, tapi dia justru terlihat berpuas hati.

“Kak, ku mohon, jangan terlalu banyak bicara dulu, aku pasti akan segera menyembuhkan mu, kamu pasti akan bisa terbang di bawah sinar matahari lagi. Aku berjanji.” Tapi dia justru menyentuh pipiku sambil berbaring, menatapku penuh kelembutan, seakan hendak menenangkan pikiranku yang kalut.

Dengan lemah, dia menggeleng. “Tidak.”

Aku tahu apa yang akan dia utarakan. “Kenapa? Biarkan aku berbakti sekali ini saja.”

Dia bersikeras, “Aku ingin kamu menikmati hidup bebasmu yang telah sekian lama kamu nantikan, Chen.” Aku memegang punggung tangannya yang menyentuh pipiku, terasa begitu dingin. “Lagipula selama ini kamu sudah banyak sekali berbakti pada kakak, kok.”

Ku gendong tubuh kaku tanpa nyawanya keluar dari istana peri yang sedang menuju kehancurannya ini. Alunan melodi kepedihan dan hentakan semangat juang mereka untuk melawan monster-monster ku masih terus bergejolak, akan tetapi ada satu hal yang akan terus mereka ingkari, bahwa kehancuran mereka saat ini adalah ganjaran dari dosa-dosa mereka sebelumnya yang berlaku sebagai makhluk paling tinggi hingga dengan mudah memusnahkan kehidupan-kehidupan makhluk yang mereka anggap lebih rendah derajatnya.

Aku berhenti di depan gerbang raksasa istana para peri, ku panggil rekan kebanggaanku dengan siulan yang terdengar amat nyaring hingga menembus langit, lantas tak lama setelah itu awan berubah semakin gelap, angin berembus dengan kencang sampai-sampai suhu dinginnya membuat kulit merinding.

Sesuatu yang sangat besar dan ganas perlahan terasa mendekat, raungannya menjadi pertanda atas kedatangannya, siapa pun yang mendengar dan merasakan auranya akan membeku ketakutan hingga berkeinginan mengakhiri hidup.

Tubuhnya amat panjang hingga mampu menutupi 10% isi dunia, kulit gelap bersisiknya begitu keras dan indah sampai-sampai sanggup menjadi perisai tak terkalahkan dimedan perang, raungannya begitu menggelegar hingga memekakkan gendang telinga, belum lagi napas api beracunnya yang sanggup meluluhlantakkan sebuah peradaban hanya dalam semalam. Kini makhluk seperti itu menghampiriku dari atas langit, mempersilakan punggungnya untuk ku naiki.

Kak Xiumin... aku akan melakukan apa pun....

“Chen, aku ingin kau berjanji padaku.”

“Katakan lah, Kak.”

“Aku ingin kau terus hidup,” katanya, “tapi aku juga tak ingin menghalangimu untuk melakukan apa yang kamu yakini.”

Kak Xiumin terlihat begitu kesakitan tiap kali dia berbicara, tapi tak ada yang bisa ku lakukan untuk meringankan beban dipundaknya.

“Chen, berjanjilah pada kakak—uhuk.”

Aku bingung. “Kak... aku tak mampu berjanji.”

Dia menggeleng lemah. “Tidak, Chen. Aku selalu mempercayai kekuatanmu, kepintaranmu menemukan solusi ditengah himpitan ketidakmungkinan. Pegang lah kata-kataku dan percayalah, kau selalu mampu menembus batas-batas dalam hidupmu.”

Dancing With The Devil [XIUMIN × CHEN] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang