9. Khawatir

65 45 4
                                    


"Khawatir merupakan salah satu ungkapan hati yang tak ingin kehilangan."
-Backburner

📖📖📖

"Lo cari gue?"

Gadis dengan rambut pendek itu membalikkan badan menatap ke sumber suara. Aruna berdiri dengan Ankala dan Gania yang berada di belakangnya. Sasya, gadis itu menatap Ankala lama sebelum akhirnya menatap Aruna yang berdiri menatap aneh padanya.

"Gue cari Ankala, bukan lo."

Sasya berjalan mendekat pada Ankala. Perempuan itu tanpa malu langsung menggandeng tangan Ankala sambil tersenyum. Ankala menatap Sasya, ada apa dengan gadis ini.

"Maaf harus ngerepotin lo. Lo cuman gue jadiin alasan buat ketemu Ankala, salahin Ankala kenapa ngeblokir nomor gue." Sasya berkata sangat manja bahkan Aruna yang mendengar itu bergidik ngeri. Ternyata Sasya cukup agresif dalam hal mengejar cinta.

Ankala mendorong tubuh Sasya kuat sehingga perempuan itu melepaskan genggamannya. Dia kesal tentu, dia pikir Sasya sudah menyerah mendekatinya semenjak Ankala memblokir nomor gadis itu, ternyata Sasya malah semakin gila sampai-sampai menemuinya di kampus.

Aruna menatap malas ke arah Sasya. Dia menatap gadis itu yang menatapnya dengan aura permusuhan. Aruna benar-benar tidak mengerti mau dari Sasya, dia mendekati Angkasa tetapi di satu sisi dia juga mendekati Ankala. Sebenarnya apa mau gadis itu.

"Otak lo enggak waras lagi, gue udah bilang cukup jangan deketin gue. Gue cuman bilang kita bisa jadi teman, Sya. Kalau lo masih kayak gini gue bisa aja suruh lo buat jauh-jauh dari kehidupan gue."

Sasya berdecak sebal mendengar itu. Dia melipat tangannya di dada dan menatap Aruna yang masih berada di samping Ankala.

"Oke, fine. Tapi lo harus penuhi permintaan terakhir gue, setidaknya sebagai salam perpisahan. Kalau lo enggak mau gue bakalan selalu deketin lo Ankala."

Ankala diam. Permintaan Sasya sudah pasti di luar nalar, jika Ankala menerimanya sama saja seperti dia menyerahkan tubuhnya ke kandang singa. Tetapi, mendengar kata-kata terakhir Sasya juga membuatnya pusing. Dia jelas tidak mau diganggu oleh gadis gila seperti Sasya.

Dengan berat hati dia menjawab. "Satu permintaan."

Sasya bersorak kegirangan. Dia langsung menggandeng tangan Ankala dan hendak membawanya pergi. "Mau kemana?" ucap Ankala menahan langkahnya.

Sasya menatap Aruna yang masih menatap mereka berdua. Kali ini gadis itu tersenyum kemenangan di hadapan Aruna membuat Aruna rasanya ingin sekali mencabik cabik wajah Sasya.

"Nanti gue kasih tahu permintaannya."

Dengan pasrah Ankala menurut, tetapi sebelum itu dia berjalan dan membawa Aruna menjauh sedikit dari Sasya. "Nanti gue jemput," ucap Ankala pada Aruna yang memasang wajah kesal. Dia kesal melihat senyum Sasya.

"Gue bisa pulang sendiri," ucap Aruna menolak.

Ankala menarik nafas lelah. Kalau Aruna sudah marah padanya dia jadi bingung harus melakukan apa. "Gue jemput sekalian kita makan bakso kesukaan lo," ucap Ankala lagi. Dia harap kali ini Aruna bisa menurutinya.

"Apaan sih Ankala, enggak usah ngebujuk gue. Kalau mau pergi tinggal pergi, gue bisa pulang sendiri." Sentakan dari Aruna membuat Ankala kehabisan akal. Perempuan itu berjalan pergi setelah mengatakan itu.

"Oke-oke. Lo mau apa?"

Ankala mengejar langkah perempuan itu dan menghentikannya. "Arunaaa"

Suara lirih itu membuat Aruna membuang nafas beratnya. "Beliin novel terbaru."

BackburnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang