Bab 4

252 25 2
                                    

Setelah kejadian disekolah hari ini, abbiyya nampak menjadi lebih tertutup. Dalam hatinya ia merasa kesal dengan tingkah laku gadis itu disekolah.

Dan juga ia kesal dengan para manusia yang diberikan mata, telinga dan pikiran namun tidak mereka gunakan. Terlebih lagi... Bidzar benar-benar tidak mencerminkan sosok seorang kakak padanya. Tepatnya ke pada pemilik tubuh asli nya sekarang.

Saat ini sedang berada didalam mobil dengan Edwin yang menjemputnya tadi. Pria dewasa itu nampak bingung dengan abbiyya yang saat ini menampilkan raut cemberut.

"Apa ada masalah, tuan muda?"

"Nggak ada" jawab nya singkat. Sebaiknya ia tidak terlalu terpancing emosi tadi. Namun... Melihat bidzar yang sangat melindungi gadis itu membuat merasakan sakit. Apa ini perasaan Biya?

'seenggaknya kalau Lo mau gua bantu, Lo jangan tinggalin perasaan Lo. Gua gak suka sama perasaan ini'

Tidak lama mobil yang ditumpanginya pun sampai didepan Mension keluarganya. Edwin pun segera menghentikan laju mobilnya setelah memarkirkan mobil dan turun lebih dulu untuk membuka kan pintu.

Tanpa sepatah katapun, abbiyya langsung melangkahkan kakinya untuk segera masuk. Ia lelah hari ini. Ia ingin segera istirahat dikamarnya.

Namun baru saja ia membuka pintu ia sudah disambut oleh tatapan tajam dari beberapa pasang mata. Dapat ia lihat seorang gadis ditengah-tengah mereka yang menangis tersedu-sedu dengan wajah biru-biru.

Ia mengerutkan keningnya bingung. Apa lagi sekarang?

"ABBIYYA!"

PLAK!!!

Wajah abbiyya seketika tertoleh kesamping saat tangan wanita yang menjadi ibu dari tubuhnya menampar pipinya. Ia terdiam beberapa saat sebelum memberikan tatapan tajam pada wanita yang seharusnya ia hormati.

Sementara wanita didepannya terkejut saat melihat tatapan tajam yang ditunjukan padanya. Lalu dengan cepat merubah raut wajahnya menjadi tegas.

"Kamu berani sama saya?! Kamu berani melukai putriku lagi!? Apa kamu mau mati?!"

"Iya, saya mau mati! Kenapa? Mau membantu saya biar cepat mati?" Jawab abbiyya dengan entengnya membuat wanita yang berstatus sebagai ibunya kini terdiam kaku.

"Kenapa anda diam? Anda menuduh saya dan bertanya apa saya ingin mati? Dan saya jawab ya. Kenapa sekarang anda malah diam? Bukannya membunuh saya?"

"Ka-kamu... Kamu yang udah bully cila disekolah hari ini kan?! Kenapa kamu melakukan itu pada putriku?! Dia wanita gak seharusnya kamu lukai! Kamu sadar karena kamu saya--"

"Huh... Gak usah banyak bicara, singkatnya ada mengatakan saya membully tuan putri kalian disekolah, iya kan? Kapan. Kapan saya pernah membully putri kesayangan anda? Saya jadi bingung yang sebenarnya anak anda itu siapa? Saya atau dia? Kenapa anda lebih percaya ucapan orang asing? Dan apa anda tidak bisa membedakan luka lebam dan riasan? Saya yakin anda tidak buta. Jika anda tidak percaya coba bersihkan wajahnya. Saya tidak pernah melakukan apapun pada anak kesayangan anda. Justru anak kesayangan anda yang membuat tangan saya melepuh"

Wanita itu - Aliya - menatap kearah cila yang kini terdiam. Lalu pandangannya beralih kearah tangan abbiyya yang terbalut perban.

"Kalau tidak ada hal penting. Saya permisi" ucap abbiyya lalu pergi dari sana meninggalkan mereka diruang tamu yang terdiam karena ucapan abbiyya.

"Cila--"

"Hiks... Cila.. hiks.. maafin cila... Hiks hiks... Tapi hiks cila gak salah.. hiks cila cuma disuruh... Maafin cila Abang, mommy hiks hiks cila huaa"

Transmigrasi Boy_ABBIYYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang