Satu : Saus

137 17 3
                                    

Hari Rabu, hari paling membosankan sepanjang minggu. Maruko sebal sekali harus menghadapi pelajaran kelas lima yang semakin sulit. Belum lagi Bu Guru yang terus mengoceh tanpa henti meski Maruko tak paham satu kata pun yang ia jelaskan—sebenarnya dia hanya tidak fokus dan hanya memikirkan makan siang.

Namun, jika tak sengaja melirik Tamae di sebelahnya, ia merasa malu sekaligus kagum pada teman berkepang duanya itu. Dia selalu fokus dan serius dalam memperhatikan pelajaran yang diajarkan—berbeda sekali dengan Maruko.

Bosan melihat papan tulis yang permukaannya terdapat banyak tulisan dari batangan kapur, Maruko mengalihkan fokusnya ke sekeliling kelas. Formasi duduk mereka banyak berubah sejak saat mereka masih di bangku kelas 3.

Mungkin hanya dirinya dan Tamae yang bertahan di meja paling belakang dan duduk bersebelahan. Manawa juga masih duduk di seberang bangku Maruko bersama Yamane—yang entah bagaimana masih sering sakit perut. Dibarisan depan meja Maruko dan Tamae sekarang diduduki oleh Ono dan Sugiyama.

Maruko mengela napas panjang. Menyedihkan sekali hidupnya ini. Bukannya nyaman dibangku belakang—karena bisa bengong dan lebih santai—tapi malah lebih sering penuh sesak oleh fanclub idola kelas—yang menurutnya sendiri aneh dan berlebihan.

Maruko jadi ingat, suatu waktu saat minggu pertama di kelas lima, bajunya ketumpahan teh panas karena fans Ono saling mendorong dan menyenggol mejanya. Yang lebih menyebalkannya lagi, puding miliknya juga turut terkena teh panas yang tentu menghilangkan cita rasa pada puding itu.

Syukurnya Ono langsung meminta anak itu agar segera meminta maaf dan dia sendiri mengganti puding Maruko—yang tentu mengundang mata iri pada Maruko.

Pernah juga fans Sugiyama membuat Tamae terluka karena sekali lagi saling mendorong yang berujung Tamae terjatuh karena berusaha masuk lewat pintu belakang kelas—yang dipenuhi fans Sugiyama, karena saat itu si anak laki-laki baru akan berjalan ke luar menuju lapangan sekolah. Jika ditanya kenapa tidak lewat pintu depan kelas, alasannya karena di sana lebih menakutkan. Hanawa dan fansnya lebih brutal ketimbang fans Ono atau Sugiyama. Dan masih banyak lagi kejadian buruk yang menimpa dirinya dan Tamae karena fans tiga anak laki-laki itu.

Padahal ini baru bulan pertama di kelas lima, tapi rasanya sudah bukan sekali dua kali kedua gadis itu terluka atau terkena sial karena ketiga anak laki-laki sok keren itu. Yah, sebenarnya bukan salah mereka para gadis-gadis itu menggila, cuma siapa lagi yang harus disalahkan Maruko kalau bukan mereka bertiga.

Bel istirahat segera menyadarkan Maruko dari lamunannya, diikuti tepukkan ringan Tamae di bahunya. "Maruko, ayo mengantre makan siang. Hari ini menunya spaghetti dan jus jeruk. Oh ya, dan puding juga!"

"Hm!" Maruko mengangguk. Ia berdiri dan menggandeng tangan Tamae menuju barisan yang terbentuk untuk mengambil makan siang yang mulai dibagikan satu persatu oleh anak kelas yang bertugas.

"Tamae, kau berdiri di depanku saja!" Maruko dengan senang hati mundur ke tempat Tamae. Mempersilahkan sahabatnya itu maju.

"Terima kasih, Maruko!" Tamae tersenyum tulus. "Baik sekali Maruko membiarkanku mengantre terlebih dulu." Pikirnya dalam hati.

Tamae yang malang. Jika saja dia tau Maruko membiarkannya duluan karena ingin menghindari Fuyuta dan Maeda, dia pasti kecewa.

"Oh Hello, Baby!" Si bocah flamboyan menyapa, mengibaskan jambulnya yang masih terlihat sama dari dulu.

"Sial, tahu begini lebih baik berurusan dengan Fuyuta dan Maeda!" Teriak Maruko dalam hati. Ia berbalik dan memasang senyum yang amat terlihat dipaksakan ke arah tuan muda kaya raya itu. "Halo, Hanawa."

Little Cherry-BlossomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang