-Ⴆαɠιαɳ ƙҽʅιɱα

461 58 3
                                    

˚₊·͟͟͟͟͟͟͞͞͞͞͞͞➳❥ ꒰ ⌨ ✰ V e e ⁱˢ ᵗʸᵖⁱⁿᵍ··· ꒱ | ೃ࿔₊•
.
.

Amato dan istrinya—ibu dari tujuh bersaudara. Sudah pergi ketempat kerja mereka yang berada diluar negri saat Duri berada dirumah Fang. Tak perlu berpamitan padanya pun, mereka tetap akan pergi. Untuk saat ini pun Duri tidak terlalu peduli.

Setelah mengobati luka-luka ditubuhnya saat dirumah Fang, Duri memilih pulang. Tak lupa ia juga meminjam buku catatan anak itu.

Laptopnya masih menyala hingga saat ini, kamarnya sudah ia rapihkan sedari pagi, eum Duri bukan tipe orang yang suka suasana berantakan walau pada nyatanya isi kepalanya demikian.

Lagu—Mendarah, Nadin amizah. Mengiring pembelajaran Duri hari ini. Mengisi kekosongan yang nyata.

Duri sibuk mencatat, pikirannya berkecambuk, telinganya digunakan mendengarkan penjelasan materi. Musik yang diputar olehnya hanya penambah suasana.

Kepalanya kembali terasa pusing. Penglihatannya kembali memburam. Duri memejamkan mata sebentar, menggelengkan kepalanya berharap rasa sakitnya hilang.

“Jangan sekarang.. ”

Setelah 5 jam bergelut dengan berbagai rumus, pengertian, unsur-unsur dan catatan Duri menghela nafas sebentar. Tak lama pintunya diketuk secara kencang.

“Kak Aze berisik banget. ” gumamnya.

“WOI DUR MAKAN NGGAK LO. KALO NGGAK JATAH LO BUAT GUE. ”

Duri membuka pintu kamarnya pelan. Tubuhnya terasa lemas akhir-akhir ini. Ia memandang Blaze dengan senyum tipis.

“Yahh.. Lo kok keluar?. ”

Duri nyengir sedikit “Lapar kak hehe.. ”

“... ”

Disinilah sekarang Duri duduk diantara keenam saudaranya dengan sepiring nasi goreng dihadapannya. Suasana dimeja makan kali ini terasa amat tegang, entah karna apa.

Taufan dan Blaze yang biasanya bertengkar kini bungkam. Mereka akhirnya menikmati makan dalam diam.

Yang terdengar hanya suara alat makan yang saling bertubrukan.

“Duri.” suara Gempa memecah keheningan. Selama beberapa saat acara makan pun terhenti.

Duri menelan ludahnya dengan susah payah “Kenapa kak Gem?. ”

Gempa menatap Duri dengan dingin, tangannya mengeluarkan buku kecil dari saku hoodie lalu melemparnya ketengah-tengah meja makan.

“Nama lo udah ada 5 kali disana. ” Duri menatap buku yang Gempa lempar. Ia kemudian membuka mulut sebelum akhirnya menutup kembali.

Duri tahu betul buku apa itu—catatan keterlambatan siswa. Tak heran Gempa memegang buku itu, sebab Gempalah ketua osisnya.

Halilintar membuka buku tersebut lalu membaca tiap lembar halamannya. Iris rubynya semakin menajam.

“Sejak kapan lo berani telat Duri?. ” tanyanya.

Looking For Happiness [OG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang