────୨ৎ────
Suasana relung hati Duri kala itu menghangat. Pun dengan rasa nyaman serta aman yang mengelilingi, seolah dekapan Taufan mampu melindunginya dari segala rasa sakit.. dekapan itu.. rasanya hampir sama dengan dekapan Fang..
Mengingat Fang, ia belum sempat meminta maaf pada lelaki itu.
Tangisnya perlahan mereda, seiring dengan lengan yang beralih melingkar dileher sisulung kedua, membalas dekapan eratnya.
"Ri, maaf gue diterima..??"
Duri diam. Pertanyaan yang terlontar dari bibir Taufan.. terlalu tiba-tiba..
Perihal memaafkan itu, Duri tak menjamin. Kepala Duri digelengkan pelan dan Taufan paham maksud dari gelengan kepala tersebut.
Perlahan, ia sedikit mengendurkan dekapannya satu lengannya terangkat meraih pipi Duri. Manik biru tua Taufan menatap langsung manik zamrud anak dihadapannya.
"Sorry.."
Duri menerjap, ia lalu mengalihkan pandangan kesamping "Ga semudah itu buat dapet maaf dari Duri!." Ia lalu bersidekap dada.
Taufan sempat tertegun namun setelahnya terkekeh pelan "Jadi, ada persyaratannya??."
Duri menganggukan kepala "Iya, Fang juga kalau Duri sedang marah tidak hanya meminta maaf."
'Fang?..' Kali ini, Taufan yang terdiam. Sesuatu didalam dirinya terasa berdenyut, kala menyadari bahwa orang lain lebih tahu tentang Duri dibanding dirinya.
"Fan?"
"Ufan??."
"TAUFAN!."
Taufan tersadar dari pemikirannya sendiri. Ia menatap Duri "Ya?."
"Ngga, Duri pikir Taufan kesurupan.. habisnya bengong terus."
Oke—Taufan akui Duri itu sedikit menyebalkan. Taufan menghela nafas pelan.
"Mau apa?,"
"Huh?,"
"Fang biasanya nyogok lo pake apa??,"
Duri menaruh jari telunjuknya diujung bibir, sedang berfikir.
"Tergantung mood Duri." Taufan menghembuskan nafas kasar untuk kesekian kalinya. Ia memilik berlalu kearah ranjang, lalu mengambil ransel kecil berisi baju Duri.
"Loh.. mau kemana??,"
"Pulang, ayo." Taufan meraih lengan Duri lalu menggenggamnya.
Namun, Duri tak berkutik sedikitpun seperti.. tak ada niat untuk mengikuti Taufan.
"Ga ada penolakan Duri." Taufan menarik Duri, memaksa anak itu agar mengikuti langkahnya keluar dari rumah sakit.
────୨ৎ────
Dalam perjalanan menuju Rumah, didalam mobil hitam itu, Duri duduk disamping kursi pengemudi—Taufan. Ia menatap keluar jendela, melihat ramainya jalanan kota. Mengingat lama sekali ia tertidur dan terjebak diruangan bernuansa 'putih yang membosankan itu.
Taufan sendiri fokus menyetir, sedikit meredam kekesalan yang sempat hadir sebab Duri yang sempat menolak ikut pulang bersamanya.
Ia tahu, ia paham, rasa sakit dan kecewa Duri tak mungkin sembuh begitu saja. Namun, ia juga tak bisa membiarkan Duri berkeliaran diluaran sana.. didunia yang dingin.. dan begitu banyak kejahatan ini.
Setidaknya untuk sekali ini saja.. ia ingin, hidup dan menjaga Duri lebih lama.. mengganti setiap luka dengan tawa, ia ingin sekali tuhan memberinya kesempatan membahagiakan Duri..
Setelah sisulung pertama bercerita mengenai 'mimpi buruknya beberapa waktu yang lalu, ia menjadi sadar.. seberapa pentingnya Duri dan seberapa besarnya penyesalan yang akan mereka terima nanti..
Namun, semuanya seolah kembali meredup.. mereka sempat mengira Duri hanya butuh sosok 'Fang' disisinya. Mereka paham, Fang yang selama ini bersama Duri.. mengatasi luka dan dukanya.
Ada sedikit rasa iri dilubuk hati terdalam mereka..
Maka, Taufan takut.. takut Duri berpulang lebih awal dari mereka.. menghilang.. dan tidak ada kehadirannya..
Kehilangan Duri adalah mimpi terburuk mereka.
────୨ৎ────
Taufan melirik Duri sekilas, anak itu tengah sibuk memandangi ke luar jendela. Ke arah jalanan padat oleh kendaran dan manusia.
Tugas utamanya kali ini adalah.. mengejar maaf dari Duri.
Taufan terus melihat kedepan, sampai tatapannya jatuh pada toko ice cream ditepi jalan. Kala itu, ia mendapat sedikit ide. Ia akan membawa Duri kesana untuk singgah sebentar.
Ia menepikan mobilnya persis didepan toko es cream. Duri yang merasa mobil terhenti beralih menatap Taufan.
"Kenapa berhenti disini??," Taufan membuka seat belt, lalu membuka pintu.
"Turun." Titahnya.
Duri jelas bingung, namun ia tetap menurut. Ia turun dari mobil lalu menyusun Taufan. Ternyata, mereka berhenti ditoko ice cream.
'Kenapa Taufan membawa Duri kesini?'
Ia berjalan dibelakang Taufan. Kedua anak remaja itu masuk kedalam, terlihat lumayan ramai namun tidak terlalu. Duri hanya mengikuti, tak berharap lebih. Mungkin Taufan sedang ingin makan ice cream?
"Rasa?,"
"H-huh..??,"
"Ck, rasa apa?! buruan."
"M-matcha.." Duri refleks menunduk saat Taufan menatapnya dengan tajam. Taufan yang tersadar langsung menetralkan ekspresi wajahnya.
Taufan lanjut membayar lalu mengambil pesanan, dua cup ice cream matcha.
Ia lalu memberikan ice cream itu pada Duri, Duri terlihat ragu "D-duri ngga ada uang Taufan.."
Taufan tertegun "Maksud?,"
"A-aku ngga ada uang.."
"Ambil." Taufan tetap menyodorkan dua cup ice cream itu.
Duri menggelengkan kepalanya pelan "Ngga Tau—"
"Ambil!." Dengan lengan sedikit gemetar, Duri menerima dua cup ice cream itu. Taufan setelahnya berlalu, berjalan keluar dengan langkah lebar.
Duri dengan cepat mengejar, dengan berlari kecil sampai tak sadar sekitar. Ia tak sengaja menubruk bahu seseorang. Ia kemudian sedikit mendongkak, menatap orang yang tak sengaja ia tabrak.
"M-maaf.." Duri tertegun ditempat, seseorang yang ua tabrak tak lain adalah Fang..
"M-maaf Fang aku ga sengaja.." seseorang yang sudah lama ini tidak ia lihat.
Fang hanya menatap Duri sekilas sebelum berjalan tegak kedalam. Kedua lengannya ada didalam saku celana. Sedangkan disampingnya, ada seseorang..
Seorang perempuan dengan rambut pendek sebahu..
Duri tersadar ketika Taufan memanggil namanya dari dalam mobil. Ia segera masuk kedalam. Aura tak mengenakan ada disekitarnya, entah lah tapi dapat dilihat Taufan sedang kesal sekarang.
₊˚ʚ 🌱 ₊˚✧ ゚.
KAMU SEDANG MEMBACA
Looking For Happiness [OG]
Fantasíaժׁׅ݊υׁׅꭈׁׅꪱׁׁׁׅׅׅ ɑׁׅ݊ꪀᧁׁׅ꯱tׁׅ֮ ɑׁׅυׁׅ. ✎ᝰ.Sia-sia [ end ] Looking for happiness [ on going ]── .✦ 『ᴅᴀʟᴀᴍ sᴇɴᴅᴜ ᴋᴜ ᴅɪᴀᴍ ᴍᴇᴍʙɪsᴜ. ᴍᴇɴɢʜᴇᴍʙᴜsᴋᴀɴ ɴᴀғᴀs ᴘᴇʟᴀɴ ʏᴀɴɢ sᴀɴɢᴀᴛ ᴍᴇᴍᴜᴀᴋᴀɴ. ᴏᴋsɪɢᴇɴ ᴛᴀɴᴘᴀ ʙᴀᴛᴀs ᴋᴜʜɪʀᴜᴘ ᴋᴇᴍʙᴀʟɪ ᴅᴇɴɢᴀɴ ɢᴀɴᴀs. ᴍᴇᴍᴀsᴜᴋɪ ᴘᴀʀᴜ-ᴘᴀʀᴜ ᴅᴇɴ...