Dinner Pertama

2 0 0
                                    


Hari sabtu ini, pertama kalinya Clarin bekerja part time. Awalnya dia biasa saja. Tapi semakin mendekati jam 6 sore dia jadi bingung, apa pakaian yang harus dipakai dan apa dia harus menggunakan make up atau tidak.

Clarin terlihat gelisah dan beberapa kali melihat isi lemari pakaiannya.

Manda yang sejak siang tadi main di rumah Clarin bahkan bingung dengan tingkah teman dekatnya itu.

"Segitunya banget, Rin? Deg-degan nya?" tanya Manda diikuti tawanya yang terdengar sangat mengejek.

Clarin membalik badan dan menatap nyalang gadis yang sedang tiduran di kasur nya itu.

"Soalnya aku searching ternyata itu tempat makannya lumayan bagus." Clarin akhirnya mengungkapkan isi kepalanya.

"Ah, masa iya?" Manda yang tidak percaya akhirnya menjelajah internet untuk mencari tahu bagaimana tempat makan yang dipilih Wafda. "Apa nama restonya teh?"

"Braga permai," jawab Clarin cepat. Setelah itu Clarin duduk di kursi belajarnya sambil memperhatikan Manda dengan seksama. "Ya kan?"

"Yang depan mah lumayan yah, siapa yang nggak tau tempat ini kan, hehehe," kekeh Manda. "Interiornya agak vintage kumaha gitu, klasik tapi kayaknya bukan tipe restoran fancy banget kitu," ujar Manda mengungkapkan isi hatinya.

"Kamu pernah makan disana?" tanya Clarin dengan ragu.

Manda tersenyum memperlihatkan deretan giginya, "Belum sih. Can pernah."

"Coba kamu liat deh, itu harga makanannya. Lumayan kan? Kayaknya yang datang kesana bukan anak muda yang biasa aja kaya kita," jelas Clarin.

"Heh. Emangnya kita teh sebiasa itu? Jangan minder heula tuh," protes Manda dengan bibir yang maju. Dia kembali mencari tau menu apa saja yang disediakan resto itu. "Wah rada gelo yah, zupa-zupa 45 ribu. Kalau di kampus bisa buat makan kita berdua nya?"

Clarin mengangguk, "Masing-masing dapet ayam geprek plus nasi, sama jus."

Keduanya saling berpandangan lalu tertawa bersama. Ternyata mereka memang se-biasa itu. Bagi beberapa orang yang sudah berpenghasilan atau memang dari keluarga kaya, harga yang tertera dalam menu mungkin biasa aja. Tapi bagi mahasiswa sekelas mereka, itu masih tergolong mahal.

"Paket, Permisi. Go send, Kak." Teriak seorang laki-laki dari luar rumah Clarin.

Tawa mereka terhenti, Clarin segera keluar dari kamarnya dan menemui sang pengirim paket.

"Buat siapa, Pak?" tanya Clarin dengan sopan. Dia sedikit bingung karena tak ada anggota keluarganya yang titip pesan bahwa akan ada paket yang datang.

"Buat Neng Clarin." Si Bapak tersenyum ramah, sambil menyodorkan paket di tangannya. Sebuah totebag dari bahan kertas berwarna coklat.

"Tapi saya nggak pesen, Pak. Yang ngirim siapa?" Clarin menerima paket itu tapi masih ragu.

"Sebentar yah," ucapnya sambil mengecek handphone. "Yang ngirim namanya Wafda. Pacarnya ya? Surpride kali, Neng," kekeh si Bapak pengirim paket menggoda Clarin.

Bagaimana reaksi Clarin? Tentu saja dia malu.

Pipi Clarin langsung berubah warna menjadi sedikit kemerahan. Jantungnya sedikit berdegup lebih cepat. Meskipun bukan pacarnya, wanita mana yang tidak salting dengan perlakuan seperti itu. Oleh lelaki seperti Wafda.

"Surprise, Pak. Sunpride mah merek buah," kekeh Clarin mengalihkan obrolan.

"Oh gitu? udah ganti?" tanya si Bapak sambil terkekeh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dinner and Soul MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang