TOU. 04

543 73 4
                                    

Tetes demi tetes dari awan yang sedang menangis saat ini membahasi tanah yang kering. Jika biasanya orang-orang akan meneduh ketika hujan turun, tetapi tidak bagi si sulung keluarga Darmawangsa, ia justru senang bermain di bawah guyuran air hujan.

Dengan masih memakai seragam sekolahnya, Ruka bersenang-senang menikmati hujan yang turun di halaman belakang rumahnya. Entah mengapa rasa bahagia akan selalu tumbuh dalam hatinya ketika bermain dengan hujan.

Bagaimana dengan kedua adiknya?

Berbeda dengan Ruka, mereka lebih memilih untuk berlindung diri di teras belakang rumah dan menatap sang kakak yang sedang asik bermain.

Jadi sebenarnya siapa yang bungsu di keluarga ini?

Lima menit berlalu, Ruka yang mulai merasa bosan bermain sendirian pun mengajak kedua adiknya. Namun, tetap saja mereka menolak tidak mau, takut dimarahi bunda alasannya.

Karena jika sampai bunda nya itu pulang dan melihat mereka basah kuyup, bisa-bisa mereka akan mendengar omelan dari sang bunda yang sepanjang sabang sampai merauke.

Ruka pun mulai terlihat geram karena tidak ada yang menghampirinya, sehingga ia memutuskan untuk menarik paksa lengan kedua adiknya. Setidaknya sekali dalam hidup, mereka harus merasakan salah satu rahmat yang diberikan oleh Tuhan itu.

"Akh, Cici, dibilangin Rora gak mau,"

"Lepasin ci, Rita gak suka basah-basahan."

Mereka lagi-lagi menolak, namun Ruka masih mencoba untuk menarik kedua lengan adiknya. Jujur saja, tenaga mereka ternyata lebih kuat dari yang Ruka kira.

Badan mini itu harus menarik dua gapura?

"Ciciii ih, kan Rora jadi ikutan basah," keluhnya karena berhasil ditarik oleh Ruka. Walaupun genggaman Ruka terlepas saat menarik Rita, tetapi setidaknya ia berhasil membawa adik bungsunya itu ke ruang yang terbuka.

Ruka terkekeh, "Seru tau Ra, liat nih."

Tubuhnya berputar dan menari-nari bak ballerina di tengah hujan yang terus membasahi tubuhnya.

"Keren kan?" tanya Ruka dengan begitu pedenya.

"Keren enggak, kayak topeng monyet iya,"

"Sembarangan kalo ngomong, cici udah kayak idol korea gini masa dibilang topeng monyet," ucapnya begitu percaya diri.

Namun, Rora malah tak menanggapinya. Kakinya melangkah untuk kembali berteduh di teras rumah.

Ruka yang melihat itu pun segera menggenggam erat tangan Rora kemudian mengajari tubuhnya untuk menari-nari di bawah naungan hujan.

Jujur saja, lambat laun Rora mulai menikmati momen ini. Entah mengapa, tetapi dalam hatinya muncul perasaan yang sulit untuk dijelaskan. Rasanya seperti ada kebahagiaan tersendiri ketika setiap tetes hujan menyentuh kulitnya.

"CI RUKA," teriaknya ketika Ruka menghentakkan kakinya di genangan air yang membuat cipratan itu mengenai tubuhnya.

Ruka tertawa dan menjulurkan lidahnya. Tidak ada rasa kasihan, ia malah mengulangi perbuatannya.

Rora yang tak terima pun mengambil selang air yang ada di dekatnya, "RASAIN NIH CICI JAMET,"

Sudah basah tambah basah, begitulah keadaan Ruka ketika adik bungsunya itu terus-menerus menyemprotkan air ke arahnya.

Ruka, yang sudah tidak tahan lagi dengan siraman air yang tak kunjung berhenti, akhirnya melarikan diri sambil tertawa kecil. Ia berusaha menghindar dari hujan semburan adiknya.

Namun, Rora tentu tidak akan membiarkannya pergi begitu saja. Sambil tertawa terbahak-bahak, ia pun mengejar Ruka dan terus menyemprotkan air dengan selangnya yang cukup panjang. Hal itu sukses membuat Ruka semakin berlari kocar-kacir.

Three Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang