Aku terus berpikir keras untuk mencari alasan supaya Harry pulang terlebih dahulu agar aku juga bisa pulang. Gila saja jika aku tiba-tiba meminta jemput ayahku, lagipula ayah selalu pulang diatas jam 7 malam.
"Bagaimana?" Tanya Harry menunggu jawabanku untuk menerimanya menemaniku.
"Oke, baiklah." Jawabku akhirnya. Kenapa aku menerimanya? Itu karena suara Erin tiba-tiba terlintas di pikiranku. Ingat bahwa ia menyuruhku untuk bertanya pada Harry apa pendapatnya tentang Erin? Nah, aku akan melakukannya.
Aku merubah posisi duduk senyaman mungkin dan menghadap ke arah Harry yang tengah tersenyum puas karena aku sudah memperbolehkannya menemaniku.
"Harry, apa aku boleh bertanya sesuatu?"
Harry mengangguk atas pertanyaanku, "Ya?"
"Umm, apa kau dan Shein.. Apa berita yang tersebar itu benar?" Tanyaku membuat kening lelaki bermata hijau di hadapanku ini berkerut.
"Berita? Berita apa?" Hah?
"Berita kedekatan kalian?"
Kini Harry membelalakan kedua matanya lalu menepuk jidatnya dengan tangan kanannya sendiri. "Ya Tuhan, BHS memang penuh dengan manusia-manusia yang suka bergosip. Tentu saja tidak, Jaq. Aku dan Shein memang akhir-akhir ini dekat, namun kami hanya membicarakan soal majalah bulan ini, ia juga salah satu anggota jurnalistik sekolah." Jelas Harry.
"Oh? Umm, maaf kalau begitu.." Timpalku memamerkan deretan gigiku.
Harry terkekeh, "Memang kalau aku dekat dengan Shein kenapa?" Kini giliran ia bertanya padaku.
"Tidak apa-apa, lagipula aku hanya bertanya." Jawabku, "Oh ya, bagaimana pendapatmu tentang Erin?"
Harry melirik ke arahku sepersekian detik kemudian mengalihkan pandangannya kearah lain, ia terlihat sedang berpikir. Bagus. Kuharap ia menyukai Erin.
"Erin temanmu? Umm, ia gadis yang baik, ia juga manis."
"Apa kau menyukainya?"
"Apa?"
"Apa kau menyukai Erin?"
"Umm, untuk sekarang—"
"Hei, apa yang kalian lakukan disini?"
Sontak aku dan Harry menoleh kearah pintu keluar lapangan dan menemukan Zayn dengan tas gendongnya sedang berdiri disana memperhatikan kami.
Sial, baru saja aku akan mendapat jawaban Harry, tapi Zayn malah datang. Tapi tunggu, kenapa aku merasakan suatu kelegaan seolah-olah aku sudah menanti kehadiran Zayn daritadi? Oh, tidak, tidak. Itu pasti karena aku memang mau menghindar dari ajakan Harry yang menawarkan untuk mengantarku pulang, bukan karena aku menunggu Zayn.
Memangnya siapa yang bilang aku menunggu Zayn?
Tidak ada, lupakan.
"Kami hanya berbincang soal club jurnal." Jawab Harry singkat lalu tiba-tiba ia berdiri dengan membawa tasnya, "Jaq, maaf sepertinya aku tidak bisa menemanimu, aku baru ingat kalau hari ini aku ada janji. Aku minta maaf." Katanya lagi. Hei, ada apa ini?
"Oh? Oke, tidak masalah. Hati-hati dijalan, Harry."
"Ya, kau juga."
Harry kemudian berjalan keluar dari lapangan, saat ia berpapasan dengan Zayn di pintu keluar, mereka sempat bertatapan sebentar lalu Harry kembali melangkah pergi. Astaga sebenarnya ada apa ini?
"Kalian sedang apa?" Tidak kusadari bahwa Zayn kini sudah duduk manis di sebelahku.
"Kau sudah mendengarnya dari Harry, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BRAVE
Fiksi PenggemarA story between a 'brave' girl and an 'annoying' boy who hate each other. But like everyone says, "hate turns into love". Will they feel it too? Check this out! © 2014 Candyzzle.