Prolog. Bagaimana Ini Terjadi

1.1K 106 72
                                    

Aku, Freya. Aku adalah seorang remaja berusia 17 tahun. Aku saat ini tengah tengah duduk di bangku sekolah tingkat SMA, seharusnya. Aku terlahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Aku mempunyai seorang kakak perempuan, dan seorang adik perempuan. Aku sangat menyayangi mereka, ya walaupun terkadang kami memulai sedikit pertikaian jenaka hahaha. Tidak terdengar lucu. Tapi, yaaaaa setidaknya itu sedikit menghibur. Aku bahagia bisa tinggal bersama keluarga ku. Semuanya berjalan lancar layaknya sebuah keluarga harmonis pada umumnya. Namun, semua itu berubah ketika .....

"Ayah. Ayah bangun ayah."

"Kak, ayah kenapa kak? Kak ayah kenapa?"

"Kamu tenang. Kita bantu ayah dengan doa. Kamu tenang."

Di kala itu, aku tengah bersama dengan Kak Gita, kakak perempuan ku. Kami berdua tengah menjerit menahan perih melihat sosok ayahanda kami yang berjuang melawan kematian setelah mengalami kecelakaan. Adik kecil kami, Ella. Dia kala itu tidak menyaksikan betapa mengerikan, menakutkan, dan mencekam nya suasana kala itu. Kami sengaja menahannya untuk ikut dengan kami berdua kerumah sakit karena kondisi kesehatannya yang tak kunjung membaik.

"Kak, ayah."

"Ayah pasti bisa bertahan Freya. Percaya sama ayah."

Hening dentuman detak jantung semakin berdegup kencang. Kesunyian secara hebat mendekap perasaan. Suara setiap alat yang berusaha menopang kehidupan mulai menggema, menusuk, dan merobek pikiran. Tidak ada dari kami yang dapat berpikir tenang. Semua hancur. Hilang. Semuanya menjadi tak berharga. Setiap kepingan kenangan secara otomatis terputar dalam sebuah benak berantakan. Kami kala itu berdoa.

"Semoga ayah bisa di selamatkan."

Namun, kala itu takdir berkata lain. Kematian berhasil memenangkan pertarungan. Kami, untuk kedua kalinya kehilangan sosok berharga dalam hidup kami. Aku dan kak Gita, serta seluruh insan yang tengah berada disana melihat secara jelas. Melihat ayahanda kami berdua menghembuskan nafas terakhirnya dengan seluruh tubuh yang di balut lembut oleh perban. Melihat tubuh ayah kami yang secara perlahan mulai terbujur kaku dengan suhu yang, ayah. Kau tidak pernah sedingin ini.

Menangis pun percuma. Kami hanya bisa menatap kosong tubuh ayahanda kami yang menghilang di balik hangatnya dekapan kain putih. Hari ini, pada tanggal 24 Mei 2017, kami kehilangan sosok ayah. Kami kehilangan sosok panutan. Kami kehilangan seseorang yang selalu terlihat kuat dan hebat, dan kami kehilangan sosok yang sangat kami hormati dan banggakan. Selamat tinggal ayah. Kami akan selalu mengingatmu dalam kenangan berharga. Ayah akan selalu hidup dalam hati kami. Ayah akan selalu hidup di dalam pikiran kami, walaupun mulai sekarang kamu tidak lagi dapat melihat sosok wujud dari seorang ayah.

"Freya, ikhlasin ayah ya. Ayah udah ga sakit lagi."

Dekapan lembut kak Gita kala itu terasa begitu hangat. Dekapan hangatnya terasa sangat menenangkan. Dekapan sosok kakak yang terasa begitu berat. Aku dapat merasakannya. Walaupun tidak dapat berwujud fisik, namun aku tahu. Aku tahu. Aku dapat merasakannya. Begitu sosok ayah kami pergi meninggalkan kami bertiga, kak Gita langsung dengan sergap mengambil alih tugas sebagai sosok Ayah, sekaligus sosok ibu untuk adik-adiknya. Beban yang ia tanggung kini terasa semakin berat, terlihat dari pandangan kosongnya terhadap tubuh ayah kami yang sudah tidak dapat lagi memancarkan sebuah kehangatan.

"Kak Gita..."

"Kakak janji, kakak akan selalu hidup. Kakak tidak akan meninggalkan kalian. Freya, pegang janji kakak."

"Kak, Ella gimana? Siapa yang bakal bayar biaya pengobatan Ella kak? Ayah udah ga ada."

"Masih ada kakak, Freya. Masih ada kakak. Masih ada kakak."

Nadanya begitu meyakinkan. Nadanya begitu tegas, walaupun aku sebagai adiknya tahu kalau jauh di dalam hatinya. Kak Gita lah yang paling merasakan sakit di antara aku dan Ella. Dia harus bisa membagi tugas sebagai sosok Ayah, sekaligus sebagai sosok ibu. Dia harus bisa menjadi kepala keluarga, sekaligus seseorang yang memberikan seluruh kasih sayang kepada adik-adiknya.

Dengan perginya sosok ayahanda
kami dari dunia ini, kak Gita. Yang saat itu tengah duduk di bangku kelas VII sekolah menengah pertama, akhirnya memutuskan untuk berhenti sekolah. Dan dengan usianya yang masih berusia 13 tahun dirinya mulai berkelana untuk mencari pekerjaan demi menghidupi adik-adiknya.

Dan dengan begitu, dimulailah kisah kami bertiga. Tiga bersaudara yang hidup di dunia yang kejam ini dengan ikatan batin kami sebagai perlindungan atas segalanya. Kami berdoa kepada tuhan.

"Tuhan, semoga engkau hadir dan membantu kami."

...

Die Or Die -Prolog. Bagaimana Ini Terjadi

~ "Aku harus bisa mencari uang, bagaimana pun caranya!" ...

Hallo semuanya. Dengan kembalinya Freya untuk membantu author, akhirnya Author, Freya, dan kak Gita memutuskan untuk membuat cerita baru. Ini author buat untuk menunggu cerita yang satunya untuk berlanjut, dan aku mungkin akan slow update KARENA HARUS BUAT ARTIKEL, SIAAAAL.

Okelah, jadi untuk sementara author tidak akan ikut campur dahulu untuk kedua cerita ini, dan yang akan mengerjakan project cerita ini dan Ingin Bertemu, untuk sementara adalah Freya dan kak Gita. Jadi nanti ketika author kembali, author tinggal nulis. Okelah semuanya, jadi Sampai Jumpa!

Die, Or Die (Tamat) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang