Tiga Belas. Kebusukan Manusia

220 38 29
                                    

Kebusukan manusia... Walaupun memang tak semua manusia itu busuk, tapi mayoritas dari mereka memang busuk. Bukan hanya busuk, tapi bahkan sangat busuk. Mereka hanya peduli dengan apa yang di sebut, "Uang". Kebanyakan dari mereka hanya mementingkan isi perut mereka sendiri. Mereka lupa, kalau sebenarnya mereka itu mahluk sosial. Bahkan, sangking arogannya mereka, mereka lupa kalau ketika mereka mati, mereka tak bisa mengubur diri mereka sendiri.

"Kak Freya jadi mau ngikutin kak Gita diam-diam?"

"Iya. Tapi, kamu jangan ngomong sama kak Gita. Aneh banget ga sih, kamu juga pasti bingung kan apa yang di lakuin kak Gita. Setiap hari pulang sampai dini hari. Aku takut la."

"Iya kak. Kakak ikutin kak Gita aja, aku bisa jada diri kok."

"Janji sama kakak ga aneh-aneh ya kamu."

"Iya, janji."

Setelah aku mengikatkan diriku pada sebuah janji dengan Ella, aku langsung saja pergi menuju pabrik tempat kakak ku bekerja. Sungguh aku begitu penasaran dengan apa yang di lakukannya.

Waktu mungkin menunjukkan pukul 15:00-15:30, mungkin. Aku tidak tahu pasti saat ini sudah pukul berapa. Tapi, kalau aku melihat matahari, seharusnya waktu menunjukkan pukul yang aku sebutkan tadi.

Aku berjalan menyusuri kembali padat hiruk-pikuk menjijikan sebuah ibukota. Sama seperti hari biasanya. Kendaraan arogan terus memberikan polusi. Jeritan ketimpangan sosial masih jelas terdengar. Suara sandal yang teriak di atas aspal, masih terasa dengan begitu jelas. Banyak dari mereka yang masih mengadu nasib, dan juga banyak dari mereka yang menyombongkan nasib.

Jujur, aku tidak tahu jalan menuju pabrik tempat kak Gita bekerja. Tapi, aku ingat hampir setengah dari jalannya, karena dahulu aku dan Ella pernah mengikuti kak Gita secara sembunyi-sembunyi. Ya walaupun akhirnya aku dan Ella tetap ketahuan.

Setelah aku bertanya pada warga sekitar, sembari menutup mata, hati, telinga akan jeritan kemiskinan ibu kota. Akhirnya aku tahu kalau tempat kak Gita bekerja sudah tidak jauh lagi. Mungkin hanya sekitar 500 meter lagi, sampai tibalah pada saat pandanganku langsung terfokus pada satu area luas yang begitu besarnya.

"Jadi ini tempat kak Gita kerja." Gumam ku dan langsung saja masuk ke dalam pabrik. Namun, aku tidak langsung mencari kak Gita, melainkan aku mencari satu orang yang lain disini.

"Kak! Kak Lala!" Panggilku kala aku menatap seorang gadis yang tengah beristirahat di bawah pohon.

"Eh? Kamu adiknya Gita kan? Freya toh? Eh, kamu kenapa kesini? Adik kamu mana? Ga ikut? Berarti dia sendirian dong."

Ya, aku tidak menyangka kalau seseorang di depan ku ini ternyata cukup banyak bicara, dan sepertinya... Aku yakin dia akan menguras habis energi sosial ku.

"Iya kak. Tapi Ella udah aku bilangin untuk istirahat aja kok. Jadi, aku bisa kesini." Ujarku singkat saja.

"Eh, tapi kok." Kalala terdiam, lalu melihat sekitar. Kepalanya menoleh kearah kanan dan kiri, seolah mencari sesuatu.

"Kenapa kak?"

"Kok kamu bisa masuk sih? Kalau bukan pekerja itu harus lapor ke satpam loh. Anak kecil juga sebenarnya ga boleh masuk selain anak pemilik pabrik sama Gita."

"Aku ga tahu kak. Aku masuk-masuk aja. Toh ga ada yang jaga." Ujarku lalu kalala langsung menarik tubuhku kebelakang dirinya, membuat ku bingung dengan apa yang kalala lakukan.

"Kenapa kak?" Tanyaku namun kalala hanya diam, dengan suhu tubuhnya yang memanas. Aku saat ini menempel dan menyatu di punggungnya. Jadi, aku bisa merasakan suhu tubuh kalala.

"Diam. Jangan gerak sebelum aku bilang." Ucap nya malah mendorong tubuhnya ke belakang, membuat tubuhku terhimpit antara tubuhnya dan pohon besar di belakang ku.

Die, Or Die (Tamat) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang