Chapter 2

9 1 0
                                    


Suara derap langkah kaki yang tengah berlari memenuhi lorong sebuah rumah sakit ternama, terlihat seorang wanita tampak terburu berlari ke arah ruang operasi. Diikuti dengan dua orang pria yang juga berlari membuntuti wanita itu. Mereka adalah Keluarga Chaegun. Sang ibu tampak syok setelah mendengar berita tentang kecelakaan tragis yang dialami oleh putra semata wayangnya.


Didepan pintu ruangan operasi yang tertutup dengan lampu menyala merah, membuat sekujur tubuh Nyonya Lim Louyin bergetar dipenuhi ketakutan akan kondisi putranya. Sang suami, Tuan Lim Sanwu langsung mendekap erat istrinya yang mematung didepan pintu ruangan operasi.


"Sudah-sudah, anak kita akan baik-baik saja. Kita hanya perlu berdoa untuk kelancaran proses operasinya." Ucap Tuan Lim sambil mencium puncak kepala istrinya. Nyonya Louyin mencengkeram erat sebagian kain dari baju suaminya untuk menyalurkan segala keresahannya.


"S-saat di telepon dia berjanji kepadaku bahwa dia akan segera pulang ke rumah setelah selesai dengan pekerjaannya, dia juga sempat mengirimiku pesan teks bahwa dia dalam perjalanan pulang..." Nyonya Louyin menjeda kalimatnya akibat rasa sesak menghimpit dadanya.


"Mengapa Tuhan begitu tega pada putraku? Chaegun ku pasti sedang tersiksa oleh jahitan-jahitan itu, kau tahukan sejak kecil dia sangat takut jarum suntik." Kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut Nyonya Louyin menggambarkan betapa hancur dirinya saat ini.


"Aku tidak akan berdoa lagi pada-Nya jika ia sampai berani merenggut Chaegun dariku! Aku tidak akan pernah memaafkan-Nya!"


Disisi lain, seorang pria tua tampak berdiri memandang ke arah seorang supir yang nyaris menjadi korban kedua dari kecelakaan tersebut. Park Zuohee, kakek Chaegun menghampiri si supir untuk mengajaknya berbincang tentang kronologi tersebut.


"Bisa kita bicara sebentar, anakku?" Pinta Zuohee. Kata "Anakku" yang ditujukan Zuohee kepada sang supir memiliki makna dalam. Zuohee mengajar sang supir untum berbicara empat mata di tempat parkir mobil yang berada di lantai bawah tanah.


Sesampainya di tempat parkir, Zuohee tak langsung melontarkan pertanyaannya. Ia mengambil sebatang rokok lalu membakar ujung tembakaunya, asap mengepul keluar dari hisapan pertamanya. Ia menawarkan rokoknya pada si supir, dengan santai si supir mengambilnya satu lalu membakarnya.


"Jadi apa kau tahu berapa plat nomor mobil yang mencelakai cucuku?" Tanya Zuohee dengan santai. Pria tua itu tak mungkin melepaskan emosinya begitu saja, meski saat ini ia tengah murka dengan si pelaku.


Si supir berpikir sejenak, ia berusaha mengulik ulang rekaman kejadian itu di memori otaknya. Saat setelah ia berhasil mengerem truknya, ia bergegas keluar dari dalam kemudi truk. Mobil pelaku lantas melaju dengan cepat meninggalkan mobil sedan hitam milik Chaegun yang remuk tak bersisa.


"Maaf Tuan tapi saya tidak bisa mengingat nomor plat mobil pelaku.." ucapnya sembari menghembuskan asap rokoknya.


Zuohee kembali terdiam, ia bisa membaca kronologi tersebut. Beruntung, cucunya bergegas keluar dari dalam mobil yang remuk itu. Terlambat sedetik saja, ia bisa lenyap bersamaan dengan meledaknya mobil itu.


"Hah.... Terimakasih tentang penjelasanmu anakku, jika kau mengingat sesuatu kabari aku.." Zuohee lalu menyerahkan kartu namanya kepada si supir. Pria berumur enam puluh tiga itu kembali menuju ke ruang operasi, dari kejauhan Zuohee dapat melihat pintu ruang operasi terbuka bersamaan dengan para petugas medis mendorong ranjang rumah sakit berisikan cucunya.


Zuohee mengikuti kemana perginya para petugas medis membawa cucunya. Lorong demi lorong mereka lewati sampai pada akhirnya mereka tiba didepan ruangan bertuliskan ICU. Nyonya Louyin hendak ikut kedalam ruangan tersebut, berdalih ingin menemani putranya hingga ia tersadar. Namun dengan tegas, petugas medis melarang siapapun untuk masuk ke dalam kamar pasien.


Saat ini kondisi Chaegun dalam keadaan kritis dan divonis mengalami koma untuk beberapa waktu. Nyonya Louyin kembali terisak di pelukan suaminya.


Zuohee memutuskan untuk menghampiri menantu dan putrinya yang saling berpelukan, namun langkah terhenti ketika melihat sosok familiar tengah melintas didepannya.Ia tak sempat memanggilnya dan memutuskan untuk menghubungi seseorang.


"Aku punya tugas untukmu, suruh anak indigo itu untuk datang ke kantor ku besok pagi. Ada yang ingin kubicarakan dengannya."


#bersambung


There No Ending Between Us| @Rea x @ReyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang