Lima hari selepas pertemuan dengan Rama, Keira tampak sedikit lebih tenang. Tangisnya tak lagi bersuara, tatapan matanya tak lagi kosong dan dia mulai berpikir dengan tenang. Dia mengambil gawainya, memeriksa semua chat lama Irfan sebelum akhirnya kekasihnya hilang kabar."Rara bilang, kamu ga ada Tiga Tahun lalu. Tapi kamu ga ada kabar Dua Tahun ini. Jadi, yang ngabarin aku tiap hari dan perhatiin aku selama Satu Tahun, di Dua Tahun lalu itu siapa?"
Keira memperhatikan chat lama Irfan dan menyadari ada keanehan dari beberapa chatnya. Mulai dari gayanya, cara memanggilnya, dan perhatian yang diberikan. Semua jelas memiliki perbedaan, dan hal itu semakin membuatnya penasaran. Namun kontak yang tertera masih tak bisa dihubungi hingga pencarian juga akan sulit dilakukan.
"Loh Kei, kamu ga jadi ke toko bunga? Katanya kamu mau periksa beberapa toko bunga yang Irfan tinggalkan buat kamu?"
Keira mengalihkan fokus dari gawainya. "Tapi, Ra. Selama ini kan kamu yang ngurus toko bunganya. Aku,"
"Karena kamu udah balik, udah saatnya juga aku balikin semuanya. Toko-toko itu Irfan beli buat kamu,"
Keira tampak ragu. Hal itu membuat Rara tersenyum. Awalnya Rara sedikit hati-hati jika membahas Irfan, tapi beberapa hari ini temannya tampak jauh lebih tenang, sampai akhirnya dia mulai membahas hal-hal yang harusnya dia kembalikan pada pemilik aslinya.
"Kei, semua Irfan beli dengan memikirkan masa depan kalian. Termasuk rumah ini. Aku disini cuma numpang, jadi udah seharusnya juga aku pindah."
"Tapi Ra, kita bisa tinggal berdua. Kamu ga perlu pindah."
"Aku lupa ngasih tau kamu sesuatu. Aku mungkin harus pulang ke Malang, Kei. Aku udah lama tinggal di Jakarta. Jadi, aku udah buat keputusan, kalau aku bakal balik akhir minggu ini."
"Ra ...,"
Rara tersenyum, melihat kekhawatiran Keira. "Aku juga punya tujuanku, Kei. Tolong jangan tahan aku disini lagi. Yang perlu kamu ingat, hidupmu terus berjalan ke depan. Kamu mungkin kesulitan menerima kenyataan. Tapi pada akhirnya, Irfan ga akan balik selama apapun kamu tunggu. Berusahalah buat lupain dia dan jangan pernah dekati Rama.
Keira terdiam. Satu sudut bibirnya tertarik masam, membentuk senyum yang sangat tipis. "Maaf, Ra. Poin terakhir, aku ga bisa penuhi. Karena selama Jantung Irfan berdetak selama itu juga aku akan berusaha buat jadi satu-satunya," ucapnya dalam hati.
*
Rama baru saja selesai menjalani pemeriksaan di salah satu rumah sakit terbesar di Jakarta. Tak ada keanehan pada Jantungnya. Semua baik-baik saja. Rasa sakit yang sempat muncul lima hari lalu juga tak pernah muncul lagi. Hal ini membuatnya sedikit heran.
"Mas, kok malah diam disitu? Gimana hasilnya?"
Suara Sinta membuyarkan lamunan Rama. Sinta mendekat lalu memeluk lengan Rama dan berjalan bersama.
"Oh, hasilnya baik. Ga ada yang perlu di khawatirkan."
Senyum lega di wajah Sinta tercetak jelas. "Kalau gitu, hari ini kita bisa observasi gedung kan? Semua undangan sudah dikirim, persiapan kita udah Delapan Puluh Persen."
Rama mengangguk. "Ayo berangkat. Tapi nanti aku mampir toko bunga dulu ya, Sin."
"Toko bunga? Bukannya itu udah jadi urusan Wedding Organizer? Kita kan hanya tinggal terima bersih."
"Aku mau ngeliat makam orang yang donorin jantungnya ke aku."
"Oh, kalau gitu aku ga ikut deh. Habis reservasi aku pulang aja. Mas masih punya waktu buat antarin aku pulang kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Keira.
Romance"Aku menemukan dia (Jantung dan hati) Kekasihku pada pria yang telah bertunangan. Dia kekasihku tapi mencintai wanita lain dan mengabaikan rasa sakitku." Keira tak bisa menerima kenyataan telah kehilangan kekasihnya untuk selamanya. Janji cinta sam...