Linn dan Ralu berjalan menuju kantin melewati taman belakang sekolah yang sepi. Sebelum mereka sampai di kantin, seorang gadis dengan mata Heterochromia-nya mendekati mereka dengan terburu-buru.
"Kalian udah lihat di mading belum?!" tanya Ola dengan panik.
"Kenapa?" tanya Linn, lalu Linn berkata, "ada sesuatu yang penting?"
Ola segera mengeluarkan ponselnya dan membuka galeri. Sebuah foto tulisan panjang yang berada di mading sekolah. Kalimat per kalimat menunjukkan bahwa Linn-lah orang yang dimaksud itu.
"Pantes aja mereka natep aku terus," gumam Linn dengan suara kecilnya.
"Siapa yang nulis?" tanya Ralu setelah melihat foto yang ditunjukkan Ola.
"Ga ada yang tau, udah aku buang kertas itu tadi," jelas Ola.
Pagi tadi saat Ola datang, dia melihat para siswa yang terlihat sedikit berkumpul di mading. Setelah melihat sebuah kertas dengan tulisan aneh itu dia segera memfoto kertas itu dan menarik kertas dari mading lalu merobek-robeknya.
"Kalau ini bukan ulah orang terdekatmu, mana mungkin tulisannya bisa sebenar itu," sahut Ralu.
Tulisan di kertas itu memang ada benarnya jika Linn terlihat aneh dari manusia biasanya. Tapi Linn bukan penyihir, walau hampir mirip seperti penyihir.
"Yang tau tentang kekuatanku hanya kalian .... " Linn menjeda ucapannya lalu menatap mata Ralu dan berkata, "Dan Shie."
"Gadis aneh yang pernah kamu ceritain dulu itu?" tebak Ralu dengan cepat.
Linn tidak menjawab pertanyaab Ralu. Tidak ada yang akan tahu kedepannya apa yang akan terjadi kepada mereka, kecuali ada seseorang yang bisa melihat masa depan mereka.
"Hindari kerumunan Linn, jangan pergi sendiri," bisik Ola.
●
Hari-hari telah berganti, beberapa hari yang lalu hanya sedikit masalah yang terjadi. Ralu selalu menjaga Linn dari siswa lain yang kemungkinan besar akan merundung Linn.
Linn harus mengurangi kesempatannya untuk pergi ke kantin karena tempat itu terlalu ramai dan Ralu khawatir jika Linn tiba-tiba dirundung di sana. Linn harus membawa bekal sendiri, walau terkadang entah bagaimana ada cicak di dalam kotak bekalnya itu.
Matahari bersinar terang, hingga rasanya kepala Linn panas. Setelah pelajaran olahraga di lapangan, Linn berteduh di samping pohon besar bersama Ralu. Lapangan sekolah tidak terlalu ramai, namun tidak terlalu sepi.
Seorang gadis dengan rambut yang dikuncir dua tengah berjalan cepat ke arah mereka berdua. Dengan cepat gadis itu menampar Linn, Linn terdiam setelah kejadian yang baru saja terjadi itu.
Rasa panas dan perih menghampiri pipi kiri Linn. Gadis itu menatap penuh amarah pada Linn, tatapan penuh kebencian terpancar di matanya. Mata gadis itu sedikit merah, seolah gadis itu menangis lama sebelumnya.
"Kamu, kamu yang bunuh Emily kan!" Tunjuk gadis itu pada Linn.
"Apa? Aku gak ngelakuin apapun! Lagipula siapa Emily?" bantah Linn sambil menatap gadis itu.
Linn merasa dirinya tidak melakukan kesalahan apapun, dia tidak merasa takut karena dia tidak bersalah. Namun, rasanya seperti ada yang mengganjal di pikiran Linn, seperti ada yang terlupakan.
"Bohong! Aku punya buktinya!" Gadis itu bergerak menunjukkan sebuah pesan pembicaraan di ponsel miliknya.
Pembicaan itu berisi tentang Emily yang berencana menemui Linn di atas rooftop. Ada juga sebuah foto yang menunjukkan Linn tengah berdiri sendiri di rooftop itu. Kejadian itu tepat pada hari Senin, pada perayaan ulang tahun sekolah.
"Tapi aku gak ingat kalau aku ada di rooftop," tolak Linn.
"Bohong! Apa bukti ini kurang jelas?" Gadis itu menghela napas kasar dan mengatakan satu kata dengan penuh penekanan, "Pembunuh."
"Bisa aja itu hasil edit, Linn gak pernah ketemu orang yang namanya Emily itu," bela Ralu sambil menatap sinis ke arah gadis itu.
Semakin Linn ingat rasanya semakin membingungkan dan membuat kepalanya sakit, rasanya seperti sesuatu yang penting terlupakan begitu saja. Hal itu terjadi karena efek penggunaan kekuatan Linn beberapa minggu lalu, disaat ada sebuah kasus seorang gadis yang terjatuh dari rooftop.
Linn hanya mengingat saat waktu dimana gadis itu jatuh dari rooftop, Linn berada di lorong. Namun entah bagaimana tiba-tiba dia berada di UKS. Ingatan itu membuatnya merasa bingung dan pusing.
"Gak! Ini asli! Hasil editan Emily gak serapi ini!" bantah gadis itu dengan cepat.
"Tapi aku sama sekali gak pergi ke rooftop hari itu," jawab Linn dengan rasa ragu di hatinya.
"Intinya kamu pembunuh! Kamu yang bunuh Emily! Temenku satu-satunya!" Amuk gadis itu.
Tangan kanan gadis itu bergerak cepat menarik rambut Linn dengan keras. Linn segera melindungi rambutnya dan bersembunyi di balik tubuh Ralu. Gadis itu terus berusaha melukai Linn, namun sayangnya tubuh Ralu menghalangi niatnya.
"Hei sebelah sana! Bubar atau pergi ke ruang BK!" Seorang guru laki-laki menunjukkan raut malas dan menyuruh mereka diam tak membuat gaduh.
Gadis itu mengepalkan tangannya untuk menahan amarahnya.
"Kamu jahat!" Mata gadis itu terlihat memerah dengan perlahan seolah tengah menahan tangis, gadis itu memilih pergi dari sana.
"Kepalaku pusing mikirin ini," keluh Linn.
"Serasa ada yang janggal, aku inget pernah nyuruh kamu pakai kekuatanmu di UKS hari Senin itu." Ralu mengetuk-ketuk kepalanya dengan jari telunjuk tangan kanannya, dia sedang mencoba mengingat-ingat kejadian pada hari Senin.
"Hapus ingatan seluruh orang di sekolah ini," celetuk Ralu sambil menatap Linn.
"Berarti, kemungkinan besar aku emang pembunuhnya? Atau gimana?" ucap Linn dengan panik.
Ralu mengangkat bahunya sebagai jawaban, Linn merasa takut dan panik di saat yang bersamaan. Namun, tanpa disadari hal tadi menarik perhatian murid lain yang berada di pinggir maupun di tengah lapangan karena suara gadis tadi cukup keras.
"Jangan mikirin hal aneh dulu, pikir gimana cara mereka yang ngedenger pembicaraan kita supaya gak curiga ke kamu," jelas Ralu sambil menatap sekeliling mereka.
Beberapa siswa terlihat tidak peduli dengan mereka, namun ada juga siswa yang tengah menatap sinis ke arah mereka sambil berbisik. Linn yakin jika semua siswa pasti akan semakin merundungnya.
"Kalau aku pakai kekuatanku, ini makin nambah parah," lirih Linn sambil menatap ke arah bawah seolah menunjukkan rasa takut dan tidak percaya diri.
"Kemungkinan besar efeknya jadi seperti hari ini, jangan gegabah." Ralu menarik tangan Linn untuk pergi dari lapangan luas itu.
●
"Semakin terganggu pikirannya, semakin mudah aku merasuki tubuhnya." Suara tawa licik terdengar setelah dia mengucapkan kalimat itu dari mulutnya.
"Ah, aku yakin setelah ini aku bisa mengumpulkan kekuatanku lalu membalas dendamku." Tatapan senangnya tadi berubah menjadi tatapan serius dengan cepat.
Sosok itu menghilang dengan cepat diantara kegelapan, tak ada jejak yang menunjukkan jika sosok itu sempat berada di sana.
●
●
●
Ulala udah lebih dari 30 part, keren juga aku. VOTE GAK(^ω^#)
KAMU SEDANG MEMBACA
EDELSTENEN
FantasyMenggunakan sihir hitam dan melakukan perjanjian dengan iblis adalah hal yang salah. Seorang penyihir berhasil melakukan perjanjian terkutuk dan membuat masalah di masa depan. Linn dan teman-temannya bertugas menggagalkan rencara penyihir itu *** Ma...