∞
Di Euthoria Palace, tempat semua urusan negara dilakukan, Raja Benneth tengah duduk di kursinya, membaca seluruh dokumen negara yang sudah membuatnya muak. Didampingi dengan Duke Akram, Menteri Dalam Negeri dan Lord Simon, Kepala Parlemen, serta asisten pribadi, sekaligus Kepala Pelayan, Sir Matheo. Tidak terlupakan, seorang laki-laki yang duduk di sisi kanan, tidak jauh darinya, dengan beberapa tumpukkan kertas yang tidak kalah tinggi darinya.
Laki-laki itu adalah Putra Mahkota Eliron, pewaris tunggal tahta yang saat ini dia tempati. Usianya sudah menginjak 26 tahun. Tidak lama dari sekembalinya Eliron dari pertikaian yang terjadi di Teluk Calestial, yang menyebabkan terbunuhnya puluhan ribu barbarian.
Saat ini, Raja Benneth tengah 'menghukum' Eliron, atas ketidakacuhannya pada urusan dalam maupun luar negeri.
Dari sudut matanya, Raja Benneth melihat Eliron tengah memicingkan mata pada Sir Matheo, seolah meminta kepada pria berusia itu untuk membuat suatu alasan dan melepaskannya keluar dari pertemuan itu.
"Inilah alasan mengapa saya tidak membiarkanmu mengambil Luke Quent sebagai selirmu, Putra Mahkota Eliron," seloroh Raja Benneth. Eliron terperanjat di tempat duduk, tidak menyangka bahwa sang ayah memperhatikan gerak-geriknya.
Kening Eliron mengerut. "Luke masih bisa membantuku untuk mengejarkan semua ini dari dalam kamar."
Suara hentakan cap dan kertas yang saling bertemu seketika tidak terdengar. Orang-orang yang ada di ruangan itu terdiam dan saling memandang satu sama lain.
"Jaga sikapmu, Putra Mahkota," tegur Raja Benneth dengan suara lantang, tetapi masih dengan nada rendah. Ucapan Eliron sungguh tidak pantas terdengar di ruangan pertemuan itu.
Menyadari sikapnya, Eliron hanya menyengir. Sesungguhnya, laki-laki itu juga tidak menyadari ucapan yang keluar akan sesensitif itu.
"Temui saya setelah makan malam," ucap sang ayah lagi.
Yap. Nanti Eliron akan menerima 'ajaran' dari Raja Benneth sebagai seorang ayah. Setidaknya, itu lebih baik daripada seorang 'Raja Benneth' yang menegurnya.
Dari tempat duduknya, Raja Benneth menghela napas. Putra Mahkota Eliron sudah menapakai usia 26 tahun. Usia yang cukup matang sebagai pria dewasa. Namun, Raja Benneth tidak mendapati kesiapan Putra Mahkota itu terhadap tahta yang akan dia pegang. Bahkan untuk gelar 'Putra Mahkota' yang dia sandang sekarang, Eliron seolah lupa terhadap dirinya sendiri.
Tidak ada terlalu banyak prestasi yang bisa Raja Benneth ingat dari Eliron, selain dia adalah Ksatria yang begitu hebat, memimpin pasukan untuk menghentikan pertikaian di Teluk Calestial dan memiliki seorang istri serta tiga selir.
Bahkan Raja Benneth hanya memiliki seorang istri yang mendampinginnya sebagai ratu serta seorang selir dari pernikahan temurun.
"Yang Mulia, jika hamba boleh menyarankan untuk perbincangan mengenai jalur perdagangan darat ini, harus dilakukan secara langsung, oleh Yang Mulia sendiri." Duke Akram menyapaikan pendapatnya. "Jalur yang diarahkan oleh Kekaisaran Timur terbuka dari Paradise Hall."
"Perwakilan dari Kerajaan Herroch sebelumnya sudah meninjau bahwa tidak diperkenankan ada jalur terbuka dari Paradise Hall keluar, tetapi Kaisar Enaveh bersikeras untuk membuka jalur dari sana," lanjut Lord Simon.
Raja Benneth menghela napas. "Kendali kita atas Sumpah Leluhur dengan Kekaisaran Timur sepertinya mulai melonggar."
Dari lirikan matanya, Raja Benneth dapat melihat bahwa Eliron sangat tidak tertarik dengan pembahasan ini. Anak itu sedari dulu memang tidak menunjukkan ketertarikan pada urusan negara, ekonomi dan politik. Dalam hatinya, Raja Benneth begitu resah. Ditambah, tujuh tahun yang lalu, Eliron tiba-tiba mengambil pendamping yang begitu dia percaya sebagai selir. Raja Benneth mengusap kepalanya, pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paradise Hall [BxB]
FantasyPutra Mahkota Eliron naik tahta sebagai Raja, menggantikan sang ayah yang gugur dalam sebuah penyerangan. Lambat laun, Eliron menyadari bahwa penyerangan itu berkaitan dengan perebutan tanah yang sudah terjadi beratus tahun yang lalu. Dengan terjad...