𝐈. 𝐏𝐑𝐄𝐆𝐍𝐀𝐍𝐂𝐘

285 27 17
                                    

♧

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Di sebuah kamar ratu yang megah. 

Api yang setengah menyala di perapian sudah agak padam, namun ruangan tetap tidak terasa dingin. Malam ini adalah malam bersalju yang dingin dan permukaan marmer di ambang jendela terasa sedingin es karena angin sejuk yang menusuk tulang masuk melalui celah-celah jendela. Pinggiran tempat lilin logam dinodai dengan lelehan-lelehannya dan kumpulan api yang bergoyang dan berkedip-kedip di dinding seperti detak jantung manusia.

Tirai menawan berwarna sampanye bergoyang di bawah pantulan lilin-lilin kaca di dinding batu. Cahaya sebening kristal itu bak batu permata langka di dalam gua, tergantung malas di atas karpet tebal bermotif merah tua.

Menerawang menembus tirai renda yang indah, bisa terlihat seseorang yang tertutupi selimut tipis berbaring miring di atas ranjang megah yang empuk, beristirahat dengan mata tertutup.

Berdiri di samping ranjang, ada dua pelayan dan seorang punggawa memegang sebuah nampan. Mereka bertiga bergantian menasihati, “Yang Mulia, ini adalah cairan yang harus Anda minum setiap hari.”

Pria yang berbaring di sana sangat mengantuk hingga ia bahkan tidak bisa membuka matanya. Mendengar suara, ia hanya berbalik tanpa niat untuk bangun dan mendengarkan.

Dalam kamar tidur yang sunyi, hanya sesekali terdengar suara pakaian dan sprei bergesekan. Kedua pelayan yang berdiri di samping ranjang memegang nampan dan saling melirik, tak satupun dari mereka berani bersuara untuk membujuknya.

Melihat hal ini, punggawa dari departemen khusus istana meraih nampan berbingkai emas, bergerak untuk setengah berlutut di depan ranjang, dan mengulangi, “Yang Mulia Yves, silakan minum. Ini untuk melindungi Anda.”

“Berisik sekali.”

Sosok di atas tempat tidur akhirnya membuka matanya dan mengangkat alisnya yang indah dengan sedikit kesal saat ia setengah bangun.

Nunew mengulurkan lengan kurus sehalus sutranya dan meletakkannya di atas selimut. Lengan lainnya digunakan untuk menopang tubuh. Ia berkata, “pergi dan beritahu Zee kalau cairan ini terlalu getir. Aku merasa seperti akan muntah tiap kali mencium baunya. Jika ia terus memaksa, maka minum saja sendiri.”

Mendengar nama kecil Raja Erik, tangan Thomas gemetar dan ia nyaris saja menjatuhkan cawan berisi cairan merah di atas nampan. Sesaat kemudian, ia mengangkat nampan itu ke atas kepalanya dengan tangan gemetar, lalu menundukkan kepala seolah-olah merasa tidak layak mendengar satu kata nama asli raja mereka disebutkan ke telinganya sendiri.

Di saat yang sama, kedua pelayan di sana menjatuhkan diri untuk berlutut dengan bunyi berdebam dan meletakkan dahi mereka di atas karpet.

Nunew mengangkat kelopak matanya tak bisa berkata-kata dan melirik ke tiga orang yang berlutut di lantai. Keinginan untuk berbicara dengan orang lain yang akhirnya sudah ia kumpulkan benar-benar lenyap, hanya menyisakan keacuhan dan ketidaksabaran.

NIGHT HAS COME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang