BAB 4

3 0 0
                                    

Di pagi hari yang cerah, Viona dan Lingga duduk di meja makan, hanya ada suara alat makan yang terpadu. Viona memegang cangkir kopi dengan tangan yang masih sedikit gemetar karena kelelahan. Lingga menatapnya dengan perhatian.

Beberapa saat kemudian, Lingga akhirnya membuka percakapan. "Viona," katanya dengan suara pelan, "kemarin malam, siapa cowok yang mengantar lo pulang?"

Viona menghela nafas. "Namanya Alex," jawabnya. "Dia cowok yang gua ceritain di taman."

Lingga mengangguk. "Gue penasaran. Gimana dia bisa mengantar lo pulang?"

Viona tersenyum. "Dia menawarkan diri buat mengantar. Dan semalam kaki gue sakit, dia bersedia menggendong gue."

Lingga mengangkat alis. "Wow. Jalan kaki? Dari mana?"

Viona mengangguk. "Iya, dari taman. Udah ah, gue pamit"

Viona menyelesaikan sarapannya dengan perasaan yang campuran antara kenyang dan terburu-buru. Dia melihat jam di dinding dan menyadari bahwa dia harus segera berangkat kerja. Lingga masih duduk di seberang meja, menatapnya dengan perhatian.

Viona tiba di kantor dengan langkah cepat. Dia melewati lorong-lorong yang ramai, melihat rekan-rekannya yang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Dia mengambil tempatnya di meja, menyalakan komputer, dan memeriksa daftar tugas yang harus diselesaikan hari ini.

Saat dia membaca email dan memeriksa kembali desainnya, dia merasa sedikit lelah. Malam sebelumnya, dia menghabiskan waktu di taman bersama Alex.

Monika membuka pintu ruangan Viona dengan hati-hati. Wajahnya tampak serius, dan matanya memancarkan ketertarikan. Viona, yang tengah sibuk menggambar di meja kerjanya, menoleh dan tersenyum.

"Viona," sapanya ramah, "ada sesuatu yang ingin saya bicarakan denganmu."

Viona mengangguk dan menyuruhnya duduk di kursi yang tersedia. "Apa itu?"

Monika menunjuk ke layar komputernya. "Ingat desain milikmu ini? Awalnya Pak Agus menyebutnya terlalu kekanak-kanakan. Tapi sekarang, desain ini justru sedang laku terjual di kalangan anak-anak."

Viona melihat gambar desain yang ditampilkan di layar. Dia ingat. Desain itu yang membuatnya menangis terakhir kali. "Apa yang membuatnya begitu populer?"

Monika menjelaskan dengan antusiasme, "Kata orang-orang desain ini memadukan elemen-elemen yang disukai anak-anak: warna cerah, bentuk lucu, dan kesederhanaan. Desain ini menginspirasi imajinasi mereka di taman bermain."

Viona mengangguk. "Pak Agus mungkin berubah pikiran setelah melihat potensi bisnis dari desain saya. Jadi, dia ingin saya terus mengembangkannya?"

Monika mengangguk, "Benar. Seharusnya Pak Agus menerimanya dulu dari awal jika desain kamu itu tidak seperti apa yang dia pikirkan.

Viona tersenyum. "Saya tidak keberatan jika desain saya di anggap remeh. Saya akan tetap bekerja lebih keras lagi, Monika. Terima kasih sudah menyampaikan ini kepada saya."

Monika berdiri. "Saya yakin kamu akan sukses, Viona. Jangan ragu untuk bertanya jika ada yang bisa saya bantu."

Setelah Monika pergi, Viona merasa begitu bersemangat. Dia tidak bisa menahan kegembiraannya dan berteriak senang di ruang kerjanya.

"Ya Tuhan!" Viona berkata pada dirinya sendiri, "Desain gue berhasil! Dan Pak Agus bahkan mau mengembangkannya lebih lanjut!"

Dia melihat gambar desain di layar komputernya, dan senyumnya semakin lebar. Warna-warna cerah dan bentuk-bentuk lucu yang dia padukan tampak begitu hidup. Desain itu memang sederhana, tapi ternyata sangat menarik bagi anak-anak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MOON CHILDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang