-Ⴆαɠιαɳ ƙҽʂҽɱႦιʅαɳ

516 68 15
                                    

˚₊·͟͟͟͟͟͟͞͞͞͞͞͞➳❥ ꒰ ⌨ ✰ V e e ⁱˢ ᵗʸᵖⁱⁿᵍ··· ꒱ | ೃ࿔₊•
.
.


Beberapa hari kemudian..

Minggu.

Pandangannya hampa, tangan-tangannya terkulai lemas disisi tubuh. Disalah satu punggung tangannya terdapat infus yang tertancap sejak 4 hari yang lalu. Ia menghela nafas lelah kala dirasa semua tenaganya habis keluar dari pori-pori.

Matanya terpejam setiap rasa sakit mulai kembali datang menyerang. Asa telah lenyap dari hidupnya entah karna kecewa yang mana yang pasti atmanya telah menyerah.

“Duri, ayo makan. ” Suara wanita paruh baya memecah keheningan yang tercipta dikamar bernuasa hijau itu.

Duri menoleh sesaat sebelum menggelengkan kepalanya pelan. Buana penuh dengan manusia penipu itu mampu membuat Duri merasa tidak ingin ada lagi disana.

“Duri, ayo nak... Jangan seperti ini ya?? Duri ingin sem—”

“Duri tidak akan pernah bisa sembuh suster. ” Kinara—suster yang selama ini ah tidak lebih tepatnya beberapa hari ini merawatnya.

Sebab setelah kejadian dimana para saudaranya masuk kekamarnya tanpa izin, dan kejadian dimana ia disumbat oleh empat rokok. Duri benar-benar tumbang, awalnya Duri harusnya dirawat inap dirumah sakit, namun anak itu menolak dan dengan terpaksa saudaranya memperbolehkan Duri dirawat dirumah.

“Duri.. Mereka—”

“Mereka pun pasti berharap demikian. ”

Suster Kinara menggelengkan kepala pelan. Dia cemas, pasalnya tubuh Duri sudah semakin kurus. Setiap saat anak itu hanya akan memandang keluar jendela kamarnya dengan tatapan kosong.

“Duri, ayo kita ke-psikolog?? Mau ya??. ” Suster Kinara duduk ditepi ranjang Duri. Wanita itu mengelus surai Duri lembut.

Duri menggelengkan kepalanya pelan “Duri nggak gila suster. ” senyum tipis Suster Kinara sirna tergantikan dengan tatapan sendu.

“Duri sayang, ke-psikolog bukan berarti kamu gila okay? Kamu cuman butuh temen cerita, luapin semua yang kamu rasain.”

Kali ini Duri menatap Suster Kinara sebelum kembali memejamkan mata.

“Duri tidak mau. ”

“Suster bakal nunggu sampe Duri siap. ”

Duri menghela nafas, “Duri nggak akan pernah siap suster, Duri ngga akan pernah siap untuk bercerita bagaimana raga ini dan jiwa ini terluka dengan begitu hebat. Duri tidak ingin membuka lembar luka. ”

“... ”

—Rimoy(〃^ω^〃)

Kam, 20 juni.

|Lo bawa barang apa sampe tas lo dibawa abang gue??.
|Bales pesan gue Duri.

Jum, 21 juni.

|Lo nggak masuk.
|Kenapa??.

Sab, 22 juni.

|kamis nanti sekolahan tanding sama sekolahan sebelah.
|Udah dua hari lo absen.

Min, 23 juni.

|Kenapa pesan gue nggak lo bales-bales??.
|Lo ngambek sama gue??.
|Duri.
|Duri, sorry..
|Lo nggak ada kabar, gue khawatir.

Looking For Happiness [OG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang