Hari ini, usia Kaleisha genap 25 tahun. Hari yang sama dimana Kaleisha mendapat salam selamat tinggal dari laki-laki kesayangannya, Briantara Abimanyu Putra.
Laki-laki itu pergi dengan senyum yang akan Kaleisha rindu. Meninggalkan setumpuk kenangan berharga perihal seni mencintai sekaligus goresan luka dan kecewanya.
Abimanyu itu dunia yang Kaleisha cari. Yang ingin perempuan itu singgahi untuk kurun waktu yang sengaja tidak pernah ia tentukan. Setidaknya sampai perempuan itu cukup kenyang ditampar kenyataan tentang keputusan yang akhirnya diambil Abimanyu.
Keputusan untuk pergi.
Keputusan untuk tidak menjadikannya tombol opsi lagi.
Lain seperti angan yang selama ini diharapkan, lima tahun yang mereka berdua punya nyatanya tidak pernah berarti apa-apa.
"Taksinya dateng." Kaleisha bersiap bangun. Sedikit merasa lega sebab detik-detik canggung antara ia dan Abimanyu akhirnya terputus sampai sana.
Sebetulnya Kaleisha masih tak begitu yakin dengan keputusannya mengiyakan ajakan bertemu Abimanyu hari ini. Bukankah kedengaran lebih bagus jika tidak ada 'pertemuan terakhir' sebelum hari-hari saling merelakan?
"Aku antar." Abimanyu ikut berdiri.
Dua orang itu membawa langkah berat menuju pelataran depan kafe.
Abimanyu sama sekali tidak punya niatan untuk mengantarkan gadis cantiknya pulang. Dia tidak ingin Kaleisha semakin berlarut dengan luka lain yang ia cipta. Pikirnya dengan begitu, Abimanyu bisa belajar untuk tidak lagi terlalu peduli agar dirinya rela.
Selama berjalan, Abimanyu menatap ujung sepatunya dengan berbagai rasa bersalah. Ia ingin setidaknya bisa mengatakan sesuatu karena kesempatan menemui Kaleisha tidak bisa lagi akan semudah itu selepas ini.
Lalu ketika mendadak telinganya mendengar suara halus Kaleisha, Abimanyu mengangkat kepala.
"Makasih hadiahnya," kata perempuan itu.
Sulit sekali bagi Abimanyu untuk mengulas senyum. Harusnya bukan kepergian yang ia hadiahkan pada Kaleisha di hari spesial perempuan itu. Meski tahu maksud Kaleisha adalah dua kotak kado pemberiannya, tetap saja Abimanyu seolah dililit benang ketidakberdayaan yang ia rangkai sendiri.
"Aku harap kamu suka." Suara Abimanyu agak getir.
Kemudian, tak ada lagi yang berbicara. Siapapun yang melihatnya mungkin bisa langsung dapat menebak se-canggung apa komunikasi mereka saat itu.
"Maaf... Aku nggak tahu mau ngomong apa karena aku takut cuma bisa ngecewain kamu lagi. Tapi kalo boleh berharap, aku mau kita punya lain waktu buat ketemu."
Tak hanya Abimanyu, Kaleisha pun mengaku dirinya kehilangan kata-kata. Situasi mereka kepalang rumit dijabarkan. Keduanya sama-sama linglung mesti mengungkapkan versi selamat tinggal dengan cara bagaimana.
"Buat?"
Bahkan dari nada bicara Kaleisha kini saja, Abimanyu menyadari perbedaannya. Kaleisha mungkin kelewat lelah menyikapi keadaan. Membuatnya tidak banyak berharap tentang mereka berdua di lain waktu, entah di masa kapanpun itu.
"Aku pengen pastiin senyum kamu lebih cantik setelah ini."
Giliran Kaleisha yang bungkam. Kehilangan cara untuk bereaksi seperti apa.
Hingga langkah kaki mereka lalu terhenti di dekat taksi yang terparkir, suara Abimanyu juga turut menghentikan gerak tangan Kaleisha yang hendak membuka pintu mobil.
"Aku... boleh peluk kamu? Lima detik aja."
❀❀❀❀❀
"Nih, ya, Rev. Biar gue kasih tahu satu hal yang mungkin baru pertama kali lo denger."
KAMU SEDANG MEMBACA
ÂME SOEUR; Never Forever | ASAHI
FanfictionBanyak yang bilang, jika bisa membuat seorang seniman jatuh cinta, maka kita akan abadi di dalam karyanya. Bukan tanpa alasan kalimat itu bisa tercipta. Layaknya mereka, Arshaka juga mengabadikan kesayangannya. Merayakan Kaleisha dengan lantun puja...