"Arah pertanyaan kamu ketebak banget, Arshaka."
Perkataan itu seakan terulang hingga tiga kali masuk ke telinga Arshaka.
Tampang kalem Kaleisha meski sudah diberi penuturan nyata macam itu semakin membuat kewarasan Arshaka amburadul. Kalau begini, Arshaka siap menyerahkan diri untuk meleburkan tubuhnya dalam pesona dan tenangnya perempuan itu. Mungkin juga karena Arshaka yang memilih jatuh lebih dulu, tidak heran jika dirinya bisa saja kembali ke era remaja dimabuk asmara.
"Maaf kalo DM saya cukup mengganggu. Terus terang, saya udah tertarik lihat kamu dari lama. Saya nggak tahu kenapa nggak dari awal punya keberanian ngajak kamu ngobrol. Selama ini, saya cuma mampu perhatiin kamu dari kejauhan."
Arshaka pernah nekat memotret Kaleisha sekali. Sebuah foto candid dimana perempuan itu sedang berbincang hangat dengan seorang barista.
Meski sudah seperti menemukan berlian tersembunyi karena saking menawannya Kaleisha di sana, Arshaka berpikir tindakannya tidak sopan. Sebab itu Arshaka putuskan untuk berhenti. Lebih memilih mengamati Kaleisha lewat binar bola matanya sendiri.
"Kamu mungkin nggak pernah sadar saya selalu ada di satu sudut Eden's Cafe nyaris tiap Minggu."
Persisnya di sebulan belakangan ini, Arshaka selalu mengambil waktu luang untuk sekadar nongkrong santai di Eden's Cafe. Gemar mengamati Kaleisha yang berkunjung cukup sering. Anehnya, Arshaka tak pernah menemukan Kaleisha mengisi salah satu meja untuk menikmati kopi atau menu lainnya di tempat. Perempuan itu hanya mengobrol dengan karyawan di sana, lalu kembali dengan menenteng satu atau dua minuman. Terkadang juga masuk ke dalam cafe entah pergi ke ruangan mana.
"Saya sadar, kok, yang satu itu."
Di tempatnya, Arshaka mendadak merasa tak bisa bergerak. Mulutnya diusahakan bicara demi dapat melontar tanya, "Gimana kamu tahu?"
Lawan bicara menarik garis bibir. "Kamu bukan orang awam yang mustahil nggak dipeduliin karyawan saya atau pengunjung lain."
"Cafe itu... punya kamu?"
Kaleisha mengangguk.
"Serius??"
Kaleisha tertawa kecil. Kapan juga dia menyangka bisa mengobrol langsung dengan Arshaka, kan? Situasi mendadak yang cukup mengejutkan ini memunculkan berbagai perasaan dalam diri Kaleisha. Meski tanpa suara, hadirnya dihargai. Kaleisha rutin menerima puja-puji di tiap unggahan terbarunya, dan siapa yang mengira orang dibalik itu rupanya Arshaka. Bolehkah perempuan itu mengaku pengakuan Arshaka berhasil sedikit membuat hatinya berdebar?
Baik, biar Kaleisha terangkan.
Jauh sebelum datangnya krisis terbesar antar hubungannya dengan Abimanyu, Kaleisha pernah mendapat kiriman hadiah dari si penggemar rahasia (yang mana dia ternyata Arshaka) yakni sebuah lukisan cantik.
Di sana, ada pula secarik surat yang memaparkan bahwa objek lukisan tersebut bukan lain adalah Kaleisha. Arshaka sendiri masih ingat ia menulisnya langsung dengan pinjaman pena dari Latrevo. Lantas setelah berbagai cara dipikirkan, Arshaka akhirnya meminta tolong seseorang untuk mengantarkan bungkusan itu pada Kaleisha.
Dari begitu saja Kaleisha kehabisan kata-kata. Dia benar-benar merasa teramat dihargai sampai hadirnya diabadikan seseorang yang sudah lebih dulu menerima cinta banyak orang.
Baru dua hari lalu Kaleisha bagai ditikam kenyataan oleh Abimanyu, semesta dengan kuasanya mendatangkan Arshaka kepalang tiba-tiba, lengkap dengan salam kenal pun pengakuan kecilnya.
"Kaleisha," panggil Arshaka.
"Karena saya rasa udah nggak perlu ngaku lagi... Dari kamu sendiri apakah keberatan dengan semua tindakan saya selama ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ÂME SOEUR; Never Forever | ASAHI
Fiksi PenggemarBanyak yang bilang, jika bisa membuat seorang seniman jatuh cinta, maka kita akan abadi di dalam karyanya. Bukan tanpa alasan kalimat itu bisa tercipta. Layaknya mereka, Arshaka juga mengabadikan kesayangannya. Merayakan Kaleisha dengan lantun puja...