Happy reading!
***
"ahh sial, mengapa harus tertinggal di rumah?"decak Paul saat menyadari ia melupakan satu berkas penting miliknya.
dengan terpaksa paul harus pulang dan mengambilnya sendiri. mengapa sendiri bukankah tadi ada Clara bersamanya? karena Clara sudah pergi berbelanja dengan membawa satu kartu kredit milik Paul. tidak mungkin juga ia harus menyuruh anak buahnya. Paul paling tidak suka jika ada yang memasuki kamarnya tanpa ada dirinya disana. bahkan jika ada yang ingin membereskan kamarnya, maka harus ada dirinya disana.
"untung nggak macet."
Paul segera memasuki rumahnya tanpa memperdulikan dimana ia memarkirkan mobilnya. tapi sepertinya ada yang aneh disini, kenapa ia baru menyadari saat memasuki kamarnya. sepanjang gerbang depan sampai pintu kamarnya, ia tidak menemukan satu orangpun disana. biasanya ia akan menemukan satpam yang menjaga gerbang, atau salah satu maid yang sedang berdiri di dekat pintu.
saat ia sedang mencari berkas yang ia butuhkan, sayup-sayup ia mendengar suara teriakan seseorang dan Paul sangat mengenal suara itu. tanpa memperdulikan berkas itu, Paul segera berlari menuruni puluhan anak tangga dan menuju halaman belakang rumahnya. Paul segerah merengkuh tubuh mungil itu, ia tidak memperdulikan rontaan yang Nabila lakukan.
"Nabila bukan anak haramkan."lirih Nabila.
Paul mengangguk pelan sebagai jawaban. jujur ia tidak tahu apa yang terjadi pada gadis ini, tapi ia tidak ingin membuat masalah semakin runyam dengan pertanyaannya. Paul tidak peduli jas mahalnya basa dengan air mata Nabila. Paul tidak peduli akan tatapan aneh dari orang sekitarnya. ia hanya ingin gadis ini kembali menjadi gadis yang ceria dan aneh tentunya.
Paul mengernyitkan dahinya saat merasa hembusan nafas yang terasa begitu hangat bahkan bisa dibilang panas menerpa lehernya. bukan hanya itu, ia merasa pelukannya pada Nabila semakin terasa berat.
"den sepertinya neng Nabila tertidur."ucap mang Diman.
Paul mengangguk lalu segera mengangkat Nabila kedalam gendongannya."bawa mama masuk,dan telpon dokter Santi, suruh dia kemari."
"baik tuan."
mereka segera melaksanakan perintah Paul, karena mereka tau Paul paling tidak suka menunggu. dua menit saja bagai dua tahun bagi Paul. selama pemeriksaan, Paul terus menggenggam tangan Nabila. ia bisa merasakan suhu panas disana. ia bingung, mengapa suhu tubuh Nabila bisa meningkat drastis setelah menangis tadi.
"bagaimana keadaannya,dok?" tanya Paul saat melihat dokter Santi sedang membereskan peralatannya. Paul juga melihat jarum infus tertancap di tangan kiri Nabila.
"dia terkena demam dan juga ada tekanan yang menyebabkan suhu tubuhnya melonjak drastis. sepertinya Nabila sedang menghadapi masalah sehingga dia merasa tertekan seperti ini. jadi saya memasang infus agar mendapatkan vitamin dan juga memperbaiki asupan makanannya."jelas dokter Santi.
Paul sedikit bingung mendengar ucapan terakhir dokter Santi."kurang asupan, bukannya Nabila selalu menjaga pola makannya, dok?'
"bisa saja dia melupakan itu disaat ia merasa tertekan Paul. sudah, kalau begitu saya pamit. masih ada pasien yang harus saya tangani. dan untuk Nabila, sebentar lagi ada seorang perawat yang akan merawatnya. sahabat Nabila dirumah sakit akan segera datang."
"terima kasih dok."
"sama-sama."
setelah kepergian dokter Santi, Paul hanya diam menatap Nabila. apa yang terjadi kepada Nabila hingga membuat gadis itu seperti ini?Paul bisa melihat raut kesedian di wajah Nabila. sepertinya ia perlu melakukan sesuatu agar sesuatu yang hilang dalam diri Nabila kembali lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan ku
Teen FictionNabila davira seorang perawat yang saat ini bekerja sebagai perawat seorang wanita paru Baya, ibu seorang CEO terkenal bernama Arrayan Paul Leonard cerita ini hanya karangan