Tembaga dan Tellurium

29 13 0
                                    

Bab 1: Tembaga dan Tellurium

Shoji melangkah masuk ke dalam kelas, diikuti keheningan seketika dari para murid. "Selamat pagi, anak-anak," sapa Pak Yudha, Wali Kelas 11-3 SMAN Wortha 01.

Dengan wajah dingin, Shoji menatap seluruh kelas. "Perkenalkan, ini murid pindahan dari SMAN Wortha 08. Ayo, kenalkan dirimu," ujar Pak Yudha, mempersilakan. Shoji menghela napas pendek, lalu berkata, "Gue Shoji Mezo, salam kenal," ucapnya singkat, disertai tatapan datar yang membuat murid-murid terpana.

"Fix, bener-bener khas Wortha 08 banget nih!" celetuk seorang siswi di depan, yang lain mengangguk setuju. "Akhirnya ada cogan juga di kelas kita," timpal temannya di sebelah.

Shoji tetap tak bergeming, mempertahankan ekspresi dinginnya. 'Biarkan saja mereka, jangan pedulikan. Kamu harus fokus, Shoji. Mamah sudah terlalu sering membelamu di depan ayahmu yang selalu membanggakan anak kandungnya,' suara ibunya terngiang di kepalanya, mengiringi gumaman para murid.

Pak Yudha mempersilakan Shoji duduk di bangku kosong paling belakang, dekat jendela. Pelajaran pun dimulai.

"Buka buku paket matematika kalian, halaman 187 bagian 2. Kita akan mempelajari matriks dan determinan. Jika ada yang tahu, silakan angkat tangan dan jelaskan," ujar Pak Yudha. Hampir semua murid mengangkat tangan kecuali Shoji. Pak Yudha yang menyadari hal itu langsung menunjuknya, "Shoji Mezo, bisa jelaskan materi ini?"

Dengan malas, Shoji berdiri. "Determinan adalah bilangan tunggal yang dihitung dari sebuah matriks. Matriks sendiri adalah array angka-angka. Determinan ini berguna untuk menemukan invers dari matriks dan punya banyak aplikasi di aljabar linear. Mungkin begitu, Pak." Beberapa murid bertepuk tangan, bukan karena mereka tahu materinya, melainkan karena ingin memprotes. Seharusnya pelajaran saat itu adalah bahasa Indonesia, bukan matematika.

Pak Yudha memang sering melakukan ini untuk mengetes murid-muridnya, tetapi kali ini ia tak menyangka menemukan siswa yang tak biasa.

Setelah Shoji duduk, tiba-tiba pintu kelas diketuk. "Oalah, Vivianne! Telat lagi, ya?!" tegur Pak Yudha ketika membuka pintu, melihat Vivianne yang cengengesan di depannya.

"Maaf, Pak. Tadi pagi saya naik sepeda terus bannya bocor. Nyari tambal ban, eh, tutup. Jadi terpaksa jalan kaki sambil nuntun sepeda," jawab Vivianne, mencoba memberi alasan. Pak Yudha menepuk dahinya. "Kamu selalu ada alasan! Berdiri di belakang kelas, satu kaki. Jangan mengeluh!" tegurnya. Vivianne menggerutu sambil berjalan ke belakang, "Coba aja gue gak keserempet motor tadi."

Selama pelajaran berlangsung, Vivianne berdiri dengan satu kaki tanpa protes, meski tampak lelah.

"Capek banget, anjir. Mana tadi pagi gue gak sempet sarapan lagi," gumam Vivianne frustasi. Shoji yang duduk tak jauh darinya berbalik dan berkata dengan datar, "Berisik." Vivianne melotot, terkejut. "Eh, anak baru, songong amat! Gue cekek juga mati!"

Shoji merasa seperti pernah mengenal gadis itu, tapi di mana?

Saat bel istirahat berbunyi, Vivianne meregangkan tubuhnya. "Aduh, pegel banget," keluhnya. Shoji terus menatapnya dengan dingin, membuat Vivianne merasa risi. "Gue punya salah apa sama lo?" tanyanya heran.

Shoji tetap diam. Vivianne, kesal, memukul Shoji pelan di wajah. Shoji terkejut. "Apa?! Mau marah?" tantang Vivianne sambil mengepalkan tinjunya.

Tanpa menjawab, Shoji keluar kelas, meninggalkan Vivianne yang semakin kesal. "Dasar anak aneh!" gumamnya.

Di Kantin

Shoji melihat sekeliling kantin yang ramai. "Rame," gumamnya datar, sambil membawa nampan berisi mi ayam bakso.

Dari jauh, Shoji melihat seseorang berlari ke arahnya. Hampir saja mereka bertabrakan, tapi Shoji dengan cepat memutar badannya. Siswa itu jatuh. Shoji melirik sekilas dan hendak pergi, tapi kakinya ditahan.

"Bangsat! Gak ada niat nolongin gue?" protes siswa itu kesal. Shoji hanya menggeleng, lalu pergi. Siswa itu bangkit dan berteriak, "BEROBAT LU!" teriakannya menggema di seluruh kantin. Namanya Lysander Ezra, terpampang di name tag-nya.

Ezra kesal sambil mengumpat Shoji, kemudian berjalan mencari seseorang. Sementara itu, Shoji terus menikmati makanannya sampai terdengar keributan dari kejauhan. Ketika ia berdiri untuk melihat apa yang terjadi, ternyata Vivianne sedang bertengkar dengan Ezra.

Shoji hendak mengabaikannya, tetapi sebuah kalimat menarik perhatiannya. "Ikut gue pulang!" pinta Ezra.

Vivianne menggeleng keras. "Gak! Pulang yang lo maksud yang mana?" bentaknya.

"Mama udah sadar! Siang ini mama bakal pulang, dan lo harus ada di rumah!" jawab Ezra frustasi. Vivianne yang marah melemparkan tinju ke wajah Ezra. Keributan makin heboh, dan tanpa diduga, Shoji mendekati Vivianne lalu mendorongnya hingga terjatuh.

"Awss," ringis Vivianne. Wajah Ezra sudah babak belur.

Setelah insiden di kantin, Vivianne memilih bolos dan pergi ke ruang olahraga lama untuk merokok. "Ck, rokok gue tinggal satu," gerutunya. Saat ia sedang menikmati rokok terakhirnya, tiba-tiba Shoji muncul di ruangan itu.

"Ngapain lo di sini?" tanya Vivianne sinis. Shoji hanya mengangkat bahu. Vivianne mendengus kesal.

Saat Vivianne hendak melanjutkan merokok, Shoji mengambil rokoknya dan menghisapnya. "Kalau lo mau jadi penyanyi, jangan ngerokok," ucapnya dingin.

Vivianne melongo, tak percaya. "Rokok gue..." lirihnya. "Balikin gak?" pintanya. Shoji menggeleng.

"Gue balikin kalau lo bisa bikin gue salting," tantang Shoji.

Vivianne menyeringai. "Oke, kalau gue bisa bikin lo salting, beliin gue rokok yang sama," ucapnya. Shoji mengangguk.

Vivianne berpikir sejenak, lalu bertanya, "Lo tau artinya asdgrtufhgki?" Shoji hanya diam.

Vivianne mendengus. "Gak ada artinya, sama kayak gue yang gak ada artinya tanpa lo," ucapnya dengan bangga. Shoji tetap tak bereaksi. "Alay," jawabnya akhirnya, membuat Vivianne terpaku. Ia memutar matanya sinis 'Kayak bisa gombalin gue aja lo.' batin Vivianne.

"Gue bisa gombalin lo," tiba-tiba Shoji berkata, seakan menjawab pikiran Vivianne.

"Lo bisa denger suara hati?" tanya Vivianne serius. Shoji menggeleng. "Enggak."

"Tapi lo tadi—"

Shoji memotong, "Tatapan lo."

Shoji mendekat ke Vivianne, "Lo terbuat dari tembaga dan tellurium ya?" tanyanya dingin. Vivianne menggeleng. "Gue terbuat dari tanah," jawabnya ngegas.

Shoji mendekati wajah Vivianne. "Oh ya? Kok wajah lo Cu Te?" ucapnya pelan, sembari meniup poni Vivianne.

𝔸𝕓𝕠𝕦𝕥 𝕊𝕙𝕠𝕛𝕚'𝕤 𝕃𝕚𝕗𝕖 (ON GOING)Where stories live. Discover now