Episode 5

103 7 0
                                    

Episode 5.
Cinta, Mitos Yang Nyata (part 2)

Senja semakin larut langit semakin  menguning, awan beriringan di sepanjang horison. Lukisan yang maha kuasa memang begitu mempesona, membuat takjub siapapun yang melihatnya.
Semilir angin mengayun manja di ujung  senja menyibak rambut sebahu April yang selalu ia puja, bola mata coklat miliknya terus saja memperhatikan awan yang berjajar diatas sana yang tampak bagaikan kembang gula.

Juni masih duduk di sebelah April menikmati sebatang marlboro, sesekali matanya sembunyi-sembunyi melirik April yang masih asik memandang langit sambil duduk memeluk lututnya. Angin berhembus kembali membuat rambut April menari, semakin membuat Juni jatuh hati. Sedangkan Agus masih di pojokan menerima telepon dari Septi sang kekasih hati.

Asap yang tadi mengepul dari permukaan cangkir kini tak lagi terlihat, menunjukkan bahwa kopi tak sepanas tadi. Juni meminum kopi hitam pekat itu sambil terus memikirkan apa yang April ucapkan beberapa saat tadi. Juni masih saja penasaran dengan cowo yang tengah April sukai. Ada perasaan geram dalam dirinya, mungkin ini cemburu pertama yang ia rasakan selama 19 tahun hidup di dunia. Ingin ia menanyakan siapa yang April maksud namun lagi-lagi masalah keberanian datang menghadang.

Tiba-tiba sebuah suara ringtone terdengar dari dalam saku celana April yang berbahan Chino, dengan segera dirogohnya Smartphone berlayar 5 inchi tersebut dan menaruhnya di samping telinga.

"Iya halo," Sapa April pada lawan bicaranya di seberang sana.

"Oh iya, sebentar... Tunggu aja di kedai surabi setiabudi, nanti aku kesana. Oke, bye..." setelah berkata seperti itu April kembali memasukan Smartphone-nya, dan berdiri. Menghisap sisa batangan mild yang terapit di sela jari dan membuangnya.

"Mau kemana Pril? Pulang?" tanya Juni begitu April mengambil tas gendongnya yang ia letakkan di atas lantai.

"Iya, temenku mau jemput hehe," jawab April sambil mengeluarkan senyuman yang selalu bisa membuat hati Juni meleleh.

"Cowo?" tanya Juni lagi.

"He-em," April tak menjawab hanya bergumam sembari mengangguk.

"Oh." Rasa cemburu kembali menyergap Juni ketika ia tahu yang menelpon April barusan adalah seorang lelaki.

"Apa itu cowo yang lagi di taksir April ya?" Juni bertanya-tanya dalam hati.

"Yaudah, aku pulang dulu ya, thanks Juni Cungkring..." April lalu pamit dan beranjak dari tempatnya berdiri, melambaikam tangan pada Agus yang masih berbicara via telepon di ujung sana sebelum akhirnya ia turun dari atas atap.

Angin meniup dan membawa asap ber-nikotin yang keluar dari sela-sela bibir Juni saat April meninggalkan dirinya bersama sejuta pertanyaan yang tak berani ia utarakan.

===============

Kaki yang beralaskan sepatu Converse itu melangkah diatas trotoar, menyusuri setiap paving block yang terpasang disana. Hingga akhirnya sang pemilik sepatu berwarna hitam-putih itu berhenti di salah satu kedai surabi.

Kumandang Adzan Maghrib terdengar menyebar di seluruh langit kota kembang saat mentari akhirnya beristirahat di peraduannya, warna oranye perlahan pudar, bintik-bintik bintang terlihat bersinar. Berpencar di langit luas.

Gadis berambut sebahu itu masih bernaung di bawah pohon ketika dari kejauhan sebuah mobil Honda City yang ia kenal terlihat oleh bola mata coklat miliknya. Dan ketika mobil itu menyisi di tepi trotoar seorang pemuda tampan dengan model rambut SlackBack keluar dari dalam mobil tersebut.

"Lama ya?" Tanya pemuda itu pada gadis bersepatu Converse.

"Lumayan, lumayan bikin kaki pegal," jawab gadis itu.

Kotak NostalgiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang