"Kamu baik-baik aja, kan? Ngomong dong, Ol! Jangan bikin aku khawatir gini," rentet Ulfa sembari memandangi wajah Lola yang masih nampak terguncang.
Dia menyaksikan kejadian yang baru saja menimpa sahabatnya itu. Tapi Lola sama sekali tak menanggapi perkataannya. Lola masih duduk termenung dengan nafas yang terengah-engah. Sedangkan titik-titik keringat nampak keluar dari leher dan dahinya.
"Ul," Noni yang baru masuk ke ruangan segera bergabung dan merangkul pundak Lola. Dia datang bersama Dodo setelah Ulfa menyuruh seorang temannya untuk memanggil mereka yang sedang berada di kantin. Seperti Ulfa, Noni juga menatap sahabatnya itu dengan cemas. "Apa yang terjadi sama Lola?"
"Tadi Si Dara sama gengnya menyeret dan memojokkan Lola di toilet."
"Ya ampun." Noni terkejut dan menutup mulutnya. "Aku nggak nyangka kalau anak itu bisa bertindak senekat itu. Terus dia ngapain aja, Ol? Dia nggak nyakitin kamu, kan? Nggak nyentuh kamu, kan? Menurutku, lebih baik kamu menjauhi dia saja. Atau kalau perlu, jauhi Juno sekalian. Kamu nggak mau persiapan ujianmu terganggu gara-gara masalah ini, kan?"
"Masuk akal," tanggap Dodo.
"Dara itu anak nakal," lanjut Noni. "Dia nggak peduli mau lulus dengan nilai kayak apa. Bahkan mungkin dia nggak peduli apakah akan lulus, atau dikeluarkan dari sekolah ini. Dan yang aku tahu, dia bisa melakukan apa saja. Makanya selama ini nggak ada yang berani mendekati Juno. Karena anak-anak itu nggak mau berurusan sama Si Dara. Sedangkan kamu Ol, kamu harus fokus untuk ujian akhir. Kamu butuh peringkat satu agar bisa mendapatkan beasiswa itu. Jadi saranku adalah, hindari masalah ini!"
"Tapi Lola nggak mendekati Juno," bela Ulfa. "Benar kan, Ol?"
"Menurut kamu dia peduli?" tandas Noni kesal.
"Tapi benar juga sih apa yang dibilang Noni barusan. Walaupun Si Juno itu juara sekolahan, tapi sebenarnya dia itu anak yang bermasalah," tutur Dodo. "Dia nggak sepadan dengan beasiswa dan cita-citamu, Ol."
"Sebenarnya Dara nggak jadi masalah buatku," ujar Lola tiba-tiba. Kini wajahnya menampakkan kesan yang tenang. Mungkin kabut di dalam pikirannya sudah menguap. "Aku berani menghadapi dia. Tapi yang aku khawatirkan adalah, dia membawa-bawa keluarga dan masa laluku."
"Memangnya tadi Si Dara ngomong apa aja?" tanya Noni.
Lola nampak tak berniat menjawabnya. Sehingga kini tatapan Noni dan Dodo tertuju pada Ulfa.
"Kayaknya dia ngancam Lola," tutur Ulfa. "Tapi aku nggak terlalu paham maksudnya. Dia menyebut-nyebut tentang masa lalu. Dan dia juga bertanya kenapa Lola yang tinggal di Jakarta Utara tapi sekolahnya di daerah selatan. Katanya dia ingin tahu alasannya. Kurang kerjaan banget, kan? Oh ya, Ol. Jangan-jangan, dia juga yang suka mengirimi kamu nota dari kertas merah itu."
"Benar banget, tuh!" tanggap Dodo. "Jadi, sekarang semuanya sudah jelas. Dan itu berarti nggak ada lagi yang perlu kamu cemaskan."
"Sebenarnya Lola emang nggak perlu cemas sama sekali," tandas Ulfa. "Kita kan punya benteng disini," tambahnya seraya melirik Dodo.
"Boleh juga," angguk anak laki-laki itu mantap. "Aku siap membentengi kamu dari anak-anak nakal itu."
"Betul sekali, Do," sela Ulfa. "Maksudku, kamu adalah benteng dalam arti yang sebenarnya. Badanmu kan tebal dan nggak gampang dirobohkan. Jadi, apapun yang dilempar, kamu siap menghadangnya. Karena kamu mampu. Iya kan, Do?"
"Makasih deh buat pujiannya." Dodo tersenyum kecut.
"Tapi benar juga, ya," gumam Noni. "Sebenarnya aku juga ingin tahu dari dulu. Kenapa Lola memilih sekolah yang jauh dari rumahnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacarku Jatuh dari Langit
FantasyMakhluk bersayap itu berkata, “Aku dibangkitkan bersamaan dengan kelahirannya. Pada saatnya nanti, aku akan turun ke bumi untuk menjaganya. Hanya menjaganya. Meskipun itu bisa merenggut jiwa, raga dan sayap-sayapku.” Sedangkan Lola berkata, “Aku tak...