Saka tidak menyembunyikan keterkejutannya saat Kimora mampir ke rumahnya. "Pengantin baru! Tidak puas dengan suamimu sampai kamu datang-datang lagi padaku, huh?"
"Saka, jelaskan padaku apa yang kamu lakukan di hari pernikahanku!" sahut Kimora tanpa basa-basi.
"Apa lagi? Ya melihatmu bahagia di atas panggung," jawab Saka santai.
"Oh, jangan kamu coba-coba berkelit! Aku sudah lihat video dokumentasi acaraku, dan dalam satu cuplikan ada dirimu yang bicara dengan sepupuku. Ya, kalau kamu tidak tahu, perempuan yang kamu hampiri di bar adalah sepupuku! Dan kalian pergi bareng-bareng. Saka, jangan bilang kamu tidur dengannya!"
"Kenapa? kamu cemburu?"
"Saka, dia punya pacar!" kata Kimora gemas. "Dan kata sepupu-sepupuku yang lain, pacarnya mencari Gia saat acara itu berlangsung."
"Lalu kenapa kamu tidak tenang?" tanya Saka mengerutkan dahi. "Aku mau ngapa-ngapain bersama sepupumu bukan urusanmu!"
Kimora menarik napas dalam-dalam, kemudian dibuangnya dengan jengkel. "kamu tidak tahu hubungan macam apa yang Gia punya dengan pacarnya itu!"
"Memangnya bagaimana? kamu beritahu aku, dong."
"Saka, aku dan keluarga besarku sudah khawatir dengan Gia. Dia jadi tak punya pergaulan sejak pacaran dengan Ben-Ben itu. Pacaran dalam hal ini sudah terjalin sejak mereka kuliah," jawab Kimora. "Itu artinya sudah sepuluh... bahkan sebelas tahun lebih. Gia juga beberapa kali mengeluh padaku, dia ingin punya teman, tapi itu tidak bisa dilakukannya selama Ben ada di hidupnya."
"Kenapa? Pacarnya mengekangnya?"
"Kurasa, Ben melakukan daripada mengekang."
"Apa maksudmu?"
"Ya... kamu pikir saja sendiri! Apa yang dilakukan seorang pria untuk mengontrol segala aspek hidup kekasihnya?"
"Tidak, aku tidak bisa membayangkan alasan apapun, sebab aku tak punya wanita yang kukendalikan," sahut Saka terus terang.
"Aku takut, tapi semoga saja ini tidak benar, bahwa Ben menyakiti Gia secara fisik karena itu Gia tak berani melawan. Sekali lagi, semoga saja tidak benar."
"Kalau kamu sudah menduga kekasihnya melakukan kekerasan, kenapa kamu dan keluargamu tidak melakukan sesuatu? Bagaimana dengan orangtua Gia?"
"Orangtua Gia bercerai sejak Gia kecil. Ibunya sudah punya kehidupan lain, sementara ayahnya tak pernah memperhatikan Gia. Kalau pun ada yang bisa kulakukan, percuma saja."
"Maksudmu?"
"Ah, sudahlah! Itu bukan urusanmu. Kalau Ben sampai tahu tentang apa yang kamu lakukan dengan Gia, pria itu bisa saja menyakiti Gia. Menyiksa Gia! Ah, kamu itu.. kenapa sih, Saka? Kenapa harus Gia yang kamu ajak main?!"
Justru harus dia yang kuajak, pikir Saka sinis. Jika bukan dia, kamu kan tidak mungkin sewot seperti ini. Melihatmu tidak tenang seperti ini membuatku merasa lebih baik, Mora.
Namun omongan Kimora menempel juga di kepala Saka. Dia teringat lagi pada paha Gia yang biru-biru. Kemungkinan yang diucapkan Kimora benar, kekasih Gia melakukan kekerasan fisik pada Gia.
Apa yang dimaksud Kimora dengan 'percuma'? Apa Gia punya utang yang besar pada pacarnya hingga dia selalu terikat? Atau... alasannya lebih simpel, Gia senang disiksa oleh kekasihnya? Masa sih, ada perempuan yang suka disakiti begitu?
Saka tidak lama kenal Gia. Gia takut hidupnya akan hampa jika dia tidak bersama Ben.
Tapi cara Gia berpikir kini mulai berubah. Saat Ben memilih untuk tidur di sofa dan Gia lebih banyak punya waktu untuk merenung sendiri, dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri, sampai kapan dia menjalani hidup seperti itu dengan Ben? Apa selamanya dia akan hidup di apartemen yang sama dengan Ben tanpa status mereka yang jelas? Apa dia akan seterusnya waswas dengan sikap Ben yang mudah marah dan tidak segan melukai tubuh Gia?
Pada saat yang sama juga Gia melamunkan hal lain: se*snya dengan Saka. Masih bisa dirasakannya sentuhan pria itu yang lembut. Tatapannya yang sendu. Deruan napasnya di telinga Gia. Dan saat pria itu memasukinya, ada getaran dalam tubuh Gia yang sudah lama tidak Gia rasakan.
Dulu, dulu sekali dia pernah punya rasa itu dengan Ben, sebelum Ben menunjukkan sikapnya yang keras, dan Gia rindu. Rindu memiliki rasa itu! Bagaimana dia bisa bertemu lagi dengan Saka dan melakukan.... ah, tidak, tidak! Dia sudah menyakiti Ben dengan pengkhianatannya. Dan Ben mau memaafkannya. Kenapa dia mempertimbangkan lagi utuk melakukan itu dengan Saka?
Akan tetapi, bagaimana jika Ben tidak tahu?
Malam itu Gia mendapat pesan di sosial medianya. Raisaka Hamid mengirimkan pesan singkat: Kalau kamu punya Telegram, bicaralah denganku di sana. Ini linknya. (link).
Gia menurut. Dia klik dan langsung terhubung dengan aplikasi yang dimaksud Saka. Lalu di sana, Gia menelepon pria itu.
"Hey... aku dengar dari Mora, tentang hubunganmu dengan pacarmu yang tidak sehat. Tidak, tidak, Kimora tidak mengatakannya secara gamblang. Kamu juga tak perlu bicara agar pacarmu tak dengar obrolanmu denganku. Gia, kita bertemu ya besok? Aku... Aku tidak bisa berhenti memikirkanmu. Kurasa, kamu juga tidak bisa melupakan apa yang terjadi malam itu, kan? Jangan, jangan jawab. Kalau kamu kangen sama aku, besok temuilah aku di kedai kopi di kawasan Sudirman. Akan kukirim alamatnya. Aku sudahi ya telepon ini. Oh ya, Gia, selamat tidur."
"Oh... ya," kata Gia, lalu sambungan diputus oleh Saka.
Ben tidak perlu tahu. Dan dia tidak akan tahu.
Gia keluar dari kamarnya, mendekati Ben yang tengah berkutat dengan laptop-nya. Saat itu Ben sedang kerja.
"Sayang," gumam Gia sambil duduk di sofa, sebelah Ben.
"Gia, kalau kamu mau sek*, nanti saja. Aku lagi sibuk," jawab Ben tanpa mengangkat mukanya dari layar laptop.
"Kalau tidak sibuk?"
"Tetap, aku tidak mau melakukannya. Sudah sana jangan dekat-dekat. Konsentrasiku bisa buyar."
"Ya sudah, aku tidur ya."
"Ya ya..."
"Sayang, kamu tidak good night-in aku?"
"Gia." Kini perhatian Ben beralih pada kekasihnya. Dia menoleh pada perempuan itu. "Kita bukan remaja lagi. Hal-hal semacam itu tak usah kamu harapkan!"
"Ya, aku ingin saja kita mesra seperti dulu..."
"Ah, bukan itu kebutuhan kita. Nah, karena sekarang konsentrasiku buyar, kenapa tidak sekalian saja..."
"Apa?"
Ben menarik satu tangan Gia, dan membawanya masuk ke dalam celananya. "Blow it, Gia."
"Ben, aku ngantuk...."
"Ya sudah kalau kamu tidak nurut...."
"Tidak, aku mau!" Gia menundukkan kepalanya dan melakukan apa yang diminta Ben. Didengarnya suara desahan pria itu.
Biasanya Gia ikut senang saat Ben senang. Sekarang tidak lagi. Dia merasa dia berhak diperlakukan lebih baik oleh pacarnya.
** I hope you like the story **
KAMU SEDANG MEMBACA
Memorable Night | 21+ #COMPLETED
RomanceSaka memanfaatkan Gia untuk membalas sakit hatinya pada sepupu Gia, Mora. Di tengah hubungannya yang tidak sehat dengan Ben, kedatangan Saka memberikan harapan baru bagi Gia untuk percaya akan cinta. Sayangnya, Saka tidak mencintainya dengan tulus...