05

57 3 0
                                    

Erlangga kaget saat dia terbangun dari tidurnya namun bukan berada di rumahnya, melainkan berada di sebuah apartemen bersama Renatta, tampak Renatta baru saja selesai mandi dan menghampiri Erlangga memberikannya sebuah sarapan. Berupa roti dan the hangat. Erlangga berusaha mengingat kejadian apa yang terjadi semalam antara dirinya dan Renatta tapi Erlangga tak dapat mengingatnya.

Sarapan dari Renatta tidak disentuh sama sekali oleh Erlangga, dia harus segera pulang dan menjelaskan semuanya dengan detail kepada Alexa. Namun ketika Erlangga hendak masuk ke kamar mandi, tangan Renatta menahan pergerakannya dengan lembut. Erlangga melepaskan tangan Renatta yang berada di lengannya cukup keras, membuat Renatta meringis pelan karena sikap Erlangga yang berbeda.

Pintu kamar mandi langsung ditutup dengan kasar oleh Erlangga, dia mandi secepat mungkin agar bisa segera meninggalkan apartemen beserta perempuan sial itu. setelah selesai mandi, Erlangga berpakaian dengan rapid an meninggalkan apartemen tanpa mendengar suara permohonan dari Renatta yang menahannya agar tidak meninggalkan Renatta. Waktu menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, masih ada waktu bagi Erlangga untuk bertemu Alexa.

“Alexa! Jasmine! Kalian di mana?” Erlangga mencari-cari keberadaan dua perempuan yang berharga baginya.

“Baru pulang kamu pagi gini? Gak heran sih pasti sama Renatta ya? Gapapa kok, sekarang lebih baik kamu mandi mas, habis itu sarapan aku udah masak banyak tapi Jasmine gak mau makan, jadi lebih baik kamu yang makan,” titah Alexa secara halus.

Erlangga menggelengkan kepalanya pelan. “Ga gitu, bisa aku jelas—“

“Gak ada yang perlu kamu jelasin, mas. Udah aku mau ke kantor ayah dulu, abis sarapan jangan lupa berangkat ke kantor nanti ayah Dio marah,” nasehat Alexa.

Alexa meninggalkan rumahnya dengan raut wajah datar, meninggalkan Erlangga sendiri di rumahnya. Setelah selesai sarapan, Erlangga segera berangkat ke kantor dan melaksanakan pekerjaannya seperti biasa. Sementara Jasmine, saat ini dia sedang melaksanakan MPLS hari keduanya, tapi karena tidak sarapan dari rumah kepalanya terasa pusing saat kumpul di lapangan dan akhirnya jatuh pingsan.

Seorang lelaki menolongnya, dia adalah OSIS yang menjadi mentor kelompok MPLS Jasmine, siapa lagi jika bukan Fauzan. Selama Jasmine di UKS, Fauzan diam-diam menjaganya namun dari luar UKS. Tapi, Fauzan mendengar suara isak tangis dari dalam UKS. Ternyata Jasmine sedang menangis, Fauzan segera masuk ke dalam UKS dan menenangkan Jasmine agar tidak menangis lagi dengan memberikannya segelas air putih hangat.

“Aduh, neng cantik teh kunaon? Eh hehehe, maksudnya lo kenapa? Mau cerita sama akang gak?” tawar Fauzan.

“Heh! Kang Fauzan! Akang buat apa sama Jasmine? Kenapa dia bisa nangis kayak gini?” Suara teriakan seorang gadis berhasil membuat Fauzan dan Jasmine sama-sama merasa kaget, dia adalah Tami si suara toa.

Fauzan memutar kedua bola matanya malas. “Ya ampun, anak kelas tujuh sekarang pikirannya traveling semua.
Lo kira berduaan di UKS anu-anuan kali ya? Gua aja kagak tahu kenapa si cantik, eh maksudnya kenapa Jasmine nangis.”

“Halah bohong, ngaku gak? Ngaku hayo!” paksa Tami.

Jasmine meraih jemari Jasmine, kemudian berucap, “Tam, gapapa kok. Aku cuma khawatir sama papi soalnya gak pulang semaleman. Kang Pau gak apa-apain aku kok, tenang aja,” jelasnya.

“Denger tuh, gua gak apa-apain dia. Lain kali mohon otaknya dibersihin dulu ya neng, biar gak nuduh orang sembarangan. Jagain tuh temen lo, awas aja sampe lecet gua skak mat.”

Kemudian, Fauzan meninggalkan ruang UKS dan kembali melaksanakan tugasnya sebagai seorang OSIS.
Hanya ada Tami dan Jasmine saja di ruang UKS, Tami duduk di samping Jasmine lalu merengkuh tubuh mungil Jasmine ke dalam dekapannya. Tangis Jasmine pecah membayangkan nasib Erlangga karena tak pulang ke rumah.

Padahal, jika Jasmine tahu bagaimana kejadian yang sebenarnya mungkin saja dia akan merasa kecewa kepada Erlangga. Hanya karena memikirkan Erlangga saja, nafsu makan Jasmine sampai hilang.

“Jajas, lo belom makan ya daritadi? Gue beliin makanan aja mau ya?” tawar Tami namun tidak ada jawaban dari Jasmine. “Kalo lo diem tandanya mau, tunggu sini ya gue mau ke kantin beli makanan buat lo sebentar,” pesannya.













Tbc

RelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang