7

652 64 2
                                    

Johanna melihat uluran tangan Isaiah. Tangan itu membujuk. Karena setelah ini Johanna dan Leonard benar-benar akan menjadi musuh. Tapi detik ini Johanna sadar, yang dia lakukan salah. Menyakiti Leonard berarti menyakiti ayah dan ibunya. Apa yang akan mereka katakan jika anaknya benar-benar menderita? Mereka sudah menyayanginya dan ini balasan Johanna?

Johanna berdiri, dia mengusap airmatanya.

"Masuk, hentikan dia!"

"Nona—"

"Hentikan dia!" seru Johanna. Tidak terbantahkan.

Isaiah segera mendobrak pintu dan masuk. Dia menatap sekitar dan tidak menemukan Leonard mau pun gadis itu di kamar. Isaiah hampir bergerak ke kamar mandi saat dia mendengar suara teriakan gadis itu di arah balkon.

Berlari mengejar, Isaiah benar-benar menemukan Leonard yang sudah mencekik wanita itu hingga setengah tubuhnya sudah melewati batas balkon. Hanya sedikit lagi dan wanita itu akan jatuh dari lantai dua puluh ini.

Isaiah menarik Leonard, mengambil lengannya dan menjatuhkannya ke lantai. Dia kemudian meraih pakaian perempuan itu, menyelamatkannya.

Johanna yang melihat itu semua hanya tercengang. Dia tidak tahu kalau obat itu bisa dilawan oleh Leonard. Pria itu jelas takut karena wanita itu sakit. Johanna hanya menyilangkan tangan di depan tubuhnya. Dia memandang pada Isaiah dan memberikannya anggukan. Menyuruh pengawalnya membawa wanita itu enyah dari pandangannya.

"Bagaimana dengan anda?"

"Pergi, Isa. Aku tidak membutuhkan pertanyaanmi."

Isaiah akhirnya mengangguk dan segera melangkah pergi membawa wanita yang terbatuk-batuk dengan mata terbelalak menakutkan itu.

Johanna sendiri menatap Leonard yang masih berjuang dengan panas tubuhnya. "Aku benar-benar dikutuk oleh keberadaanmu, Leon." Johanna meraih tubuh Leonard. "Akan kurendam tubuhmu di air es. Ayo." Johanna mencoba membawa tubuh itu berdiri. Dia sungguh berusaha tapi dia lupa, harusnya saat ini dia tidak mendekat.

Dan saat dia sudah menyadarinya, terambat. Pria itu sudah menyerangnya. Bahkan tidak peduli di mana mereka berada, Leonard sudah menggilasnya. Tidak memberikan ampun dan tidak memberikan celah untuk melarikan diri.

Beku pikiran Johanna dan buntu otaknya membuat dia tidak dapat tahu apa yang terjadi. Dia sudah menemukan dirinya berada di atas ranjang dengan tubuh telanjang dan pria itu yang sekarang menjulang di depannya tampaknya siap menjadi mesin buldoser untuknya.

Johanna berusaha melawan di detik terakhirnya. Dia sungguh berusaha, tapi semakin dilawan kekuatan Leonard malah semakin bertambah dan seolah tidak memiliki ujungnya. Apalagi saat pria itu terus menjejaki mulut Johanna dengan lidahnya, memberikan napasnya dan memberikan air liurnya. Itu membuat Johanna kehilangan daya. Semakin lama dia melemah dan perasaannya mengambil kendali. Tidak memiliki perlawana lagi, Johanna malah ikut berpartisipasi.

Leonard memutar tubuh Johanna membawa Johanna membelakanginya. Dia menaikkan pinggul Johanna dan kemudian membawa dirinya sendiri berada di depan bongkahn lembut pantat gadis itu. Menampar keras bokong itu membuat Johanna berdenyut ngilu tapi titik nikmatnya malah naik ke permukaan.

Johanna menatap dinding, dia tahu akan menyesalinya tapi keadaan membawanya tidak berdaya. Apalagi saat pria itu memasukkan miliknya yang begitu besar ke dalam kehangatan Johanna, memberikan rasa sakit di antara paha Johanna.

Gerakan Leonard berhenti sesaat saat dia merasakan guncangan pada tubuh wanita di bawahnya, setelah yakin wanita itu dapat menerimanya, Leonard kembali bergerak. Kali ini dengan lebih brutal dan lebih liar. Perasaan diremas di bagian hangat itu membuat Leonard semakin gila. Dia terus menghentak tubuhnya ke tubuh wanita itu. Memberikan sensasi membakar pada tubuh keduanya yang jelas mereka terima.

Satu tangan Leonard sibuk meremas buah dada ranum yang berguncang diantara terpaan hentakannya. Sementara tangannya yang lain memegang bagian belakang leher Johanna. Seolah menyatakan kepemilikan yang mutlak.

Johanna sendiri merasakan napas memendek. Dia tidak tahu penyatuan bisa begitu menggairahkan seperti ini. Bisa begitu nikmat dan membawa otaknya kosong. Jika dia tahu, sudah sejak lama dia membius Leonard dan menikmati pria itu dalam seks panas mereka.

Leonard jelas lebih mudah dihadapi saat pria itu setengah sadar. Apalagi dengan tangan ahli pria itu, seolah segalanya menjadi menggairahkan dalam detik yang mereka tempuh di penyatuan pertama mereka.

Suara rengekan Johanna terdengar di antara ritme napas keduanya yang tangguh. Leonard masuk lebih dalam dan terus menghentakkan tubuhnya dengan tajam. Tidak memberikan celah pada Johanna untuk bernapas. Dia terus bergerak seolah kalau dia tidak melakukannya, dia tidak akan mendapatkan kebahagiaannya.

Leonard meraih satu sisi wajah Johanna, dia mendekat dan menempelkan bibirnya. Mentransfer salivanya dan mencium kasar bibir itu kemudian. Dia mencium dengan tubuh melekat. Membawa Johanna lena pada dua tempat.

Segalanya menjadi buram saat mereka mencapai puncaknya, Johanna bisa merasakan cairan hangat mengalir ke dalam tubuhnya. Milik Leonard.

Tubuh Leonard bergetar. Seolah tidak dapat mengendalikan dirinya, kedua tangan Leonard memegang pinggang Johanna dan membawa tubuh itu tersentak. Johanna bisa merasakan pegangan itu yang menguat di antara semprotan hangat cairannya yang memenuhi Johanna.

Gadis itu terjatuh telungkup di atas ranjang saat Leonard menindih tubuhnya. Dia bisa merasakan napas Leonard yang menghangatkan lehernya. Napas itu awalnya memburu tapi kemudian berubah menjadi pelan. Dan lama-lama memelan sampai hanya terasa sepoi kecil di lehernya.

Pandangan Johanna terbuka saat Leonard menarik dirinya dari atas tubuh Johanna. Dia terbaring di sisi dan Johanna yang sudah akan melarikan diri malah menemukan dirinya ditangkap oleh satu tangan pria itu kemudian didekap. Pria itu menggulung Johanna dengan tangannya. Johanna mematung tidak bisa melarikan diri. Dia hanya bisa menatap dinding dingin.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat juga di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku langsung

Sampai jumpa mingdep

Sleep With Fiance (RAB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang