HZ : 6

21 2 2
                                    

"Ditinggal karena kematian termasuk luka hati yang paling menyakitkan, ditambah dengan wujudnya yang belum pernah kita lihat."-Azalea Arana



Happy Reading🌷

"Siapa Ma?" Tanya Praja kepada sang istri. Sedangkan Rana, ia belum tersadar dari lamunannya.

"Mas? Siapa Clarissa? Apa benar dia Puteri nya Lena yang selama ini aku cari?" Rana balik bertanya dengan lirih.

"Clarissa?"

"Barusan Shania,, dia datang lagi. Dia bilang, kalo puteri nya Lena udah besar, dia cantik, namanya Clarissa Mas.. " Terang Rana dengan butiran bening yang mulai membasahi kedua pipinya.

"Tapi cin-cin itu?" Praja mengingatkan, jika cin-cin yang berada di jari manis putera nya berinisial 'A'.

"Tapi Mas.. gak ada salah nya kan kita percaya sama Shania?" Rana menggenggam kedua tangan suaminya. "Kita coba temuin dulu ya.. kasian Harfa Mas,," Terang nya yang membuat Praja sedikit berfikir.

"Tapi sebelum itu,, kita kerumah nya Mbok Inah dulu ya.." Saran Praja, Rana hanya mengangguk sebagai balasan.

***

"Bahagia banget mereka. Canda tawa nya nyata." Gumam Lea, tatkala ia melihat keluarga utuh yang tengah bercanda riang.

Mereka bertiga terpaksa pulang berjalan kaki, karena Pak Arman-- Sopir Jesy, yang mendadak pulang kampung. Dari pada harus naik kendaraan umum, lebih baik jalan kaki. Lagian jarak dari Sekolah ke rumahnya Jesy tidak terlalu jauh.

"Jes?" Panggil Lea, sontak gadis tomboy itu menoleh.

Lea mendongak, ia menatap keindahan langit yang biru. "Allah bisa gak ya? buat ngembaliin kedua malaikat gue lagi,,"

Jesy dan Mayang saling melempar tatapan.

Terlihat dari raut wajah nya yang tertekan. Lea menahan air mata yang terus-terusan berusaha membobol benteng pertahanannya.

"Kenapa ya? Allah misahin gue sama Mama, Papa.." Lea tersenyum paksa. "Kenapa mereka ninggalin bayi kecil yang belum tumbuh besar? Bayi itu masih lemah, bahkan untuk melihat kalian berdua pun belum bisa, tapi kenapa Mama Papa ninggalin bayi itu sendirian di muka bumi ini? Gue kasian Jes sama bayi itu.." Ucapnya dengan tertawa pelan.

Tawa yang menyakitkan. Di antara Jesy dan Mayang, Tak ada satupun yang berani membuka suara. Takut jika perkataan nya semakin membuat gadis itu tenggelam dalam kerinduan yang 'entah kapan' akan terobatinya, atau bahkan 'tidak akan mungkin' terobati.

"Kalian tahu kan? Ditinggal untuk selama-lamanya itu termasuk luka hati yang paling menyakitkan, ditambah lagi dengan wujudnya yang belum pernah kita lihat.. sakit Jes! Rindu nya Abadi.." Penuturan Lea semakin membuat Jesy dan Mayang terdiam.

"Lea, lo gak boleh kaya gini. Kasian Orang tua lo, mereka bakalan sedih kalo liat lo kaya gini." Akhirnya Jesy memberanikan diri membuka suara.

Mayang mendekat seraya menepuk pelan bahu Lea. "Lo harus ikhlas, pelan-pelan aja. Lo liat gue,, saking ikhlas nya, gue gak pernah nangis. Gue ikhlas nerima takdir gue, lo jangan ngerasa sendiri. Ada gue sama Jesy.." Mayang beralih menatap Jesy. "Meskipun,, kita bertiga sama-sama punya luka." lanjutnya.

HARZALEA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang