02. Surat Untuk Mukti

59 23 15
                                    

Pria itu berbalik. Kalau Mukti perhatikan wajahnya sangat tampan dengan garis wajah tegas, kulit putih, berhidung mancung, bermata hijau dengan tubuh tegap dan kekar seolah bisa meremukan lawannya hanya dengan sekali serang. Mukti berdehem menghentikan kegugupannya, siapa coba yang tidak gugup harus bertemu seorang pria dalam keadaan darurat. Terlebih seorang londo, ingat londo! Kaum yang suka menjadikan perempuan pribumi sebagai Nyai.

    “Namaku Alard Van .N. Xander “  katanya memperkenalkan diri.

   “Aku tidak tanya,” jawab Mukti ketus, “makasih untuk bajunya.” Ia berbalik hendak meninggalkan pria belanda yang berbahaya (kata Ibunya semua orang londo itu berbahaya) namun langkahnya terhenti oleh sebuah suara dari arah belakang yang sangat ia tahu siapa pelakunya
.
   “Sebagai ucapan terimakasih karena aku telah membantumu, bisakah kita bertemu lagi?”

   “Untuk apa seorang londo mau bertemu pribumi rendahan sepertiku? Selain... jangan-jangan kamu mau menculik kemudian memaksaku menjadi nyaimu?!” Mukti menoleh kebelakang dengan tatapan tajam.

    Alard sedikit tersentak dengan pemikiran gadis di depannya, ia tersenyum miring. “Apakah salah memulai pertemanan?” Tanyanya tenang berbeda dengan Mukti yang sudah tersulut emosi.

   “Tentu salah sangat salah! Karena kaummu itu tidak dapat dipercaya!” Balas Mukti sengit.

   “Itu mereka bukan aku,”

   “Lalu?”

   “Kau tak bisa memukul rata.”

   “Kenapa pula? Itu adalah kebenarannya, kami adalah tuan rumah di tanah ini sedangkan kalian tamu yang tidak tahu diri!” Alard tersenyum atas keberanian perempuan di depannya. Dia sungguh berbeda, suaranya yang tegas, dan menyuarakan keadilan membuatnya tertarik mungkin.

   “Suaramu sangat lantang bagai Tuan Putri Keraton.” Komentar Alard.

   “Muti!!” Indurashmi berlari sambil membawa samping dan pakaian. Ia mendengus, kenapa temannya ini justru datang terlambat. Apakah dia tidak tahu bahwa tadi dirinya berada dalam situasi berbahaya. Indurashmi berhenti ia memegang lututnya sambil bernapas terengah-engah. Indurashmi menoleh ke arah pria di belakang Mukti, ia melotot kaget kemudian secepat kilat menarik tangan temannya.

    Alard menyadari bahwa perempuan berjarik hitam itu waspada kepadanya. “Aku tidak berbuat macam-macam pada temanmu ini.” Katanya.

    Indurashmi menarik tangan Mukti menghiraukan ucapan pria londo itu, dia menyeret Mukti menjauh dari kawasan sungai. Hingga akhirnya sampai dipemukiman penduduk, dia harus menanyakan apa yang sebenarnya terjadi ketika dia pergi untuk membawa pakaian Mukti secara diam-diam di rumahnya. Yang jelas bagi Indurashmi ini bukan hal baik, terlebih pria londo itu bisa saja mengincar temannya ini, menculiknya, dan menjadikannya gundik. Indurashmi menggeleng ini tidak boleh terjad

***
M

ukti? Itu namamu kan.
  Gadis pemberani dengan suaranya yang lantang, tatapan setajam pisau seolah bisa membunuh siapa saja, dan cara berjalan , juga berbicara layaknya kaum ningrat yang sedang menyamar menjadi rakyat jelata. Tapi, meski begitu. Pesona Gadis Bangsawan tetap bisa menguar dari dalam dirimu walau aku selalu melihatmu memakai kebaya lusuh. Oh ya, sebagai rasa terimakasihmu padaku, bisakah kau menemuiku di sungai itu. Datanglah Mukti, kamu tahu kan, kamu berhutang padaku. Atau jika kau tidak mau datang bagaimana kalau aku saja yang menemuimu di rumahmu? Mungkin. Tenang saja aku tak berniat jahat padamu, Tuan Putri.

  Dari aku mengagumimu

  Alard Van. N. Xander

***

Kasta: Amerta dalam BayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang