07. Auscryas

32 17 11
                                    

Auscryas tampak gelisah. Ia tak bisa tidur sama sekali meski telah menutup mata untuk waktu yang lama. Ia menatap langit kamar yang gelap. Hanya mengandalkan penerangan dari cahaya bulan yang masuk ke dalam kamar melalui jendela yang terbuka lebar. Sengaja Cira tak menutupnya. Ia suka menatap bintang dan rembulan yang bersinar terang.

Gadis itu beguling ke kanan dan ke kiri. Ia lantas bangkit dan duduk di atas ranjang. Menatap lurus ke depan.  "Aduh, ini pasti karena aku terlaru banyak memikirkan tentang perjodohan itu," keluh Auscryas.

Auscryas turun dari ranjang. Ia berjalan menuju balkon kamar, menarik kursi, dan duduk sambil memandang keindahan bintang yang bertaburan dan sinar rembulan. Cahaya bulan seolah ditunjukan untuknya, ia bermandikam cahaya. Angin malam menerpa halus pipi semerah cery, dan menerbangkan helaian rambut keriting coklat dengan lembut.

Perjodohan dirinya dengan anak teman Ayah dan Ibunya sungguh membuatnya senang. Ia akan menikahi teman masa kecilnya, Lars. Lars dan Cira sudah berteman sejak lama, bahkan Lars terkadang menginap dirumahnya. Lars pasti bahagia mendengar kabar ini, Cira yakin. Karena setahunya Lars tak punya teman perempuan selain dirinya.
Tapi, ada yang mengganjal dihati Cira. Lars, sejak kecil selalu mengunjungi sebuah desa di pelosok, kabupaten ini. Entah untuk apa, pasti 2 kali dalam seminggu ia akan ke sana diantar oleh ayahnya. Yang Cira tahu, Lars punya teman laki-laki bernama Aditya dan Samanna di kampung itu. Kedua temannya berasal dari kaum Pribumi.
Dan menurut kabar—entah benar atau salah— Lars sedang berada di Kampung itu untuk mengemban sebuah tugas. Yang sampai saat ini Auscryas merasa heran, bukankah Lars ditugaskan di Kampung di Kabupaten sebelah, bukan di Kampung yang selalu dikunjunginya ketika kecil.

"Dek? Kaubelum tidur rupanya," sebuah suara yang sangat dikenalnya terdengar dari arah belakang. Itu suara Kakak sulungnya.

"Kak! Kaumenganggu waktu santaiku," cemberut Auscryas, ia memandang kesal ke orang didepannya yang tampak tertawa.

"Kakak ke sini mau pinjam buku kamu, eh ternyata pas buka pintu kamu sedang duduk di balkon kamar. Nanti, masuk angih loh! Ini udah tengah malam, tapi adek malah melamun. Hadehh jika Mama dan Papa tahu, sudah pasti adek kena habis mereka!"
Auscryas mengendikan bahu tak peduli, ia kemudian kembali menatap taburan bintang." Aku tak bisa tidur, mungkin imsonia." Ucap Cira dengan suara pelan.
Pemuda berumur 26 tahun, berbadan tinggi tegap, berkulit putih dengan mata berwarna hazel itu menoleh setelah mengambil 3 buah buku di dalam rak di ujung kamar. Hanshe menyatukan kedua alisnya heran.

"Itu bukan imsomnia, Dek. Itu karena kamu terlaru banyak pikiran,"
Dalam hati Auscryas membenarkan penuturan kakaknya.

Hanshe menghela napas, ia tersenyum. "Kakak balik ke kamar dulu , ya. Kamu jangan lupa segera tidur!"

Auscryas melirik ke samping. Ia melihat Hanshe sudah pergi meninggalkan kamarnya. Segera Auscryas menghembuskan napas lega, semoga saja Kakaknya itu tak melaporkan dirinya pada Mama dan Papa.

***

Auscryas turun dari tangga dengan cepat. Ia menyambar roti dan meminum susu dengan berdiri. Hari ini ia bangun kesiangan, ia harus cepat-cepat pergi sekolah ke HBS. Apalagi sekarang pelajaran matematika, guru matematika di HBS sangat galak menurutnya.
Relinna menggelengkan kepala melihat tingkah putrinya. Ia kalang kabut oleh kecerobohannya sendiri. "Makannya pelan-pelan, Cira." Nasehat Ibunya.

"Humm... aku akan telat, Ma." Jawab Auscryas ia sambil menalikan sepatu.

"Makanya kalau tidur harus tepat waktu," ucap sang Ayah, Petter.

"Aku enggak bergadang, Pa. Hanya saja tadi malam banyak nyamuk jadi aku terbangun," kilah Auscryas.

"Oh benarkah? Pa, bagaimana kalau kita pasang kelambu di kamar Auscryas," usul Relinna.

"Itu ide yang bagus, Ma." Jawab Petter menyetujui.

Dalam diam Auscryas bersorak girang. Ia berhasil mengelabui Mama dan Papanya, untungknya Kak Hanzhel tidak ember mulutnya.

"Mama, Papa, Aku berangkat dulu. Kak Hanzhell pasti sudah menunggu di depan," Auscryas kemudian menyalimi kedua orangtuanya.

Auscryas segera menaiki mobil di depan bersama kakaknya. Sepanjang perjalanan yang membutuhkan waktu 20 menit. Tak ada satu pun pembicaraan yang keluar, Auscryas sibuk dengan dunianya begitu pun Hanzhel. Auscryas membaca ulang buku matematika karena hari ini bakal ada ulangan.

Hanzhel menoleh ke samping sebentar. "Nanti pulangnya kamu naik andong saja ya," ucap Hanzhel secara tiba-tiba
.
"Heh! Mana bisa kayak gitu!" Seru Auscryas tak terima. Ia segera menutup buku matematika dan disimpan dipangkuan.

"Ya, habisnya Kakak ini udah kayak supir pribadi kamu saja. "

"Hah?" cengo Auscryas. Ia tak paham.

"Enggak ngerti, ya? Ah, dasar semua perempuan kurang peka."

"Ternyata laki-laki juga bisa emosional ya," ejek Auscryas. Ia kembali membuka buku matematika.

"Kamu pikir laki-laki enggak boleh ngungkapin keluh kesah? Kami para laki-laki juga bisa menangis, bukan hanya kaum perempuan saja."

"What? Aku enggak bilang gitu, Kak!" Auscryas tak terima.

Mobil berhenti tepat diparkiran HBS. Setelah salim, Auscryas turun dari mobil. Ia melambai saat mobil mulai kembali melaju, meninggalkan HBS dan hilang ditelan jalan. Auscryas pun berbalik ia masuk gedung HBS, melewati lorong berwarna coklat menuju kelas dipaling ujung.

"Cira!" teriakan dari belakang disusul beberapa suara langkah kaki terdengar. Auscryas menghentikan jalannya. Ia memutar badan.

"Anne, Yola," Auscrayas senang. Ia segera memeluk kedua sahabatnya itu.
Yola memukul pelan bahu Auscryas." Woy! Aku bisa mati Cira jika kau dekap kayak gini,"omel Yola.

Auscryas terkekeh, ia segera melepas pelukannya. "Aku rindu kalian,"
"Kamu kenapa enggak masuk satu minggu?" tanya Anne wajahnya menunjukan raut kesa
l.
"Aku sakit Anne, Yola, sejak pulang dari Pasar itu, " Jawab Auscryas.

"Pasar?" Bingung Yola.

"Iyah aku pergi ke pasar di Kecamatan M. Awalnya seru saja karena aku pergi bersama Anne diantar Kak Hanzhel. Tapi, pas pulang aku langsung demam," Jelas Auscryas.

"Aku tak mau lagi ke Pasar itu. Udah bau, ada pencuri dan pemalak lagi!" Kesal Anne. Ia sepertinya sudah trauma dengan kejadian kemarin.

"Pemalak dan pencuri?" Tanya Yola bingung.

"Kau tahu Yola ada gadis pribumi di sana yang menyenggol Auscryas karena kecerobohannya sampai Aus dan gadis pribumi itu terjatuh. Tapi, bukannya minta maaf, Ia malah memalak Aus sebagai imbalan dirinya terjatuh. Lalu Aus yang baik hati ini langsung memberikan tanpa tapi eh pas mau pergi ternyata ada yang jatuh dari balik jarik dikenakan gadis itu. Dan ternyata yang jatuh itu merupakan barang curian!" Sungut Anne berapi-api.

"Lalu gadis itu gimana?"

"Ya tentu kabur! Sayangnya enggak berhasil ditangkap," ada perasaan dongkol dihati Anne ketika mengatakan itu.

"Hei, kalian berdua ayo masuk ke kelas sebentar lagi bel berbunyi!" Sahut Auscryas yang berhasil menghentikan topik pembicaraan. Mereka bertiga kemudian pergi menuju

Kok tiba-tiba ternyata yang dijodohkan dengan Auscryas adalah Lars? Lalu apa hubungan Lars dengan Mukti, apa mereka satu orang yang sama. Ikuti terus kelanjutan kisah ini.

Salam Hangat, Bania .

Kasta: Amerta dalam BayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang