-(Makin terang cahayanya, makin gelap bayangannya)-
-Carl Jung-----🥇⚡️🧠🌎----
Di sebuah ruang kelas yang hening, para murid sedang sibuk mencoret-coret kertas dan mengisi setiap kolom lembar jawaban, mereka terlihat sangat serius dan tidak ada yang menoleh.
Berbeda dengan seorang siswa di kursi paling depan di depan meja guru, dia terus mengetuk-ngetuk meja dengan jari telunjuknya sedangkan tangannya yang lain memutar pensil berkali-kali.
Hari ini adalah hari terakhir mereka menjalani ujian untuk menentukan nilai kelulusan mereka dan ujian terakhir itu adalah matematika, "meja nomor 38!" panggil pengawas.
Zion yang merasa nomor mejanya disebut lalu menoleh, "kenapa kamu bengong terus daritadi? waktunya tinggal 5 menit lagi." ujar pengawas itu yang sedari tadi memang memperhatikan Zion.
"Baik pak." Zion kembali melihat lembar jawabannya yang sudah terisi semua.
Sebenarnya dia sedang memikirkan sesuatu dari tadi, dia penasaran dengan satu hal. Bagaimana reaksi kedua orang tuanya saat dia melakukan kesalahan?
Bertahun-tahun Zion selalu hidup dalam kesempurnaan, ya... walaupun tidak sesempurna itu. Dia tidak pernah mendapatkan nilai ujian di bawah 98 dan dia selalu menjadi nomor satu di angkatannya. Semua murid di sekolah itu iri dengan kecerdasan yang dia miliki dan hampir semua orang tua iri ingin mendapatkan anak yang berprestasi sepertinya.
Tapi Zion tetaplah Zion, remaja SMA kelas akhir yang perfeksionis dan tidak peduli dengan orang lain yang terus memujinya dengan harapan ingin menjadikannya teman, tapi bukan artian teman sebenarnya. Mereka terkadang hanya ingin memanfaatkan ketenaran dan kepintarannya dan itu membuat Zion kesal.
Tepat di detik terakhir Zion merubah jawaban nomor satu di lembar jawaban miliknya, bel tanda ujian berakhir pun berbunyi. Pengawas berjalan menghampiri mejanya dan mengambil kertas di meja Zion, meski terlihat ragu tapi dia tetap mengumpulkan lembar jawabannya itu.
----🥇⚡️🧠🌎----
"Kan lu nyuekin gue lagi!" Seru Al yang berjalan sambil menghentakkan kakinya kencang.
Mereka berdua sedang berjalan beriringan menuju parkiran dan seperti biasa Al selalu membuka obrolan agar suasana tidak hening, seoalah dia tidak bisa kalau diam walau hanya sebentar saja. Seperti saat ini, Al bertanya kenapa Zion memilih masuk jurusan ekonomi?
"Kenapa tiba-tiba nanya gitu?" Zion bertanya balik.
"Gue kepo aja," Al terus berjalan, "habisnya kan lu pernah bilang kalo mau ambil jurusan matematika tapi kenapa malah ke ekonomi?"
Zion kembali terdiam membuat Al semakin penasaran, "lu juga pernah bilang pengen masuk kedokteran kayak kak Alby." tambah Al.
Zion menghembuskan napasnya lalu memasukkan kedua tangannya ke saku celana, "tiba-tiba pengen aja."
Al menoleh, "gak percaya gue!" Serunya dengan keras, beruntung disekitar mereka tidak ada orang.
"Lu orang yang bawel dari SMP, lu juga orang yang selalu nasehatin gue pas SMA, lu bilang sendiri kalo jurusan itu gak boleh asal-asalan...."
Zion menutup mulut Al dengan tangannya, "lu yang bawel dek."
Al melepas tangan Zion, "dak...dek...dak...dek.... kita seumuran!" serunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Volare : Shadow
Teen FictionAlzion Dion Chandana adalah seorang remaja berusia 19 tahun yang penuh ambisi dan rencana, dia terlihat pendiam dan terkadang suka ikutan tantrum seperti saudara kembarnya. Orang-orang mulai memberikannya julukan Zhuge Liang matematika karena strate...