Dia Yang Terluka

129 12 21
                                    

Ufuk barat memerah, semburat jingga menghiasi cakrawala, bias bias cahaya sang surya perlahan tenggelam, meninggalkan jejak bayang, menyambut sang malam. Terdengar helaan napas kecil dari bibirnya, tangannya yang semula merajut terhenti, pandangannya menerawang, otaknya memutar alunan suara sendu milik sang wanita rupawan.

"Kami berpisah secara baik, mungkin aku bisa mengatakannya begitu"

Syifa meletakan benangnya, rajutannya baru setengah jalan, rasanya dia tidak berkeinginan untuk melanjutkan.

"Perbedaan kami terlalu sulit untuk disatukan, terhalang restu, dan kepercayaan masing-masing"

Syifa menerawang, mengingat bagaimana rupa dari sang rupawan ketika hadir di pernikahannya.

"Papa dan mama ku memilih untuk menjodohkan ku, terdengar klise bukan?, tapi hanya itulah yang dapat mereka lakukan untuk menghentikan perjuangannya, untuk menghentikan cinta kami".

Tenggorokan Syifa tercekat, matanya terasa panas, dengan gemetar kembali diraihnya jarum dan benang rajutnya, menggigit bibir, mencoba mengenyahkan suara tersebut.

"Ouch!"

Telunjuknya tertusuk, darahnya menetes, mengenai gaun rumahan yang ia kenakan, rasanya tidak sakit, namun Syifa tidak bisa menghentikan air matanya.

***

Rizky mengernyitkan kening ketika melihat sang Asisten Rumah Tangga berdiri di teras rumah, gesture wanita paruhbaya itu tampak gelisah, Rizky segera menghampirinya setelah memarkirkan mobil di garasi, dia mulai merasa cemas.

"Den?"

Rizky menatap wanita itu penuh tanya, mencoba menghilangkan pikiran negatif yang mulai muncul di otaknya.

"Ada apa, Bik?"

"Ano Den, itu non Syifa demam, tapi nda mau saya suruh istirahat di kamar. Ngotot mau nunggu Den Rizky pulang"

Rizky tersentak kecil, setelah mengucap terima kasih dan meminta sang pelayan untuk beristirahat, Rizky melangkah memasuki rumah, mendapati istrinya tertidur meringkuk di sofa ruang tamu.

Rizky meletakan jas dan tas kerjanya di meja, bersimpuh di samping sofa tempat Syifa terlelap, menatap sesal ke arah wajah pucat itu.

Tangannya terulur, mengusap keringat yang timbul di kening sang istri, merasakan panas yang mengenai telapak tangannya ketika bersentuhan dengan kulit Syifa.

"Hey, pindah ke kamar, ya ... " Rizky berujar pelan, perlahan menyisipkan lengannya di bawah lutut dan punggung Syifa, mengangkat tubuh sang istri, mendekapnya, berjalan menuju kamar mereka.

Syifa sesekali menggeliat, menyamakan diri dalam dekapan Rizky, mencari kehangatan dalam tubuh suaminya.

Setelah sampai, dengan pelan Rizky membaringkan Syifa, duduk di samping ranjang, membuka ikatan rambut Syifa untuk membuat sang istri merasa lebih nyaman.

Rizky membuka laci nakas di samping tempat tidur, mengambil handuk kecil, menyeka kening Syifa. Raut cemas laki-laki itu begitu kentara, berbanding terbalik dengan pembawaan tenang yang selama ini dia perlihatkan.

Diraihnya kotak obat, mengambil sebuah alat penurun panas, membuka bungkusnya, menempelkannya di kening Syifa.

"Hey, aku di sini ... "

Rizky mengelus pipi pualam Syifa ketika melihat istrinya itu gelisah dalam tidurnya.

Syifa membuka matanya yang terasa berat dan perih, tertegun sejenak ketika melihat senyum simpul di wajah Rizky, suaminya masih menggunakan kemeja kerja yang digunakan tadi pagi, kemeja yang persis digunakan Rizky di mimpinya ketika laki-laki itu memilih untuk kembali pada cinta pertamanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KYFA (Short) StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang